Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Adakah Kemungkinan Baik dan Buruk Sama?

24 Mei 2022   04:55 Diperbarui: 24 Mei 2022   05:05 888
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Adakah Kemungkinan Baik dan Buruk Sama? (gambar: medium.com, diolah pribadi)

Kebaikan adalah harapan semua manusia, sebaliknya hal yang buruk tentu yang dijauhi oleh siapapun.

Tetapi kebaikan bagi seseorang belum tentu kebaikan bagi orang lain. Misalkan jika penderita penyakit kencing manis (diabetes melitus), asupan gula adalah hal yang buruk, sehingga sepantasnya dihindari. Tetapi ada sebagian orang yang butuh kalori, asupan gula adalah sesuatu yang baik.

Kebaikan bagi seseorang, belum tentu kebaikan bagi orang lain. Buruk bagi seseorang belum tentu buruk bagi orang lain. Baik dan buruk yang demikian adalah subjektif.

**

Ketika berlatih meditasi tentu saja hal yang baik harus diusahakan, hal yang buruk harus dikurangi.

Hal yang baik, seperti menghadirkan sati,  mengusahakan pikiran selalu ada pada saat ini (penjelasan ringan mengenati sati dapat dibaca di sini Apa sih yang dilatih dalam Meditasi?), harus benar-benar diusahakan. Sedangkan kegelisahan, kemalasan, keraguan, niat buruk, nafsu ragawi harus benar-benar dihindari.

Ketika latihan meditasi semakin membaik, maka aktivitas pikiran yang baik dan buruk mulai lebih jelas terlihat. Tentu saja berusaha menyingkirkan yang buruk dan mengejar yang baik.

Anehnya ketika mengejar yang baik, pikiran menjadi gelisah. Demikian juga ketika berusaha menghindari yang yang buruk.

Hal ini terjadi karena ketika menghindari yang buruk atau mengejar yang baik, pikiran dibebani aktivitas baru yang didasari oleh kebencian dan keserakahan. Karena adanya tambahan aktivitas yang tidak baik ini, maka meditasi menjadi lebih kacau.

Ketika mampu mengamati hal baik, tanpa harus mengejar, mengamati hal yang buruk, tidak menghindar maka pikiran akan lebih tenang.

Dalam kondisi demikian, maka dapat mengamati sifat asli dari aktivitas pikiran yang baik atau aktivitas pikiran yang buruk, yaitu keduanya adalah tidaklah kekal. Muncul, berlangsung, lenyap terus menerus tiada henti.

Ketika seseorang dapat memahami hal ini, maka reaksi pada aktivitas pikiran baik atau buruk adalah sama, seimbang, upekkha, kondisi demikian disebut sebagai sankharaupekkha nana. Selanjutnya apapun yang dihadapi apakah itu hal yang baik atau buruk, pikiran tetap seimbang, upekkha.

Mengapa hal ini dapat terjadi, karena baik dan buruk dalam contoh pertama (asupan gula) hanya kebenaran yang subjektif.

Sedangkan sifat tidak-kekal dari baik dan buruk aktivitas pikiran adalah kebenaran yang sejati, kebenaran yang berlaku pada apapun, kapanpun, dimanapun, siapapun.

Ketidakkekalan adalah kebenaran yang sejati.

Ketidakkekalan berlaku pada manusia, binatang, tanaman atau benda mati. Berlaku kapanpun, dari dahulu, sekarang dan akan datang. Berlaku di air, di darat, di udara, di angkasa maupun planet lain. Berlaku bagi bayi dalam kandungan, balita, anak kecil, remaja, orang dewasa, orang tua, berlaku bagi yang percaya, berlaku bagi yang menolaknya.

Di hadapan kebenaran (ketidak-kekalan), semua adalah sama. Tidak peduli baik atau buruk, semuanya tidaklah kekal.

**

Jakarta, 24 Mei 2022
Penulis: Jayanto Chua untuk Grup Penulis Mettasik

dokpri, mettasik, jayanto chua
dokpri, mettasik, jayanto chua

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun