Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Seberapa Parahkah Kepedulian Kita?

10 Juni 2022   05:01 Diperbarui: 10 Juni 2022   05:06 732
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seberapa Parahkah Kepedulian Kita? (gambar: csc.gov.sg, diolah pribadi)

"Peduli" sebuah kata yang sering saya dengar dari kecil sampai sekarang.

Peduli terhadap barang
Peduli terhadap tubuh
Peduli terhadap pekerjaan
Peduli terhadap karyawan
Peduli terhadap anak
Peduli terhadap orang tua
Peduli terhadap lingkungan

Seiring dengan berjalannya waktu, begitu banyak yang menuntut perhatian kita. Saya ingat dulu beli alat olahraga, baru dipakai beberapa kali, setelah itu tidak dipakai lagi. Lalu alat tersebut diletakkan di gudang, dan sekarang sudah rusak karena tidak terawat. Saya kemudian berpikir "untuk apa membeli barang yang akhirnya tidak saya pakai?" 

jika barang sudah tidak dipakai, maka ketidakpedulian mulai muncul, namun di sisi lain ada timbul perasaan "ah sayang, nanti akan saya pakai lagi", yang setelah berlalunya waktu jadi lupa.

Di sisi lain ada juga barang-barang yang masih diperlukan tapi karena ketidakpedulian jadi rusak. misalnya pengisi daya telepon genggam, laptop, mobil dan peralatan lainnya. Kepedulian menuntut kemauan untuk mempelajari sifat-sifat setiap barang. 

Seringkali kita membeli sesuatu hanya untuk bisa dipakai, namun tidak dipelajari bagaimana perawatannya, sampai suatu saat barang itu mulai bermasalah sehingga menuntut perhatian kita untuk mengenali dirinya.

Sebagai contoh, saat mengisi daya: telepon genggam sebaiknya tidak dipakai, kabel pengisi daya dijaga agar tidak tertekuk, kapasitas listrik yang dipakai sesuai dengan spesifikasi pengisi daya, lingkungan berada di suhu ruangan (tidak terlalu panas / dingin).

Contoh lainnya lagi, laptop hanya dipakai di atas alas datar yang kering dan keras, tidak dipakai di kasur / sofa kain / alas yang kotor yang memengaruhi kinerja kipas di bawah laptop untuk membuang panas mesin laptop.

Seiring banyaknya keterlibatan kita dengan banyak hal maka rentang peduli semakin besar dan luas. Namun di sisi lain kita bisa tetap peduli terhadap banyak hal, selama kita melatih itu. Jadi dalam hal ini perlu kesadaran dan kebiasaan. Jika sudah terbiasa peduli, maka akan mahir peduli dalam berbagai hal yang dihadapi.

Suatu hari tangan kanan saya pernah tidak bisa digerakkan. Setiap kali mau menggerakkan sepertinya tangan saya lumpuh, tidak bisa diangkat. "Sakit, jangan-jangan ada makhluk halus yang menempel, jangan-jangan stroke ringan, jangan-jangan bekas terkilir waktu dulu pernah terjatuh, jangan-jangan .... ." berbagai pikiran negatif muncul.

Setelah ditelusuri ini adalah akumulasi dari ketidakpedulian terhadap tangan kanan tersebut. Sebelumnya organ tangan saya sudah berteriak minta perhatian, namun karena kesibukan saat itu membuat saya tidak peka dan terus memakai organ tersebut. 

Sampai suatu pagi ketika saya bangun tangan kanan saya sudah tidak bisa digerakkan. Setelah terjadi biasanya panik dan timbul pikiran macam-macam, "kenapa ini?".

Akibat dari ketidakpedulian tersebut, saya memerlukan waktu untuk proses penyembuhan dengan tambahan biaya penyembuhan.

Contoh lain kepedulian pada karyawan. dari beberapa cerita yang saya dapat, karyawan yang bisa betah dalam pekerjaan kebanyakan karena kepedulian atasannya. Beberapa contoh seperti karyawan yang lembur sabtu minggu tidak dibayar dan atasan yang tidak peduli, yang sakit tidak ada kepedulian dari atasan untuk menjenguk atau membantu, 

yang sedang punya masalah dengan keluarganya / kesehatannya sehingga membuat kinerjanya menurun atasan malahan mengomeli / menasehati soal peraturan perusahaan dan sejenisnya, tanpa menanyakan kondisinya. Berbagai contoh ini membuat keluar masuknya karyawan baru di tempat itu tinggi. Akibatnya biaya perekrutan dan pelatihan perusahaan menjadi tinggi.

Di masa lalu saya pernah mengendarai motor yang tiba-tiba mogok di tengah jalan, karena tali penghubung rantainya terputus. Saat itu malam hari di tengah jalan yang tidak ada penerangan. Saya harus mendorongnya cukup jauh dengan bersusah payah, karena rantai tersebut menghambat pergerakan roda motor. 

Karena tidak mungkin didorong lagi, pada akhirnya harus mengeluarkan biaya tambahan untuk diangkut pakai mobil. Ketika mengalami kondisi seperti itu baru muncul kesadaran, "coba kalau saya lebih perhatian terhadap motor, tidak hanya dipakai saja".

Jadi ketidakpedulian identik dengan biaya tinggi. Kepedulian identik dengan penghematan dan terbukanya peluang-peluang lainnya.

Saya sering dengar bahwa segala yang ada di dunia ini suatu saat akan lapuk. Rumah dirawat seperti apapun suatu saat akan lapuk, pelapukan juga terjadi pada tubuh ini. Namun pertanyaannya apakah kita mau memakainya untuk jangka panjang atau jangka pendek? 

Apakah kita siap menanggung biaya besar mengatasi kelapukan yang begitu banyak dan cepat karena kurang dirawat? atau akan lebih bijak merawatnya sehingga proses lapuk melambat, dan hanya mengeluarkan biaya yang jauh lebih kecil? Apakah kita siap menanggung derita yang lebih besar akibat kurang peduli dengan barang-barang yang kita miliki, bahkan dengan tubuh kita yang organ-organnya rusak sehingga membatasi semua aktivitas kita?

Di sisi lain, ada juga pengaruh lingkungan yang bisa mengubah persepsi orang yang peduli. Alkisah dalam salah satu kisah di Dhammapada Atthakata 173, ada seorang murid yang begitu rajin dan pintar, sehingga menjadi kesayangan gurunya. Hal ini membuat kakak-kakak kelas dari murid tersebut menjadi iri dan berupaya mau menjatuhkan prestasi murid tersebut, 

namun sulit menemukan celah untuk menjatuhkannya. Akhirnya kakak-kakak kelas ini melakukan hal yang tidak terpuji, membuat skenario seolah-olah murid tersebut ingin merebut kekuasaan dan membuat sang guru agar mempercayai skenario tersebut. 

Skenario ini berhasil, sang guru yang awalnya peduli dengan murid itu lalu berubah menjadi peduli terhadap posisinya yang kuatir akan direbut oleh murid yang cerdas dan rajin tersebut. Akhir dari cerita sang guru kehilangan murid yang sangat berpotensi tersebut karena persepsinya yang keliru.

ketidakpedulian cerminan dari kotoran batin. Karena serakah jadi tidak peduli dengan yang lain, buang sampah sembarangan demi kenyamanan sendiri, namun memperburuk lingkungan. Tidak menyadari akibat lanjutan yang akan menimpa dirinya (banjir karena saluran mampet). Karena benci / kesal jadi tidak peduli dengan yang lain. 

Karena timbul benci akibat dihasut, guru tersebut jadi tidak peduli dengan murid yang pintar dan rajin, yang sebenarnya merupakan aset bagi perguruannya.

Kisah tua yang sudah berusia ribuan tahun ini, sampai sekarang masih bisa kita jumpai di berbagai praktek dalam sekolah, perusahaan, dan organisasi-organisasi lainnya. Seberapa sering kita mendengar berita yang berulang-ulang disampaikan oleh orang yang berbeda-beda kadang bisa memengaruhi persepsi kita. 

Untuk itu diperlukan kewaspadaan, kebijaksanaan, dan kemauan untuk cek ulang berita yang kita dengar, tidak sekedar menerima begitu saja. Hal ini pada akhirnya bisa merugikan diri kita sendiri.

Peduli terhadap jadwal, terhadap janji, terhadap kesepakatan. Memang ada aturan yang bisa disesuaikan dengan keadaan, namun setiap perubahan perlu disepakati kembali jika berhubungan dengan pihak lain.

Melanggar aturan lalu lintas agar cepat sampai, membuang sampah sembarangan, tidak pakai masker di kerumunan ketika masa pandemi, mengganti lampu belakang mobil dengan yang lebih terang sehingga menyilaukan pengemudi di belakangnya, dan berbagai pelanggaran ketertiban umum merupakan bentuk ketidakpedulian terhadap keselamatan diri dan sekitarnya.

Ada benarnya sebuah kutipan yang berbunyi "orang tidak peduli seberapa banyak kita tahu, sampai mereka tahu seberapa banyak kita peduli"

Berbagai kejadian kebakaran rumah, toko, pabrik, jika ditelusuri seringkali berujung pada kekurangpedulian. Contoh: kurang peduli merawat alat listrik, hanya bisa memakainya saja, tanpa memikirkan bahwa alat-alat tersebut juga ada usianya, tanpa memikirkan bahwa alat-alat tersebut juga ada kapasitas bebannya, 

bahwa alat-alat tersebut memerlukan pengaman tambahan (tidak asal pasang), bahwa alat-alat tersebut memerlukan suhu lingkungan yang memadai agar bisa bekerja optimal dan terhindar dari bahaya kebakaran.

Sebelum meninggalkan ruangan / rumah apakah lampu-lampu sudah dimatikan? Apakah listrik, pompa air, AC, kompor gas sudah dipastikan aman atau sebaiknya dicabut? Apakah sampah sudah dikeluarkan agar tidak jadi sarang penyakit? kepedulian-kepedulian kecil ini bersumbangsih kepada kepedulian terhadap bumi. Memakai energi seperlunya. Bukan karena "ini sudah jadi milikku, maka aku bebas menghamburkan energi."

Contoh berbagai bentuk kekurangpedulian terhadap tubuh:

  • Tidak setiap hari sikat gigi, sering dipakai makan yang terlalu panas / terlalu dingin, maka derita sakit gigi akan lebih cepat dirasakan.
  • Sering tidur larut malam, kurang istirahat, entah karena pekerjaan atau untuk bersenang-senang. Mengkonsumsi kopi / minuman energi berlebihan.
  • Meskipun badan sudah lelah tetap dipakai beraktivitas.
  • Makan dengan dengan tergesa-gesa, makan sambil bicara. Akibatnya jadi tersedak dan salah gigit.

Seperti yang dikutip dalam Dhammapada 157, Bila orang mencintai dirinya sendiri, maka ia harus menjaga dirinya dengan baik. Orang bijaksana selalu waspada selama tiga masa dalam kehidupannya

Mencintai diri sendiri berkaitan dengan menjaga lingkungan. Seperti sebuah ungkapan "Rawatlah bumi, maka bumi akan merawat kita". Ibarat rumah yang tidak dirawat, maka lama-kelamaan penghuni di dalamnya jadi tidak betah. "kenapa ya rumahku kok tidak nyaman dihuni?" Jika ditelusuri pangkalnya karena ketidakpedulian terhadap rumah sehingga kurang terawat. Semua tempat bisa menjadi menyenangkan, bisa juga menimbulkan penderitaan, tergantung penghuninya.

Menyelamatkan bumi dimulai dari diri sendiri, dari hal-hal sederhana, seperti mendaur ulang menjadi fungsi lain (misalnya pakaian menjadi kain lap) atau menyumbangkan barang-barang yang sudah tidak kita pakai. Selain menjaga kebersihan lingkungan juga bagian dari kamma baik melalui perbuatan peduli terhadap sesama (baik melalui daur ulang sehingga tidak menjadi sampah maupun disumbangkan).

Jadi beberapa hal terkait peduli:

Dalam hidup, suka tidak suka, mau tidak mau, kita harus terus belajar untuk memahami dan peduli terhadap berbagai hal yang kita hadapi.

Jika kita belum siap peduli, sebaiknya tidak membeli / memiliki barang / hewan / orang (misalnya komitmen menikah, memiliki anak, dan lain-lain), karena akan berujung pada derita diri.

Jika sudah tidak peduli dengan barang yang kita miliki, akan jauh lebih baik didanakan ke yang lebih peduli / membutuhkan.

Begitu pula dengan hewan piaraan, jika sudah tidak sempat mengurusnya, daripada di kurung sering tidak mendapat makanan, lebih baik dilepaskan ke alam bebas / diberikan kepada yang lebih peduli untuk mengurusnya.

Jika sudah terlalu banyak yang kita urus sehingga bisa memengaruhi tingkat kepedulian kita, sebaiknya mendelegasikan beberapa urusan ke orang lain yang masih mampu mengurusnya (tentunya dibimbing terlebih dahulu).

Akhir kata, hanya dibutuhkan sedikit kepedulian setiap hari terhadap diri dan sekeliling agar tidak menyesal dan menderita di kemudian hari.

Semoga kita semua semakin bijak dan peduli untuk menjaga barang, orang, dan lingkungan. Karena kepedulian ini pada akhirnya mendukung kemajuan hidup kita sendiri.

**

Jakarta 10 Juni 2022
Penulis: Fendy untuk Grup Penulis Mettasik

dokpri, mettasik, fendy
dokpri, mettasik, fendy

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun