Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

8 Miskonsepsi terhadap Agama Buddha

9 Juli 2022   16:58 Diperbarui: 9 Juli 2022   17:05 1470
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
8 Miskonsepsi Terhadap Agama Buddha (gambar: prints-online.com. diolah pribadi)

Tempat beribadah umat Buddha disebut Vihara. Secara umum, pemahaman ini terbagi dua lagi. Yang ukurannya kecil disebut Cetiya (Caitya). Sementara yang berukuran besar disebut dengan Arama (Ashram, Asrama).

Masyarakat awam juga sering mendengar Kelenteng (Li thang) atau Bio. Ini sebenarnya merupakan tempat beribadah umat Buddha Tridharma. Atau ajaran tradisi yang menggabungkan tiga ajaran besar leluhur Tionghoa, yakni Buddhisme, Confucionisme, dan Taoisme.

Umat Buddha yang taat wajib vegetarian atau tidak makan daging sapi

Hyang Buddha semasa hidupnya sendiri tidak bervegetarian atau menolak persembahan makanan tertentu. Sepanjang umat yang berdana makanan tidak menyimpang dari aturan yang ditetapkan, maka seluruh pemberian adalah sah.

Yang bervegetarian atau tidak makan daging adalah aliran Mahayana atau Maitreya. Tidak salah juga, karena kedua ajaran ini mengembangkan ajaran cinta kasih (metta karuna) dari sang Buddha dengan interpretasi yang sedikit berbeda.

Agama Buddha adalah ajaran orang Tionghoa

Perlu dipahami bahwa agama Hindu dan Buddha adalah agama nenek moyang Indonesia. Kedua agama ini telah lama dianut, dihayati, dipraktikkan sebelum kemerdekaan Republik Indonesia.

Agama Buddha tersebar dari Sabang hingga Merauke. Penganutnya bukan saja etnis Tionghoa, tetapi juga suku Jawa, Sunda, Bali, Lombok, Dayak, dan etnis-etnis lainnya di Indonesia.

Demikian pula bila kita lihat di belahan bumi lain. Dari Eropa hingga Australia. Penganut agama Buddha bukan hanya Tionghoa saja.

Harus dikremasi

Umat Buddha yang meninggal dunia tidak ada keharusan untuk di Kremasi. walaupun Hyang Buddha dan Siswa-siswa Utamanya di Kremasi. Umat Buddha dapat mengikuti adat istiadat, sesuai budaya lokal setempat.

Boleh dikebumikan, diletakkan diatas bukit-bukit, dilarung dilaut luas. Karena dalam ajaran Buddha, ada 4 unsur utama pada tubuh manusia, yakni;

  • Unsur Tanah/padat, seperti tulang, gigi, dan rambut.
  • Unsur Api, yakni sifat manusia yang panas dalam tubuh manusia. Melambangkan nafsu, amarah, dan semangat yang menggebu-gebu.
  • Unsur Cair yang terdapat pada tubuh manusia adalah darah, air seni, atau nanah.
  • Unsur Udara. Pada tubuh manusia, udara adalah nafas yang berhembus setiap saat. Bersatu dalam mengidupi semua organ-organ tubuh. Setelah manusia meninggal, pernapasannya pun habis.   

Sepanjang keempat unsur dalam tubuh manusia ini ada, maka di sanalah jasad manusia bebas dikuburkan. Di atas bukit yang banyak udara, dikremasi dengan api, dilarungkan di tengah lautan, atau dikebumikan di tanah yang padat.

Umat Buddha adalah penyembah berhala

Dalam Pujabhakti (tata cara agama Buddha menjalani ibadah), Buddharupang atau arca Sang Buddha jamak terlihat. Namun, patung tersebut hanyalah objek bagi umat Buddha untuk beribadah. Seperti pembacaan paritta, bermeditasi, atau mendengarkan Dhamma.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun