Dari Sejarah Perkembangan agama Buddha di India, Siswa-siswi Buddha terdiri dari dua bagian besar. Yang pertama adalah Pabbajita, atau umat Buddha yang tidak berkeluarga. Mereka hidup sebagai Rohaniawan Buddha, disebut Samanera/Samaneri (Calon Bhikkhu/ni) atau Para Bhikkhu/ni (Rohaniawan Agama Buddha).
Kategori kedua adalah umat Buddha yang berkeluarga. Biasanya disebut sebagai Upasaka/Upasika (disingkat Upa/Upi). Upasaka adalah panggilan bagi umat Buddha pria, sementara untuk wanita, panggilannya adalah Upasika.
Biasanya sejak bayi atau balita, umat Buddha dapat diberkahi dalam upacara Visudhi Trisarana (penyucian). Intinya adalah pengukuhan diri sebagai siswa Buddha. Menerima Hyang Buddha sebagai guru Guru Agung pembimbingnya.
Pemberkahan seperti ini jamak juga dikenal sebagai proses penahbisan. Intinya menyatakan diri berlindung kepada Sang Tiratana (Buddha, Dhamma, dan Sangha).
Kendati demikian, ada perbedaan dengan proses penahbisan agama lainnya. Pengukuhan Visudhi Trisarana tidaklah wajib. Sewaktu kecil, proses ini diputuskan oleh orangtua anak yang beragama Buddha.
Namun, anak yang sudah melalui proses Visudhi Trisarana belumlah menjadi Upasaka/Upasika, hingga mereka dengan penuh kesadaran menjalani proses visudhi untuk menjadi Upasaka/Upasika.
Meskipun proses Visudhi bukanlah kewajiban, dalam praktek agama Buddha upacara Visudhi ini sangatlah penting. Gunanya untuk menyatakan tekad (adithana) untuk mengikuti ajaran Buddha.
Selanjutnya, para Upasaka/Upasika bisa juga memilih hidup sebagai "Rohaniawan paruh waktu." Mereka yang masuk dalam golongan ini disebut sebagai Pandita, Pinandita, atau Pendeta. Berasal dari kata "Pandith" yang artinya adalah orang yang bijaksana.
Pilihan ini tidak mengubah status mereka sebagai perumah tangga. Dengan kata lain tidak ada larangan bagi para Pandita untuk berkeluarga dan memiliki keturunan.
Tugas mereka adalah membantu anggota Sangha (para Bhikkhu/Bhikkhuni) dalam melaksanakan tugas. Selain itu, sebagian dari mereka juga memilih menjalankan delapan aturan kemoralan (atthasila). Sebuah tingkatan yang lebih tinggi dari kewajiban umat Buddha awam, yang hanya wajib memenuhi Pancasila (lima aturan kemoralan).