Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kelompok-Kelompok Umat Buddha, Kita Ada di Mana?

7 Agustus 2022   07:46 Diperbarui: 7 Agustus 2022   07:58 3365
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kelompok-Kelompok Umat Buddha, Kita ada dimana? (gambar: bhavanasociety.org, diolah pribadi)

Dari Sejarah Perkembangan agama Buddha di India, Siswa-siswi Buddha terdiri dari dua bagian besar. Yang pertama adalah Pabbajita, atau umat Buddha yang tidak berkeluarga. Mereka hidup sebagai Rohaniawan Buddha, disebut Samanera/Samaneri (Calon Bhikkhu/ni) atau Para Bhikkhu/ni (Rohaniawan Agama Buddha).

Kategori kedua adalah umat Buddha yang berkeluarga. Biasanya disebut sebagai Upasaka/Upasika (disingkat Upa/Upi). Upasaka adalah panggilan bagi umat Buddha pria, sementara untuk wanita, panggilannya adalah Upasika.

Biasanya sejak bayi atau balita, umat Buddha dapat diberkahi dalam upacara Visudhi Trisarana (penyucian). Intinya adalah pengukuhan diri sebagai siswa Buddha. Menerima Hyang Buddha sebagai guru Guru Agung pembimbingnya.

Pemberkahan seperti ini jamak juga dikenal sebagai proses penahbisan. Intinya menyatakan diri berlindung kepada Sang Tiratana (Buddha, Dhamma, dan Sangha).

Kendati demikian, ada perbedaan dengan proses penahbisan agama lainnya. Pengukuhan Visudhi Trisarana tidaklah wajib. Sewaktu kecil, proses ini diputuskan oleh orangtua anak yang beragama Buddha.

Namun, anak yang sudah melalui proses Visudhi Trisarana belumlah menjadi Upasaka/Upasika, hingga mereka dengan penuh kesadaran menjalani proses visudhi untuk menjadi Upasaka/Upasika.

Meskipun proses Visudhi bukanlah kewajiban, dalam praktek agama Buddha upacara Visudhi ini sangatlah penting. Gunanya untuk menyatakan tekad (adithana) untuk mengikuti ajaran Buddha.

Selanjutnya, para Upasaka/Upasika bisa juga memilih hidup sebagai "Rohaniawan paruh waktu." Mereka yang masuk dalam golongan ini disebut sebagai Pandita, Pinandita, atau Pendeta. Berasal dari kata "Pandith" yang artinya adalah orang yang bijaksana.

Pilihan ini tidak mengubah status mereka sebagai perumah tangga. Dengan kata lain tidak ada larangan bagi para Pandita untuk berkeluarga dan memiliki keturunan.

Tugas mereka adalah membantu anggota Sangha (para Bhikkhu/Bhikkhuni) dalam melaksanakan tugas. Selain itu, sebagian dari mereka juga memilih menjalankan delapan aturan kemoralan (atthasila). Sebuah tingkatan yang lebih tinggi dari kewajiban umat Buddha awam, yang hanya wajib memenuhi Pancasila (lima aturan kemoralan).

Selanjutnya, para Pandita terbagi lagi menjadi tiga tingkatan, yakni;

  • Anu Pandita/Pandita Anom/Pandita Muda. Setelah lima tahun bertugas dengan baik menjalankan kepanditaannya, mereka dapat naik jenjang ketingkat yang lebih tinggi levelnya, yakni;
  • Pandita Madya, tingkatan Menengah. Pada level ini, seorang Pandita dianggap telah banyak pengalaman dalam melaksanakan tugas-tugas kepanditaannya dan lebih memahami ajaran Buddha.
  • Pandita penuh dengan bekal pengalaman yang lebih banyak. Tingkatannya sudah senior. Biasa juga disebut atau bergelar Pandita Utama atau Maha Pandita.

Setelah kita mengenal kategori dari umat Buddha, selanjutnya sesuai dengan judul tulisan ini, penulis ingin menjelaskan pembagian kelompok Umat Buddha berdasarkan kehidupan sehari-harinya.

1. Umat Buddha Statistik.

Lazim disebut dengan Umat Buddha KTP. Mereka tidak memahami ajaran Buddha, tidak menjalankan ritual atau upacara keagamaan. Baik di rumah maupun di tempat ibadah.

2. Umat Buddha Tradisional.

Umat Buddha yang dalam kehidupan sehari-harinya menjalankan ritual layaknya umat Buddha pada umumnya. Namun, mereka tidak terlalu memahami esensi ajaran Buddha.

Ritual yang mereka laksanakan hanya dianggap sebagai rutinitas/kebiasaan semata. Terkadang ada juga yang memanggil mereka dengan umat Buddha "Cung-Cung-Clep." Mengacung-acungkan dupa/ hio lalu menancapkannya di tempat dupa.

Mereka hanya ke Vihara pada waktu-waktu tertentu saja. Misalkan saat hari Uposatha (bulan gelap dan purnama). Atau bilamana Vihara, Kelenteng/ Bionya berulang tahun, atau acara ultah para Dewa.

3. Umat Buddha Intelektual.

Yakni umat Buddha yang memahami ajaran Buddha, berpendidikan dan/atau belajar agama Buddha dari Sekolah, Vihara, atau melalui Pendidikan informal lainnya.

Biasanya mereka rutin melakukan Pujabhakti dalam keseharian. Namun disertai pemahaman yang benar tentang esensi dari ajaran Buddhisme. Alias tidak sekadar membaca paritta atau datang ke vihara saja.

Nah, setelah membaca pembagian kategori ini, umat Buddha yang manakah diri Anda? Jika Anda masih masuk dalam kategori satu (1) dan dua (2) maka Anda masih memiliki banyak pekerjaan rumah.

Ajaran Buddha adalah ajaran universal. Tidak ada doktrinisasi tentang apa yang harus dilakukan atau tidak boleh diperbuat. Semuanya harus melalui pemahaman yang mendalam dari setiap pribadi.

Ajaran Buddha juga tidak berpegang pada prinsip jaminan. Menjadi Buddhis, tidak serta merta menjamin tiket masuk surga. Menjadi seorang Buddhis yang baik, praktik kebajikan harus turut menyerta.

Untuk itu, pemahaman tentang ajaran Dhamma menjadi penting untuk menuntun seseorang ke arah yang lebih bajik dan bijak.

Jadilah seorang Buddhis yang lebih baik. Pahamilah kualitas agama Buddha dengan membuka wawasan tentang Dhamma. Dengan demikian maka kebahagiaan akan lebih mudah diraih.

Apakah Anda mulai khwatir?

Jangan, tersebab ada para Bhikkhu, Bhikkhuni, Samanera, Samaneri, Pandita, Dharmaduta, yang senantiasa bersedia membimbing para umat Buddha yang belum memiliki pemahaman yang cukup.

Pada akhirnya, semuanya kembali kepada diri sendiri. Apakah sebagai umat Buddha, Anda cukup puas dengan aksi "Cung-Cung-Clep", atau lebih memilih menjadi cendekiawan dengan memahami esensi dari agama Buddha secara lebih mendalam.

Semoga semua makhluk hidup Berbahagia , Sadhu (STD).

**

Tangerang, 7 Agustus
Penulis: Setia Dharma, Kompasianer Mettasik

Dharmaduta | Penulis |Dosen | Trainer | Pensiunan ASN

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun