Kala itu, akhir tahun 2015, saya mengejar atasan saya untuk meminta tanda tangan. Berlari menuruni tangga empat lantai, seketika mata saya menjadi gelap dan napas terasa sesak.
Keesokan paginya kondisi saya tidak lebih membaik, nafas masih terasa sesak. Akhirnya saya dibawa ke UGD salah satu rumah sakit di Jakarta untuk mendapatkan bantuan oksigen.
Setelah menjalani serangkaian pemeriksaan, dokter bertanya tentang riwayat medis saya karena hal tersebut berhubungan dengan "sesuatu" di paru-paru saya.
Memang di tahun 2012, saya pernah melakukan operasi angkat rahim (HISTEREKTOMY), tetapi hasil biopsi pada saat itu adalah Leoimyoma, yaitu sejenis tumor jinak yang berasal dari otot polos.
Setelah mendengar dengan seksama riwayat medis saya, dokter kemudian menyarankan diriku untuk melakukan petscan. Hasilnya tidak terlalu menggembirakan, terdapat warna merah menyala pada rahim, paru dan tulang belakang. Artinya, kemungkinan ada kanker di bagian yang berwarna merah tersebut.
Para dokter yang saya kunjungi menyarankan saya untuk kembali ke dokter yang melakukan operasi pengangkatan rahim pada 2012 lalu. Saya mereka untuk kembali ke dokter yang melakukan operasi.
Tindakan biopsi ulang segera dilakukan. Pengecekan kembali terhadap jaringan saat operasi pada 2012 lalu yang masih tersimpan di rumah sakit.
Bagai petir di siang bolong, betapa kagetnya diriku mendengarkan kenyataan yang ada. Telah terjadi kesalahan diagnosa pada tahun 2012. Hasil biopsi yang seharusnya adalah Leiomyosarcoma, sejenis kanker ganas pada otot polos.
Untuk memastikan diagnosa dokter, saya melakukan pengecekan ulang ke beberapa dokter lainnya. Dan ternyata jawabannya sama, terdapat kanker pada otot polos yang saat ini sudah pada tahap stadium lanjut.
Bahkan ada dokter yang langsung menvonis usiaku sisa 6 bulan lagi. Ada juga dokter yang menyarankan tindakan kemoterapi, tetapi tidak bisa menjamin akan berhasil. Karena kanker saya ada di otot polos, kemungkinan besar organ lain yang mengandung otot akan ikut rusak.