Hingga suatu saat, penyakit ibunya menjadi sangat parah dan tidak dapat disembuhkan lagi. Syahdan, ayahnya membawa sang ibu pulang untuk dirawat di dalam rumah.
Ayah dan adik Jake sangat sedih. Ibunya sudah tidak mengenal siapa-siapa lagi. Di tengah kesedihannya, adik Jake bertekad untuk menjemput Jake pulang melihat ibunya. Ia pun membeli tiket bus pergi ke kota Metropolitan.
Saat adiknya menceritakan semua kejadian yang dialami ibunya, Jake sangat terkejut. Ia sama sekali tidak menyangka jika ibunya akan separah itu. Jake akhirnya pulang ke rumah saat itu juga bersama adiknya, walau hari sudah malam.
Dalam perjalanan pulang, Jake diselimuti penyesalan. Ia mengutuk dirinya, mengapa selama ini selalu mengabaikan kedua orangtuanya. Pikirannya berkecamuk, antara sedih dan menyesal.
Dalam hati Jake mengharapkan mujizat terjadi. Semoga ibunya dapat mengenalinya sesampainya di rumah nanti. Untuk pertama kalinya selama bertahun-tahun, rasa rindu Jake membuncah.
Teringat ibunya yang sangat menyanyangi dirinya, telah merawat siang dan malam. Apalagi ketika dia jatuh sakit dan menangis sedih.
Sesampainya di rumah, ayahnya telah menunggu Jake di depan rumah. Wajahnya terlihat sedih, seperti barusan menangis. Ia hanya terdiam ketika Jake bertanya tentang ibunya.
Merasa ada yang kurang beres, Jake bergegas menuju ke kamar ibunya. Di sana ia menyentuh wajah ibunya yang sudah ia rindukan. Sang ibu tidak bergerak, ia telah menutup mata untuk selama-lamanya. Penyakit Alzheimer yang ia derita telah menyebabkan pneumonia yang merengut nyawanya.
Jake menagis tersedu-sedu. Ia berharap agar waktu dapat diputar kembali. Jika saja itu terjadi, dia akan lebih sering mengobrol dengan kedua orang tuanya.
**
Pesan moral...