Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Mengurus Persembahyangan di Kantor, Menambah Kebajikan

2 Agustus 2022   18:28 Diperbarui: 2 Agustus 2022   18:36 667
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak terasa sudah sepuluh tahun saya membantu mengurus persembahyangan di kantor. Setelah atasan saya pensiun, saya berinisiatif untuk meneruskan kebiasaan yang baik dari atasan.

Di kantor tempat saya bekerja ada sebuah altar sembahyang yaitu altar Kongco Kwan Kong. Para karyawan yang beragama Buddha, banyak yang sembahyang di altar ini. Khususnya di pagi hari, sebelum memulai bekerja. Begitu juga dengan saya, selalu sembahyang di pagi hari dan saat pulang kerja.

Sebagai umat Buddha, saya merasa terpanggil untuk membantu mengurus altar ini. Sambil bekerja, tetap dapat melakukan kebajikan lainnya, yaitu mengurus altar persembahyangan.

Altar ini berada di lantai satu, terbuat dari kayu jati. Setiap pulang kerja, saya membersihkan abu hio yang ada di meja altar dan menuang minyak sembahyang.

Saya pernah bertanya kepada seorang bhikkhu tentang Kongco-Kongco yang patung nya berada di bio/ kelenteng. Jawaban beliau adalah, Kongco-Kongco ini adalah orang-orang yang telah mencapai tingkat-tingkat kesucian. Apa yang telah mereka lakukan pada saat masih hidup dulu, adalah contoh perilaku luhur sebagai manusia.

Setiap hari cap-go (saat bulan purnama) dan hari ce-it (sat bulan sabit) saya membeli dan menaruh buah-buah di altar untuk sembahyang. Saya selalu mengecek persediaan hio, minyak, dan kertas sembahyang di altar, agar tidak kekurangan.

Saya senang melakukan ini, sebagai tabungan kebajikan. Dengan sembahyang sebelum kerja, jadi mengingatkan saya agar terus berbuat baik di tempat kerja. Sehingga tidak membenci, marah, dan bermalas-malasan.

Sebaliknya, Tetap bekerja dengan baik, menunjukkan prestasi kerja, disiplin, saling membantu dan menghargai satu sama lain, serta menjaga aset perusahaan dengan baik.

Semoga kebiasaan berbuat kebajikan ini juga bisa menular kepada seluruh karyawan dan pemilik. Baik bagi yang beragama Buddha, atau agama lainnya. Itulah harapan saya pada saat bersembahyang.

Hal ini juga didasari saat saya bercermin. Saya melihat sudah banyak rambut saya yang memutih. Karena itu, saya harus siap, waspada dan berusaha menambah kebajikan dimanapun berada.  

Sebab kematian bisa datang kapan saja. Sebelum Parinibbana, Sang Buddha mengatakan bahwa segala sesuatu yang terbentuk adalah tidak kekal, karena itu berusahalah dengan sungguh-sungguh.

Harta yang berlimpah, rumah yang mewah, dan mobil yang bagus, suatu saat akan ditinggalkan. Sehingga kita tidak boleh sombong terhadap semua yang kita miliki. Dan yang terpenting, tidak melekatinya.

Seorang bhikkhu pernah berkata, bahwa harta bisa dibawa mati. Ingin tahu caranya? Tukarlah harta tersebut dengan kebajikan. Nasehat ini selalu kuingat, dan semoga akan selalu merasuki pikiran, ucapan, dan tindakanku.

Pada hari-hari besar sembahyang, seperti hari bakcang, hari onde, hari kue bulan, hari Kongco se-jit dan hari Imlek, Saya beserta para atasan dan teman-teman melakukan sembahyang.

Pada hari besar Pattidana/ pelimpahan jasa (cioko), kami juga melakukan kebajikan dengan membakar kertas-kertas sembahyang. Juga barang-barang persembahan lainnya, seperti beras, minyak, gula, kopi, air mineral dan barang-barang kebutuhan dapur lainnya.

Tidak lupa juga mendaraskan paritta suci pada saat sembahyang dalam proses pelimpahan jasa. Memberikan kebahagiaan kepada seluruh makhluk hidup.

Ada sebuah kisah lucu, karena suka membantu persembahyangan, saya dianggap memiliki kesaktian. Pernah suatu waktu, karyawan pabrik ingin menebang pohon yang sudah lama di sana. Kebingungan, mereka lantas mengingat saya.

"Pak Agus, apa bisa tolong bacakan doa, agar proses penebangan pohon ini lancar?" tanya salah satu karyawan.

Saya hanya tersenyum dalam hati, karena saya tidak mengerti apa-apa. Akhirnya saya membacakan karaniyametta sutta sebelum pohon di tebang. Isinya tiada lain hanya pemancaran Metta, semoga seluruh mahluk berbahagia, intinya.

Dengan membantu persembahyangan ini, saya akhirnya berlaku sebagai alarm. Atasan-atasan saya (termasuk yang dari luar negeri) mengenal saya sebagai "altar boy" alias anak pengurus altar.

Seluruh karyawan yang beragama Buddha, sering menjadikanku sebagai "jam weker" pengingat hari sembahyang bagi mereka. Saya tidak lantas menjadi angkuh, tanggung jawab tersebut justru saya wujudkan dalam bentuk kebajikan.

Setiap tanggal 1,8,15, dan 23 imlek, saya bertekad untuk melakukan atthasila. Selain untuk menjaga kemurnian batin, melakukan kebajikan bagi diri sendiri, juga agar tidak lupa untuk mengurus altar agar teman-teman tidak lupa akan hari sembahyang.

Sebenarnya kebiasaan mengurus altar sembahyang ini sudah mulai sebelum saya bekerja. Keluarga saya punya kebiasaan yang sama. Oleh sebab itu, saya selalu mengingat kapan hari sembahyang. Ibu dan keluarga saya tahu persis waktunya, dan mereka selalu mengingatkan satu sama lain.

Walau terkadang saya harus pulang telat karena menyiapkan keperluan sembahyang sampai malam, saya tetap bahagia melakukannya.

Karena sesuatu yang bermanfaat untuk diri sendiri dan orang lain pasti merupakan hal yang baik dan benar. Menurut Dr. Ponijan Liaw (Komunikator No.1 Asia), untuk bisa menambah kebajikan, kita harus memiliki 4 tata. Yaitu, tata pikir, tata kata, tata ilmu, dan tata laku. Berpikir dan berucap dengan baik, menambah ilmu pengetahuan dan Dhamma, serta bertingkah laku yang baik.

Mari kita pergunakan waktu dengan sebaik-baiknya untuk mengisi kehidupan ini. Seperti yang terdapat Dhammapada syair 116 berikut, 

"Bergegaslah berbuat kebajikan dan kendalikan pikiranmu dari kejahatan, barang siapa lamban berbuat bajik, maka pikirannya akan senang dalam kejahatan".

Karena kehidupan saat ini hanyalah tempat transit sementara, sebelum kita melanjutkan ke kehidupan berikutnya, berdasarkan amal kebajikan yang kita perbuat.

Sabbe satta bhavantu sukhitatta, semoga semua makhluk hidup berbahagia

**

Tangerang 02 Agustus 2022
Penulis: Agus, Kompasianer Mettasik

Dharmaduta | Dosen | Aktivis

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun