Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Berkah Utama, Menemukan Jati Diri di Tanah Rantau

7 Juni 2022   07:20 Diperbarui: 7 Juni 2022   07:23 650
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Berkah Utama, Menemukan Jati Diri di Tanah Rantau (gambar: vectorstock.com, diolah pribadi)

Pada saat bulan Ramadhan, saya juga ikut berpuasa. Ikut sahur, sebagai bentuk kebersamaan dan toleransi dengan teman-teman kos. Hitung-hitung, lumayan juga buat berhemat. Hehehe.

Tapi, aksi kebersamaan itu bukanlah ajang mencari perhatian. Saya senang melakukannya, karena memang saya telah menganggap teman-teman kos sebagai keluarga. Kami saling membantu dan menjaga tanpa perlu disuruh lagi.

Untuk membantu meringankan biaya kuliah, saya juga bekerja sebagai penjual koran di pasar.  Berjualan koran saya lakukan di pagi hari, sebelum masuk kampus. Ternyata teman-teman kuliah saya juga banyak yang bekerja di sana. Ada yang membantu orangtuanya jualan sayur, dan ada juga yang menarik gerobak untuk membawa barang-barang belanjaan para pembeli. Selesai berjualan saya singgah di tempat kos teman di dekat pasar, untuk makan dan belajar bersama.

Saya senang menjadi penjual koran. Banyak pengetahuan yang saya dapatkan melalui berita. Masalah ekonomi, politik, hingga berita-berita terkini. Manfaat tersebut membuatku terpilih menjadi salah satu pengurus majalah dinding di kampus.

Menjadi penjual koran juga tidak membuatku malu. Seringkali koran yang belum laku saya jual di kampus. Sesekali ada dosen yang membutuhkannya. "Ada mahasiswa yang jualan koran di sini?" dosenku bertanya. Saya dengan sigap langsung membawa daganganku ke depan kelas. Lumayanlah, dapat cuan lagi.

Seringkali saya tertawa sendiri. Citra sebagai mahasiswa penjual koran begitu melekat di tanah rantau. Dan itu Sesuatu yang tidak mungkin terjadi jika diriku masih di Tangerang, malu rasanya. Hehehe.

Jika libur panjang tiba, tempat kos menjadi sepi. Banyak teman-teman yang mudik ke kampung halaman. Pada saat itu, saya akan mengisi waktu lebih banyak di vihara. Mengurus keperluan umat dan membantu para pengurus vihara. Terkadang saya juga menginap di vihara, tidur bersama para pengurus lainnya.

Suatu saat ada acara perlombaan vihara se-Sumatera Bagian Selatan (Lampung, Jambi, Palembang, Bengkulu). Kebetulan saat itu Bengkulu terpilih menjadi tuan rumah.

Saya pun turut terlibat, membantu panitia, menjadi seksi kebersihan. Karena saya anak kos di tanah rantau, saya bebas untuk bekerja hingga larut dan mengurus apapun yang bisa dikerjakan.

Saya dengan cepat akrab dengan sesama umat buddha di Bengkulu. Dari para sesepuh hingga anak muda seusiaku. Mungkin karena terlalu sering terlihat di vihara, saya pun terpilih menjadi Ketua Muda-Mudi Vihara.

Syahdan, pergaulanku bertambah luas. Jika dulu hanya dengan sesama perantauan, kali ini juga dengan warga lokal, khususnya teman-teman vihara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun