Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kisah tentang Orangtua yang Terlupakan

15 Juli 2022   06:54 Diperbarui: 15 Juli 2022   06:57 519
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kisah Tentang Orang Tua Yang Terlupakan (gambar: insider.com, diolah pribadi)

Di suatu kota kecil hidup seorang yang bernama Jake. Dia adalah seorang pemuda yang sangat lincah dan selalu aktif sehari-hari.

Jake awalnya tinggal bersama dengan adik perempuan dan kedua orang tuanya dalam satu rumah. Namun karena dia memiliki cita-cita untuk bekerja di perusahaan ternama, maka Jake memutuskan untuk melanjutkan kuliahnya di kota metropolitan.

Jake tinggal di sebuah asrama kampus. Disana dia bertemu banyak sekali teman-teman mahasiswa. Jake mendapatkan banyak teman, waktu yang ia luangkan hanya bersama dengan mereka.

Saking sibuknya, tanpa disadari Jake sudah mulai jarang dan hampir tidak pernah menelpon kedua orang tuanya. Bahkan hanya untuk sekadar menyapa atau mengecek keadaan mereka.

Sering kali ibu atau ayahnya yang harus menelpon Jake. Tapi, Jake pun tidak terlalu peduli. Ia hanya menjawab bahwa dia sedang sibuk. Tapi, kedua orangtua Jake tidak putus asa. Kerinduan mereka kepada Jake membuat mereka semakin rajin menelpon.

Sampai suatu saat Jake sama sekali tidak menjawab dan membalas telepon. Sebabnya semakin hari, Jake semakin sibuk dengan tugas kuliah dan berkumpul bersama kawan-kawannya.

Pada suatu hari, adiknya menelpon, dia berkata bahwa rasa rindu kedua orangtuanya tak tertahan lagi. Mereka sangat ingin bertemu denga Jake.

Akan tetapi, Jake masih bergeming. Ia tetap saja sibuk dengan berbagai urusan, berkumpul bersama teman-temanya.

Tak terasa tiga tahun telah berlalu. Alkisah ibunya menderita penyakit Alzheimer. Kondisinya semakin memburuk, mulai melupakan banyak hal.

Ketika adiknya menelpon Jake tentang kabar ibunya, Jake masih belum tergugah. Ia hanya berkata kalau ibunya pasti akan sembuh sediri. Jake masih terus melanjutkan kesibukannya.

Hingga suatu saat, penyakit ibunya menjadi sangat parah dan tidak dapat disembuhkan lagi. Syahdan, ayahnya membawa sang ibu pulang untuk dirawat di dalam rumah.

Ayah dan adik Jake sangat sedih. Ibunya sudah tidak mengenal siapa-siapa lagi. Di tengah kesedihannya, adik Jake bertekad untuk menjemput Jake pulang melihat ibunya. Ia pun membeli tiket bus pergi ke kota Metropolitan.

Saat adiknya menceritakan semua kejadian yang dialami ibunya, Jake sangat terkejut. Ia sama sekali tidak menyangka jika ibunya akan separah itu. Jake akhirnya pulang ke rumah saat itu juga bersama adiknya, walau hari sudah malam.

Dalam perjalanan pulang, Jake diselimuti penyesalan. Ia mengutuk dirinya, mengapa selama ini selalu mengabaikan kedua orangtuanya. Pikirannya berkecamuk, antara sedih dan menyesal.

Dalam hati Jake mengharapkan mujizat terjadi. Semoga ibunya dapat mengenalinya sesampainya di rumah nanti. Untuk pertama kalinya selama bertahun-tahun, rasa rindu Jake membuncah.

Teringat ibunya yang sangat menyanyangi dirinya, telah merawat siang dan malam. Apalagi ketika dia jatuh sakit dan menangis sedih.

Sesampainya di rumah, ayahnya telah menunggu Jake di depan rumah. Wajahnya terlihat sedih, seperti barusan menangis. Ia hanya terdiam ketika Jake bertanya tentang ibunya.

Merasa ada yang kurang beres, Jake bergegas menuju ke kamar ibunya. Di sana ia menyentuh wajah ibunya yang sudah ia rindukan. Sang ibu tidak bergerak, ia telah menutup mata untuk selama-lamanya. Penyakit Alzheimer yang ia derita telah menyebabkan pneumonia yang merengut nyawanya.

Jake menagis tersedu-sedu. Ia berharap agar waktu dapat diputar kembali. Jika saja itu terjadi, dia akan lebih sering mengobrol dengan kedua orang tuanya.

**

Pesan moral...

Saat kita menanjak dewasa dan menjadi sangat sibuk, kita sering lupa kalau usia orangtua kita juga bertambah tua. Janganlah menjadi durhaka, sering-seringlah berbincang dan menanyai kabar mereka.

Kemanapun kita pergi dan berada, mereka selalu merindukan kita sebagai anak. Jika kita telah beranjak dewasa dan sukses, sokonglah mereka. Berbagi kebahagiaan dan mencukupi keperluan mereka.

Rawatlah mereka, hormatilah mereka, perlakukan mereka dengan semestinya baik dengan ucapan, perbuatan dan pikiran.

"Cintailah kedua orang tua kita."

**

California, 15 Juli 2022
Penulis Willi Andy, Kompasianer Mettasik

"Hidup dengan Cinta dan Kasih Sayang"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun