Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Seberapa Parahkah Kepedulian Kita?

10 Juni 2022   05:01 Diperbarui: 10 Juni 2022   05:06 732
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokpri, mettasik, fendy

Setelah ditelusuri ini adalah akumulasi dari ketidakpedulian terhadap tangan kanan tersebut. Sebelumnya organ tangan saya sudah berteriak minta perhatian, namun karena kesibukan saat itu membuat saya tidak peka dan terus memakai organ tersebut. 

Sampai suatu pagi ketika saya bangun tangan kanan saya sudah tidak bisa digerakkan. Setelah terjadi biasanya panik dan timbul pikiran macam-macam, "kenapa ini?".

Akibat dari ketidakpedulian tersebut, saya memerlukan waktu untuk proses penyembuhan dengan tambahan biaya penyembuhan.

Contoh lain kepedulian pada karyawan. dari beberapa cerita yang saya dapat, karyawan yang bisa betah dalam pekerjaan kebanyakan karena kepedulian atasannya. Beberapa contoh seperti karyawan yang lembur sabtu minggu tidak dibayar dan atasan yang tidak peduli, yang sakit tidak ada kepedulian dari atasan untuk menjenguk atau membantu, 

yang sedang punya masalah dengan keluarganya / kesehatannya sehingga membuat kinerjanya menurun atasan malahan mengomeli / menasehati soal peraturan perusahaan dan sejenisnya, tanpa menanyakan kondisinya. Berbagai contoh ini membuat keluar masuknya karyawan baru di tempat itu tinggi. Akibatnya biaya perekrutan dan pelatihan perusahaan menjadi tinggi.

Di masa lalu saya pernah mengendarai motor yang tiba-tiba mogok di tengah jalan, karena tali penghubung rantainya terputus. Saat itu malam hari di tengah jalan yang tidak ada penerangan. Saya harus mendorongnya cukup jauh dengan bersusah payah, karena rantai tersebut menghambat pergerakan roda motor. 

Karena tidak mungkin didorong lagi, pada akhirnya harus mengeluarkan biaya tambahan untuk diangkut pakai mobil. Ketika mengalami kondisi seperti itu baru muncul kesadaran, "coba kalau saya lebih perhatian terhadap motor, tidak hanya dipakai saja".

Jadi ketidakpedulian identik dengan biaya tinggi. Kepedulian identik dengan penghematan dan terbukanya peluang-peluang lainnya.

Saya sering dengar bahwa segala yang ada di dunia ini suatu saat akan lapuk. Rumah dirawat seperti apapun suatu saat akan lapuk, pelapukan juga terjadi pada tubuh ini. Namun pertanyaannya apakah kita mau memakainya untuk jangka panjang atau jangka pendek? 

Apakah kita siap menanggung biaya besar mengatasi kelapukan yang begitu banyak dan cepat karena kurang dirawat? atau akan lebih bijak merawatnya sehingga proses lapuk melambat, dan hanya mengeluarkan biaya yang jauh lebih kecil? Apakah kita siap menanggung derita yang lebih besar akibat kurang peduli dengan barang-barang yang kita miliki, bahkan dengan tubuh kita yang organ-organnya rusak sehingga membatasi semua aktivitas kita?

Di sisi lain, ada juga pengaruh lingkungan yang bisa mengubah persepsi orang yang peduli. Alkisah dalam salah satu kisah di Dhammapada Atthakata 173, ada seorang murid yang begitu rajin dan pintar, sehingga menjadi kesayangan gurunya. Hal ini membuat kakak-kakak kelas dari murid tersebut menjadi iri dan berupaya mau menjatuhkan prestasi murid tersebut, 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun