Kehidupan sulit bukan hanya di alami oleh orang dewasa namun juga dari usia bayi. Mengapa demikian? salah siapakah ini? tentu banyak sekali pendapat. Dalam hal ini, setiap keyakinan dan kepercayaan punya versinya masing-masing.
Sabar adalah kata kunci untuk menghibur seseorang dalam kesedihan, kesusahan, dan kawan-kawannya. Bahkan mungkin saat sekarat pun kata ini bisa menjadi kata kunci ajaib. Bak jimat yang seolah-olah bisa mengubah semua keadaan.
Ini dialami penulis selama menjalani kehidupan setengah abad ini, kehidupan jatuh bangun dan terpuruk dirasakan. Dan kesabaran yang membuat penulis bertahan melalui masa-masa sulit, hingga pada akhirnya tak sanggup lagi.
Pemberontakan pun terjadi, pertanyaan demi pertanyaan dilontarkan kepada yang disebut sang pencipta, yang maha pengasih serta penyayang. Mengapa dan mengapa, seolah aku mainan yang sangat menarik untuk diberikan cobaan.
Kesulitan terus saja terjadi, hingga suatu hari dalam sebuah pertemuan, penulis mendengar lagi ucapan ini, "sabar ya, tetap yakin dan percaya, pasti indah pada waktunya"
Penulis pun menjawab, "sudah setengah abad ini sabar itu dijadikan sebagai jimat penghalau penderitaan. Adakah yang mau mencoba menggantikan posisiku saat ini? Kita tukaran tempat dulu selama setahun."
Selanjutnya hanya ada suara jangkrik yang mengikik mendengar perkataan yang terlontar. Dan pertemuan itu pun berakhir keluar dan balik kanan bubar jalan.
Pertanyaan dalam benak terus berkecamuk, tiada henti ditanyakan meski tiada jawaban yang diharapkan. Asumsi ini pun menjadi begitu liar, "begitukah sosok pengasih dan penyayang itu, seolah tidak ada kerjaan lain menciptakan ciptaannya untuk dipermainkan."
Penulis lalu mulai menjelajahi dunia maya mencari jawaban. Mencoba mencari "harta karun" yang mungkin bisa membantu untuk menyelesaikan kesulitan hidup ini.
Semesta lalu mengarahkan jemari kepada sebuah artikel. Isinya tentang Karma. Ini menarik sekali, sangat mengena dengan apa yang penulis sedang alami.
Mata berbinar-binar. Setiap huruf, kata, dan kalimat ditelusuri. Dari isi artikel hingga ke kolom chat. Sebuah kesimpulan didapat, belajarlah dari dasar dan praktikkan apa yang disarankan.
Syahdan perjalanan mencari harta karun pun dimulai.
Ada hal yang berbeda dari batin ini. Perasaan menjadi lebih tenang setelah mengetahui apa sebenarnya dan apa penyebab penderitaan. Ini bagaikan memulai tahap pertama dalam pencarian harta karun. Sebuah peta jalan!
Jiwa mulai bisa memahami apa yang terjadi, dan usaha tidak berhenti sampai di sini. Ada kesempatan, ada kebahagiaan.
Tidak mudah, namun juga tidak sulit. Membuka wawasan bahwa hukum karma, hukum tabur-tuai itu ada dan nyata. Apa yang kita tanam adalah buah dari masa lampau.
Namun, apa yang akan kita tuai nanti adalah benih dari masa sekarang. Jika karma buruk terkondisi saat ini, bukan berarti kita tidak bisa mengubahnya. Ada kehendak bebas untuk melepaskan dan memperbaikinya.
Memakan buah pahit tidak perlu berlama-lama. Jika batin ini bisa menerima dengan lapang dada, niscaya kegelapan hanyalah masalah waktu. Ketidakkekalan itu berlaku di sini.
Buah pahit yang tersuguh pun bukanlah untuk dibenci. Kebencian hanya akan membuat batin semakin menderita. Tidak perlu juga menyalahkan, karena pada akhirnya setiap jiwa harus belajar dari kesalahan.
Sampai di sini tahap kedua dalam pencarian harta karun sudah dilalui. Konsep Hukum Karma bagaikan kendaraan menuju lokasi.
Selanjutnya adalah menemukan harta karun itu.
Batin yang tenang membuat penulis merasa lebih ringan. Dengan melepaskan maka batin ini akan terasa lebih ringan. Bagaikan tidak membawa beban yang terlalu berat dalam menemukan lokasi penyimpanan harta karun.
Yang harus dilepaskan adalah kekotoran batin. Ia terdiri dari Tiga Akar Kejahatan, yakni kebencian (dosa), keserakahan (lobha), dan kebodohan batin (moha). Jagalah sila (moralitas) agar kekotoran batin tidak akan melekat.
Sebagaimana mencari lokasi penggalian yang tepat. Keyakinan (sadha) harus penuh, pikiran harus tenang, menjaga tubuh agar senantiasa bugar. Juga tidak lupa dengan semangat (viriya) untuk tidak berputus asa.
Setelah menemukan lokasi yang tepat, kini saatnya mulai menggali. Tentunya kita membutuhkan peralatan yang tepat. Yang efektif dan efisien agar penggalian tidak memakan waktu yang lama.
Tiga peralatan utama adalah; berbuat kebajikan, menjaga sila (moralitas), dan praktek meditasi.
Meditasi bagaikan senter yang menerangi kegelapan. Menunjuk jalan menuju ke arah harta karun. Kebajikan bagaikan mesin pengebor, mendekatkan diri semakin dekat ke tumpukan berlian. Sila bagaikan kerangka penahan. Menjaga tanah yang sudah digali agar tidak ambruk lagi.
Lalu, apakah harta karun telah penulis temukan? Belum! Hingga kini masih terus menggali dan menggali. Sesungguhnya, penulis tidak berusaha menemukan harta yang hilang tersebut, karena emas permata itu sudah ada.
Dan itu berada jauh didalam batin ini. Telah lama di sana, dibiarkan terongok dan tak tersentuh. Dan ia adalah bagian dari penciptaan itu sendiri.Â
Sebagaimana perkataan orang bijak, hidup terasa sulit karena kita tidak mampu membuatnya sederhana.
Pertanyaan yang selama ini kucari, terjawab sudahlah. Kata kuncinya memang adalah kesabaran. Tapi, kesabaran berefleksi dengan cara yang berbeda. Bukan melalui mendapatkan, tapi sebaliknya, melepaskan.
Lepaskanlah. Ingatlah tidak semua hal yang pahit itu tidak nyaman. Sebagaimana kita bisa merasakan manis, jika rasa pahit itu eksis. Jangan pula melekat dengan kenyamanan, karena penderitaan akan selalu ada selama keinginan itu ada.
Semoga semua yang membaca selalu berbahagia.
**
Bandung, 22 Agustus 2022
Penulis: Muditavati, Kompasianer Mettasik
Berbagi Kebahagiaan Mengenal Dhamma