Kawan, tahu labi-labi? Bukan labi-labi sejenis angkutan umum khas di Aceh ya, namun yang dimaksud adalah hewan liar. Menurut Wikipedia, labi-labi merupakan reptil sejenis kura-kura.
Mereka berdua saudara sepupu nan memiliki perbedaan dalam beberapa hal. Labi-labi memiliki punggung berupa tempurung yang lebih lunak di bandingkan dengan kura-kura serta memiliki corak cukup jelas.
Warnanya abu-abu hingga kecoklatan. Bentuk tubuhnya pun lebih pipih dibanding saudaranya. Cakar kakinya berkuku tajam. Hidung labi-labi panjang, seperti belalai mungil. Konon kata orang tua dulu, jika di gigit labi-labi tidak bisa lepas hingga ada suara petir. Ngeri kali!
Habitat yang disukai labi-labi seperti rawa berlumpur atau sungai. Labi-labi dapat di jumpai pada beberapa wilayah negara Indonesia seperti Kalimantan, Sumatra dan Jawa hingga Papua.
Pun dapat hidup di negara tropis lain seperti Thailand, Malaysia dan Singapura. Konon kabarnya, daging labi-labi memiliki banyak manfaat bagi kesehatan manusia. Seperti membantu metabolisme tubuh, menghilangkan gatal pada kulit hingga menyehatkan organ ginjal, limpa serta hati adalah beberapa contohnya.
Tak heran mereka terus di buru, bahkan labi-labi jenis moncong babi di Papua polulasinya kian terancam hingga menjadi langka.
Kira-kira dua puluh enam tahun silam, Saya pernah bekerja di sebuah perusahaan yang menjual labi-labi dari Kalimantan untuk di expor ke Taiwan. Setiap pagi saya datang dengan perasaan iba melihat labi-labi dari ukuran kecil hingga besar di kurung di peti kayu seukuran tubuhnya membuat mereka tak mampu bergerak sama sekali.
Setiap hari tercium bau anyir hasil pembantaian. Tiga bulan dalam kegalauan, berkat seorang teman, saya mendapatkan pekerjaan lebih baik dan segera hengkang. Belakangan setelah saya mempelajari ajaran Guru Agung Sang Buddha, itu bukan mata pencaharian yang benar karena menyebabkan hilangnya nyawa mahluk lain. Beruntung saya dapat keluar dari tempat itu.
Suatu pagi saat saya masih bekerja di tempat itu, salah seorang pekerja memperlihatkan tiga ekor bayi labi-labi yang ikut tertangkap. Ukurannya sebesar koin seratus perak gambar wayang keluaran tahun 70-an.
Karena 'kurang bernilai', akhirnya saya minta ijin untuk di pelihara. Kebetulan rumah mantan pacar yang kini jadi pasangan hidup, memiliki kolam ikan kosong cukup besar untuk rumah baru para labi-labi.
Setiap hari mendiang Ibu Mertua begitu telaten memberi makan si Labi-labi beberapa kali sehari. Tanpa sungkan mereka langsung menyambar makanan dengan rakus dalam sekali caplok. Sehingga tubuhnya makin gembul penuh lemak.
Singkat cerita, ketidakkekalan pun dialaminya. Bayi labi-labi berubah wujud menjadi labi-labi dewasa yang ukurannya terbilang besar. Bila di tukarkan dengan sejumlah Rupiah, nilainya cukup lumayan untuk jajan es buat warga sekampung.
Tentu saja tidak kami lakukan sebab tak tega jika mereka harus jatuh ke 'malaikat pencabut nyawa' bersenjata golok. Karena kolam tempat tinggalnya sudah terasa sesak akhirnya kami memutuskan untuk melepasnya di sungai Cisadane.
Sejenak sebelum di lepaskan ke dalam sungai, Saya dan Suami 'berbincang' pada mereka agar hidup baik-baik dan berusaha jangan sampai tertangkap manusia. Hiduplah dengan bebas dan bahagia.
Ada perasaan ikut senang meluap melihat mereka dapat berenang di sungai Cisadane yang luas membentang. Anehnya, mereka seperti mengerti yang kami katakan. Mereka berenang melawan arus mendekati tempat kami berdiri. "Pergilah..." kataku sambil melambaikan tangan memberi tanda untuk segera menjauh.
Beberapa kali mereka memalingkan kepala ke arah kami sambil berenang menjauh. Hingga akhirnya mereka benar-benar sudah tak terlihat. Mata ini berkaca-kaca menahan bahagia melihat mereka akhirnya dapat hidup bebas lepas.
Mereka mungkin hanyalah labi-labi namun mereka pun tahu berterima kasih. Seperti Saya dan kita semua yang pasti ingin bahagia, pun semua mahluk. Sebait doa kami kirimkan agar mereka dapat hidup bahagia.
**
Jakarta 9 Juli 2022
Penulis: Karly Santosa, Kompasianer Mettasik
Karyawati
        Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI