Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Kami Bertemu di Titik Nol, Perjuanganku Berdamai dengan Kanker

5 Juni 2022   05:16 Diperbarui: 5 Juni 2022   07:41 877
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kami Bertemu di Titik Nol, Perjuanganku Berdamai dengan Kanker (gambar: irishtimes.com, diolah pribadi)

Kala itu, akhir tahun 2015, saya mengejar atasan saya untuk meminta tanda tangan. Berlari menuruni tangga empat lantai, seketika mata saya menjadi gelap dan napas terasa sesak.

Keesokan paginya kondisi saya tidak lebih membaik, nafas masih terasa sesak. Akhirnya saya dibawa ke UGD salah satu rumah sakit di Jakarta untuk mendapatkan bantuan oksigen.

Setelah menjalani serangkaian pemeriksaan, dokter bertanya tentang riwayat medis saya karena hal tersebut berhubungan dengan "sesuatu" di paru-paru saya.

Memang di tahun 2012, saya pernah melakukan operasi angkat rahim (HISTEREKTOMY), tetapi hasil biopsi pada saat itu adalah Leoimyoma, yaitu sejenis tumor jinak yang berasal dari otot polos.

Setelah mendengar dengan seksama riwayat medis saya, dokter kemudian menyarankan diriku untuk melakukan petscan. Hasilnya tidak terlalu menggembirakan, terdapat warna merah menyala pada rahim, paru dan tulang belakang. Artinya, kemungkinan ada kanker di bagian yang berwarna merah tersebut.

Para dokter yang saya kunjungi menyarankan saya untuk kembali ke dokter yang melakukan operasi pengangkatan rahim pada 2012 lalu. Saya mereka untuk kembali ke dokter yang melakukan operasi.

Tindakan biopsi ulang segera dilakukan. Pengecekan kembali terhadap jaringan saat operasi pada 2012 lalu yang masih tersimpan di rumah sakit.

Bagai petir di siang bolong, betapa kagetnya diriku mendengarkan kenyataan yang ada. Telah terjadi kesalahan diagnosa pada tahun 2012. Hasil biopsi yang seharusnya adalah Leiomyosarcoma, sejenis kanker ganas pada otot polos.

Untuk memastikan diagnosa dokter, saya melakukan pengecekan ulang ke beberapa dokter lainnya. Dan ternyata jawabannya sama, terdapat kanker pada otot polos yang saat ini sudah pada tahap stadium lanjut.

Bahkan ada dokter yang langsung menvonis usiaku sisa 6 bulan lagi. Ada juga dokter yang menyarankan tindakan kemoterapi, tetapi tidak bisa menjamin akan berhasil. Karena kanker saya ada di otot polos, kemungkinan besar organ lain yang mengandung otot akan ikut rusak.

Disamping jenis kanker yang saya derita juga tidak begitu responsif terhadap kemoterapi, maka kemungkinan besar tindakan kemoterapi hanya akan membuat kondisi saya semakin memburuk.

Seketika itu, hanya ada satu kalimat di dalam pikiran, "SAYA AKAN MATI DALAM WAKTU DEKAT !"

Sejak divonis kanker stadium lanjut, aktivitas seharian saya pun berubah. Dunia perkantoran saya tinggalkan, tidak ada lagi minat untuk hang out dengan teman-teman.

Kondisi saya lemah dan cepat lelah. Tak banyak lagi kegiatan yang bisa saya ikuti. Dunia sosial pun berubah. Saya lebih banyak mengenal teman baru sesama penderita kanker. Mereka jadi keluarga baru buat saya.

Mereka datang dari berbagai macam golongan, suku, dan agama. Ada yang berprofesi sebagai profesor, guru, pengusaha, karyawan, bahkan tentara. Kami saling berbagi pengalaman dan saling menyemangati. Berbagai pengobatan harus kami jalani, baik itu pengobatan medis atau alternatif.

Disitulah kami bertemu, di Titik Nol.

Ya, di Titik Nol ini kami sama-sama berjuang.

Di Titik Nol ini kami bersyukur karena diberi kesempatan untuk melihat dunia dari sisi yang berbeda.

Di Titik Nol ini pula, Kami baru paham pentingnya sebuah perjuangan.

Perjuangan dimulai ketika pertama kali dokter menyatakan,"Anda terdiagnosa penyakit kanker". Belum lagi jika ditambah dengan embel-embel vonis sisa umur yang bisa dihitung dengan jari.

Berbagai cara pengobatan ditawarkan. Kemoterapi, radiasi, operasi pengangkatan jaringan, meditasi, atau pengobatan alternatif lainnya. Tak jarang kami harus mengambil keputusan diantara pilihan-pilihan yang sulit.

Waktu bergulir, sudah banyak teman yang berpulang dalam pengobatannya. Rasa sedih yang mendalam ketika ada teman seperjuangan yang pergi untuk selamanya.  Apalagi sebelumnya kami telah melaluinya bersama dan saling menyemangati.

Mendengar rintihan bahkan teriakan kesakitan para sahabat merupakan hal yang membuat hati ini hancur. Pernah ada seorang teman saya yang menelpon saya hanya untuk berteriak, "SAKITTTTT SEKALIIII".

Saya tahu dirinya hanya ingin melampiaskan derita sakit yang dialaminya dengan berteriak. Tapi, tidak lama setelah itu, teman saya ini pun berpulang. Seperti sapu lidi yang ditarik satu batangnya, maka ikatannya akan menjadi kendor. Demikian pula ketika ada salah satu teman seperjuangan yang berpulang, semangat kami pun menjadi ikut kendor.

Separuh jiwa ini serasa ikut terbang. Disini kami menjadi terpuruk. Tetapi kami harus segera sadar untuk bangkit dari keterpurukan dan meneruskan perjuangan. Kami harus terus berjuang melakukan pengobatan dengan cara kami masing-masing.

Saya kemudian memutuskan untuk mengikuti Meditasi Kesehatan di Puncak. Saat itu saya membawa tabung oksigen untuk berjaga2. Ada beberapa teman yang menyemangati saya dengan mengantar sampai tempat meditasi.

Pengalaman meditasi pertama cukup menggembirakan. Badan dan jiwa ini terasa lebih segar. Kemudian saya memutuskan untuk melanjutkan meditasi tahap selanjutnya yang berada di Pulau Bali.

Selama berada di bandara, saya menggunakan kursi roda yang didorong oleh petugas maskapai penerbangan. Sesampainya di Bali, ada teman saya yang menjemput dan mengantarkan ke tempat meditasi.

Proses penyembuhan melalui program meditasi pun berjalan lancar, kesehatan saya berangsur membaik. Tubuh saya terasa lebih segar, dan jiwa ini terasa lebih sehat.

Yang paling mengagumkan adalah pola pikir saya yang berubah seketika. Dari "Saya akan mati dalam waktu dekat" menjadi "Saya pasti sembuh".

Meditasi juga membuat saya sadar bawa hidup itu selalu berubah, saya lebih bisa menerima kenyataan dan selalu bersyukur.

Memang begitu banyak perubahan yang saya alami. Saya banyak mendengar berita kematian. Tapi, tidak sama seperti sebelum ikut program meditas. Berita kematian tidak membuat semangatku untuk bertahan hidup menjadi kendor.

Saya menyadari bahwa kematian itu bisa terjadi kapan saja. Bukan saja bagi yang sakit seperti diriku, kadang yang sehat pun bisa berpulang terlebih dahulu.

Perubahan pun terjadi di lingkungan pergaulan. Saya bersyukur, selama sakit saya bertemu teman-teman yang luar biasa. Kami semua memiliki persamaan. Sama-sama para penyintas kanker dan para sahabat meditator. Kami saling menjaga dan memberi perhatian.

Saya tergabung dalam Grup "Faith." Sebuah komunitas yang para anggotanya sangat dekat dan saling menyemangati. Bersama kami mendirikan rumah singgah yang bernama "Rumah Singgah Faith".

Selain merupakan markas bagi kami, rumah singgah ini juga menyediakan tempat tinggal kepada para pasien kanker, dan pasien penyakit jantung bawaan untuk anak-anak dari luar kota yang sedang berobat berobat di sekitar rumah singgah.

Rumah singgah ini adalah wadah bagi kami saling berbagi kepada sesama.

Sejak terdiagnosa kanker, saya jadi lebih menghargai kehidupan. Saya merasa diberikan kesempatan kedua. Tak terasa waktu sudah berlalu 6 tahun sejak saya di vonis 6 bulan pada tahun 2016 lalu.

Setiap napas menjadi sangat berharga. Merasa bersyukur setiap bangun pagi ketika mata terbuka karena masih diberikan kehidupan. Dahulu melihat kehidupan lebih banyak dari sisi duniawi, tetapi sekarang saya telah diberi kesempatan untuk melihat dunia dari sisi yang berbeda.

Bersyukur karena diberikan peringatan untuk menanggalkan jubah kesombongan dan keegoisan. Saya bersyukur telah kembali ke titik nol. Karena dari sanalah saya lebih menyadari arti kehidupan.

**

Jakarta, 5 Juni 2022
Penulis: Mustika T untuk Grup Penulis Mettasik

dokpri, mettasik, mustika t
dokpri, mettasik, mustika t

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun