Akupun menjadi salah satu penyumbang pekatnya udara pembakaran dupa. Dengan media tiga batang hio, doaku "Semoga para leluhur dan sanak saudara yang telah meninggal yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu dapat ikut berbahagia dengan kebajikan yang telah kulakukan selama ini sehingga dapat terbebas dari segala penderitaan dan dapat berbahagia. Sadhu, sadhu, sadhu."
Beda ceritanya di tempat pemakaman. Setiap tahun bila kami pergi ke tempat peristirahatan nenek dari papa. Aku bingung cari lokasinya. Mungkin karena daya ingatku kurang tajam. Atau penghuni di sana semakin padat. Seperti penduduk dunia. Nenek mempunyai banyak teman baru setiap tahun. Jalan selangkah, sudah kaveling penghuni lain.
Jalanan ke sana pun macet. Banyak anak kecil dan orang dewasa tetiba muncul dan antre menunggu untuk mendapatkan rezeki musiman, setahun hanya sekali, kata mereka.
**
Waktu bergulir, dan entah berapa purnama sudah berlalu. Mama pun mendahului dan meninggalkan kami. Anicca, tidak ada yang kekal. Namun, kematian adalah hal yang pasti. Aku tumbuh dan tetap menjalankan ritual itu.
Namun ada yang tidak sama. Seiring waktu, pengaruh lingkungan dan bertambahnya pemahaman tentang buddhisme. Aku pun mulai mengerti dan semakin bangga menjadi anak Mama.
Aku ingat kata-kata Mama "Kamu harus ingat, tanpa ada kakek dan nenek, mana mungkin ada Mama, Papa, Koko dan kamu. Mama tahu, enggak semua orang ingat kebaikan leluhurnya, tapi kamu tidak boleh lupa sampai kapanpun. Jangan seperti kacang lupa pada kulitnya."
Mama adalah seorang penyabar dan penyayang pada sanak keluarga dan lingkungannya. Ia sering siapkan telinga menjadi pendengar yang baik ketika ada perselisihan individu. Memberikan advis dan anjuran. Merangkul saat mereka tak berdaya.
Sejatinya kisah Mama seperti lembaran cerita yang tidak pernah habis dibaca. Viriya (semangat) untuk merubah orang yang disayangi dan orang di sekitarnya menjadi lebih baik. Melukis kehidupan mereka dengan beragam warna kebajikan.
Ternyata ceng beng yang sering diungkapkan mama dalam tradisi Tionghoa adalah pelimpahan jasa (Pattidana) dalam buddhisme. Pattidana dapat dilakukan kapan saja dan dalam bentuk apapun. Kebajikan tidak lekang oleh waktu.
Kebajikan dapat berupa memberikan bantuan kepada sesama makhluk hidup yang membutuhkan. Antaranya memberikan nasihat, ikut berempati dan simpati. Berbahagia (bermudita citta) ketika orang lain berhasil atau bahagia. Atau memberikan kebebasan pada hewan di alam bebas.