Melihat Pak Husen yang masih bergeming, ibu-ibu pun mengeluarkan jurus menawar tingkat tinggi.
"Kami membeli semua pak, mau disumbangkan ke anak yatim piatu, jadi dikasih murah donk pak." Strategi berhasil, alasan beramal ternyata ampuh. Pak Husen menjadi iba, padahal dia juga membutuhkan uang.
"Yah, sudah ambil semuanya untuk 180 ribu rupiah", pungkas pak Husen.
"Lah, kita kan untuk amal, 170 ribu deh, semuanya," suara ibu-ibu itu terdengar melengking, tajam menusuk ke gendang telingaku.
Dengan berat hati, pak Husen pun setuju, "Ya sudah 170 ribu rupiah".
Ibu-ibu pun membayar dan dengan puasnya pergi membawa berbagai macam sayuran di tangan.
Setelah menghabiskan makanannku, saya bergegas membayar Bu Santi. Entah apa yang mendorong, langkah kaki ini tergerak menghampiri warung Pak Husen.
"Pak, apa bapak untung dengan menjual semua seharga 170 ribu rupiah saja?" tanyaku kepadanya.
"Iya dek, tapi untungnya hanya sedikit hampir tidak ada. Padahal saya harus membiayai anak saya untuk berobat", ungkap Pak Husen.
"Lah, anak bapak sakit apa? Apa ada yang bisa saya bantu?" tanyaku lagi.
"Tidak usah dek, anak saya sakit ringan saja. Saya akan bekerja di sore hari untuk mendapatkan upah tambahan".