Rupang tersebut digunakan sebagai bentuk penghormatan, untuk mengingat jasa-jasa kebajikan Sang Buddha, menghormati sifat-sifat luhur Beliau, menjadikan jejak langkah-Nya sebagai suri tauladan, dan lain sebagainya.
Tapi apa yang terjadi jika tidak ada patung Buddha? Pujabhakti tetap bisa dilaksanaka tanpanya.
Umat Buddha Tidak Meyakini Tuhan YME
Konsep Ketuhanan dalam agama Buddha berbeda. Tuhan tidak dipersonifikasikan, mutlak adanya, tak dijelmakan, tak diciptakan. Oleh sebab itu, tidak perlu diperdebatkan. Baik dengan sesama umat Buddha, terlebih lagi dengan agama lainnya.
Bagi umat Buddha, Sifat Ketuhanan YME adalah impersonal God. Juga mirip dengan ajaran Hindu yang dikenal denga istilah Brahma Nirguna. Sesuatu yang tanpa wujud, tanpa sosok.
Dengan demikian tidak bisa dibandingkan atau disamakan dengan apa pun. Dia yang ada di mana-mana dan juga tidak kemana-mana. Hal ini tertera pada Kitab Suci Tripitaka, Udana VIII:3.
Umat Buddha juga tidak menyebut nama Tuhan YME. Namun istilah yang dikenal adalah; Sanghyang Adi Buddha, Parama Buddha, Sankhata, Asankhata, Dhamma, dan beberapa lagi.
Umat Buddha mempraktikkan ritual-ritual magis
Disebutkan jika ritual potong lidah, berjalan di atas bara api, mandi minyak panas adalah ritual agama Buddha. Perlu diketahui bahwa tradisi agama Buddha tidaklah demikian.
Kendati semasa hidup, Hyang Buddha dapat melakukan abhinna, atau kemampuan batin yang luar biasa, seperti terbang, menghilang, berubah wujud, berjalan di atas air, membesarkan pohon, membaca pikiran, dan lain sebagainya.
Namun, itu bukan yang terutama. Dalam khutbah atau ajaran-ajaran Buddha, kesaktian seperti itu tidak pernah ditonjolkan, kecuali untuk esensi pengajaran kebaikan. Bukan untuk menyombongkan diri.
Sementara upacara potong lidah, mandi minyak panas, atau jalan di bara api adalah bagian dari ajaran Taoisme.
**