Jadi saya mencoba saja untuk melakukan derma tanpa beban. Memilih yang mana yang kurasa akan memberikan pahala yang besar. Tidak peduli apa kata orang.
Sayang sunggu sayang, dalam beberapa kali uji coba saya baru sadar. Melakukan derma yang tepat sasaran juga harus disokong dengan timbunan karma baik yang kita miliki. Mau tahu contohnya?
Beberapa saat yang lalu, saya berniat untuk berdana makan pagi kepada Bhikkhu Sangha. Setelah sampai di vihara, ternyata sang Bhikkhu sedang melakukan perjalanan ke luar kota.
Di lain kesempatan, saat beliau ada di Makassar, justru saya yang tidak berkesempatan berdana karena sedang berada di luar kota.
Nah lho...
Ternyata berdana itu juga kompleks ya. Keinginan saja tidak cukup, kondisi juga harus mendukung. Akhirnya saya sadar, dalam Buddhisme berdana adalah membiasakan diri jika suatu waktu kita akan kehilangan. Kebiasaan melepaskan ini adalah "hadiah terbesar" dalam kehidupan.
Cukup? Tidak... Lobha ku masih berdendang "ku tak rela... ku tak rela..." (diiringi musik membahana).
Baiklah, jika memang demikian marilah kita menyeimbangkan keinginan dari si Lobha serakah dengan lawannya si Alobha (tidak serakah).
Dengar lu ya pade; "Kalau tidak mau rugi dalam berdana, maka lakukannlah sesuai kemampuan, sesuai keinginan, dan sesuai waktu."
Dengan demikian tidak ada yang perlu menjadi beban. Itulah cara berderma agar hoki instan kontan
**