Kita umat Buddha tidak perlu mengalami hal-hal tersebut untuk sadar dan meyakini bahwa hidup itu penuh perjuangan, Dalam Dhamma Vagga (14:4) / Dhammapada 182 Sang Buddha sudah memperingatkan:
Adalah sangat sulit terlahir sebagai manusia dlm lingkaran tumimbal lahir,
sungguh sulit hidup sebagai manusia,
sungguh sulit untuk dapat mendengarkan Dhamma,
demikianlah sungguh jarang terjadi kelahiran para Buddha
Begitu lahir kita butuh makan dan minum. Untuk hidup kita perlu komposisi udara tertentu untuk bernapas. Kepanasan hidup terancam. Kedinginan hidup terancam. Sambil semua itu kita alami, sel-sel tubuh ini membelah tiada henti menuju kerapuhan. Tiada henti dan tak terhentikan. Fenomena yang kita rayakan tiap tahun-penuaan. Itu baru sisi fisiknya (Rupa).
Secara mental kita mewarisi selera kamma masa lalu. Secara umum kesukaan dan ketidaksukaan ini sama dengan yang lain sehingga berebut. Kekhawatiran tidak kebagian yg disuka memicu keserakahan (lobha). Kehilangan yang disuka menimbulkan kebencian (dosa). Kesalahan pandangan hidup menjerumuskan kita ke pemuasan yg tiada habisnya. Tak terhindarkan.
Tidak. Kita Umat Buddha tidak perlu lagi diyakinkan bahwa hidup ini penuh perjuangan!
Solusi yang terbaik tentu saja meneladani Sang Buddha kita berkiblat melenyapkan penderitaan, terbebas dari program samsara ini dan menjadi arahat. Tapi seperti kutipan diatas, hal itu kan praktis mustahil kita capai dalam kehidupan (manusia) ini?
Bagaimana seorang buddhis berjuang dalam hidup saat ini sebagai manusia? Bagaimanakah seorang buddhis mempertahankan kebahagiaannya saat ini sebagai manusia? Bagaimanakah seorang buddhis menyikapi warisan Kamma yang tiada bisa diketahui atau dimengerti sebagai manusia?
Jawabannya lagi-lagi kita ikuti teladan dari Sang Buddha Gautama yang setelah mengalami enam tahun sengsara karena bersikukuh memerangi penderitaan mendapat inspirasi dari pengamen yang lewat. Bahwa gitar jika senarnya disetel terlalu kencang akan putus ketika dimainkan, tetapi jika senar disetel terlalu kendur tidak bunyi ketika dimainkan-Moderasi.
Meski setuju penerangan sempurna adalah satu-satunya jalan pembebasan, kita merawat jasmani dan mengelola rohani sebagai manusia dengan segala keduniawiannya dalam perjuangan hidup agar bisa melanjutkan perjuangan menuju pembebasan sejati itu.
Banyak tuntunan mengenai hal ini dalam Tipitaka, tapi saya menemukan Mangala Sutta sebagai manual dalam menjalani dan berjuang menyintas kehidupan yang sangat baik dan lengkap. Â Atas nama efisiensi dan efektivitas, Ijinkan saya sadur Sutta ini dalam sebuah daftar:
- Tidak bergaul dengan orang berpadangan salah (bukan sok suci, tapi berusaha moderat).
- Bertempat tinggal di tempat yang sesuai (Mungkin karena ini slogan agen properti itu-Lokasi, lokasi, lokasi).
- Berpengetahuan luas dan berketrampilan (Dhamma tidak pernah bertentangan dengan iptek-Ehipassiko).
- Terlatih baik dalam tata susila. (Jangan sampai jadi orang yg dijauhi dgn alasan nomor 1 diatas)
- Menunjang tapi tidak bergantung pada sanak keluarga.
- Bekerja dengan sungguh-sungguh. (Iyah, cari cuan karena moderat)
- Berdana. (melatih melepas bukan investasi)
- Tidak ketagihan terhadap apapun. (Apa hidup kurang Dukkha?)
- Bersyukur (rendah hati, ingat budi baik orang dan puas dengan apa yg dimiliki)
- Mudah dinasihati, meyakini Dhamma
- Bersemangat tidak hanya dalam belajar tapi juga dalam Menjalankan Dhamma.