Berkumpul di rumah pengurus vihara hingga malam hari sudah sering kulakukan. Baik hanya sekedar kongkow-kongkow, membicarakan kegiatan-kegiatan vihara, atau membaca paritta dan bermeditasi. saya bersyukur sudah dianggap sebagai keluarga sendiri. Sesekali ikut juga makan malam, bahkan menginap di sana.
Berjualan koran masih kulakukan. Meskipun terkadang rasa malu ini sudah mulai timbul, tapi saya mengambil positifnya saja -- Bengkulu sudah bukan lagi tanah rantau bagiku, saya sudah memiliki banyak keluarga di sana.
Merayakan hari raya imlek, saya dan teman-teman berkeliling rumah-rumah umat. Semuanya menyambut kami bak keluarga sendiri. Pada saat itu, perasaan rindu kampung halaman, seringkali muncul. Bagaimanakah kabar mereka di Tangerang?
Di kampus, saya adalah seorang aktivis. Bersama teman-teman kampus suka suka mengadakan seminar tentang perekonomian daerah. Belajar berorganisasi baik di kampus maupun di vihara, telah membentuk jati diriku sebagai seseorang yang aktif, toleran, dan setia kawan.
Sayangnya, tidak semuanya membuahkan hasil yang baik. Pada akhir pertengahan tahun 2000, disaat sedang menyusun skripsi, saya dan teman-teman mahasiswa ikut demo di depan gedung DPRD Prov. Bengkulu.
Terbawa euforia, saya terlibat dalam demo anarkis, sebuah mobil kami gulingkan. Akhirnya demo dibubarkan paksa oleh polisi. Ada beberapa mahasiswa yang ditangkap dan dipukuli oleh polisi, akibatnya harus masuk rumah sakit untuk dirawat, termasuk saya.
Penyesalan pun datang dengan seketika, teringat keluarga di kampung halaman, malu rasanya. Untungnya saya hanya dirawat selama 3 hari di rumah sakit. Teman-teman lain ada yang hingga berminggu-minggu.
Di rumah sakit, sekali lagi saya merasakan arti dari kesetiakawanan. Teman-teman kos yang baik hati, bergiliran datang menjengukku dan merawatku.
Gempa bumi Bengkulu berkekuatan 7,3 skala richter tahun 2000 juga menandai peristiwa penting yang kualami selama di tanah rantau. Banyak bangunan-bangunan yang rusak bahkan hancur. Termasuk beberapa bagian di kampus, dan juga rumah kosku.
Saya sempat merasakan kepanikan. Isu tsunami membuat kami harus mengungsi jauh ke atas bukit. Kampus menjadi tempat pengungsian karena lokasinya yang lebih tinggi. Sebagai mahasiswa, saya dan teman-teman pun dengan sigap menjadi volunteer. Membantu para warga yang mengungsi ke sana.
Tak terasa, empat tahun telah berlalu sejak saya berada di tanah Bengkulu. Tibalah hari yang berbahagia dalam hidupku, saya diwisuda. Saya bersyukur, di tengah kesibukanku berorganisasi, tetap masih bisa menyelesaikan kuliahku tepat waktu.