Siapakah yang tidak mengenal handuk untuk mandi? Yang selalu dipergunakan setelah selesai mandi. Membiarkan air menguap dengan sendirinya akan membuat kulit menjadi kering.
Air di permukaan kulit yang kering dengan sendirinya menyebabkan kelembapan, kulit ikut tertarik dan menguap bersamaan dengan air di permukaan kulit. Handuk akan berperan mengusap kulit secara perlahan dan kulit akan kering. Tentunya kita akan merasa segar.
Untuk itu, jenis handuk yang dipergunakan harus mudah menyerap air dan nyaman dipakai juga. Konon, handuk pun ada sejarahnya juga dan hari handuk sedunia itu jatuh setiap tanggal 25 Mei.
Pernahkah terpikir oleh kita, dalam menggunakan handuk senantiasa semua bagian terpakai? Kita tidak akan ingat bagian mana yang pernah dipakai untuk muka, telinga, kepala, tangan, dan bahkan kaki.
Handuk mandi akan digunakan untuk seluruh badan, tanpa ditandai untuk mengeringkan bagian mana saja. Karena itu, sehari-hari pasti sangat penting menghargai handuk dan menjaga tetap bersih.
Jarang sekali dalam rumah tangga, handuk mandi hanya digunakan sekali pakai kemudian di cuci. Mencuci handuk biasanya dilakukan setelah kita memakainya beberapa kali. Tetapi, harus rajin menjemur ya, supaya bakteri tidak berkembang biak dan bersarang pada handuk.
Ada pelajaran penting yang bisa dipetik dari handuk. Memang, membersihkan badan jasmani merupakan hal penting, namun ada hal lainnya yang juga harus diperhatikan secara rutin.
Pikiran harus dibersihkan dari hal-hal negatif. Senantiasa dijaga dari hal-hal yang kotor. Karena semua indra dapat melakukan baik yang positif maupun negatif sesuka pemiliknya. Maka indra harus benar-benar terjaga, jangan sampai melakukan hal-hal negatif.
Persis seperti memperlakukan handuk mandi agar tetap bersih.
Dalam Anggutara Nikaya 4.164: Pahamakhama Sutta dikatakan ada empat cara berperilaku, yaitu cara tidak sabar, sabar, menjinakkan, dan menenangkan.
Dengan cara tidak sabar, ketika ada yang mencaci maki, menghina, dan melecehkan, kita melakukan respons yang sama dengan orang tersebut, yakni membalas dengan mencaci maki, menghina, dan melecehkan.
Cara yang sabar adalah melakukan kebalikan dengan cara tidak sabar.
Cara menjinakkan ditempuh dengan mendamaikan reaksi. Ketika melihat, mendengar, mencium bau, mencicipi rasa, menyentuh objek, atau memahami objek melalui pikiran, seseorang tidak melekat pada penampilan umum objek tersebut. Dengan demikian ia akan mampu mengendalikan pikirannya.
Cara menenangkan adalah dengan tidak menoleransi pikiran jahat, pikiran buruk, pikiran untuk mencelakai, dan pikiran yang tidak bermanfaat. Dengan kesadaran seseorang akan meninggalkan, menghalau, menghilangkan, dan menghancurkan delusi negatif. Â
Tentu saja pilihan ada pada masing-masing individu, perilaku mana yang akan dijalankan dari empat pilihan tersebut.
Jika pilihan jatuh pada cara yang sabar, menjinakkan, dan menenangkan atau cara berperilaku yang patut untuk dijalankan, memang amat berat. Memerlukan latihan terus menerus untuk dapat mencapai tingkatan ini.
Pada akhirnya, semua kembali kepada individu masing-masing. Selalu berusaha menjadi lebih baik dari waktu ke waktu atau diam di tempat.
**
**
Tangerang, 8 Agustus 2022
Penulis: Suhendra, Kompasianer Mettasik
Eksekutif Keuangan | Pengajar | Aktivis Sosial dan Keagamaan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H