Matahari belum menyingsing sepenuhnya, ketika aku kembali ke rumah. Kubuka pintu pagar yang terbuat dari bambu dan motor tua ini segera kuparkirkan di teras. Seulas senyum segera menyambutku ketika pintu depan terbuka.
"Ayah bawa apa? Nasi uduk, ya?" tanyanya sambil mengambil kantong plastik merah di tangan kananku.
Aku mengangguk sambil tersenyum. Kuelus rambut ikalnya dan mata itu berbinar. Dia lalu berjalan mendahuluiku menuju dapur kecil yang terlihat dari tempatku berdiri. Rumah tipe 21 ini memang meringankan tugas istriku membersihkan rumah. Asih selalu tersenyum lebar, bila aku mengatakan alasan itu ketika menggodanya.
"Nasi uduknya wangi sekali, Yah," ucap Rara sambil menyodorkan sepiring nasi uduk ke tanganku. Lalu dia berbalik dan membawa sepiring nasi ke dalam kamar. Asih sedang kurang sehat, itu sebabnya aku belikan nasi uduk di warung depan.
Tak lama Rara kembali ke dapur dan aku melihat dia membawa kantong merah itu sambil berjalan ke arahku.
"Kenapa, Ra? Kok, Rara enggak sarapan?"
"Ayah beli nasi uduknya kebanyakan, nih. Sisa dua bungkus," jawabnya sambil mengambil sebungkus nasi untuknya.
"Sengaja belinya dilebihin. Ayo, Rara cepat sarapannya. Abis itu, ikut ayah, ya."
"Ke mana?"
"Nanti ayah kasih tahu, kalau sarapannya sudah habis."