Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Renungan Waisak: 80 Tahun, 80.000-an Ajaran, 1 Tipitaka

15 Mei 2022   07:19 Diperbarui: 15 Mei 2022   20:00 936
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beliau lahir di tahun 623 SM saat purnama sidhi di bulan Waisak, dengan nama Siddhattha di Kerajaan Kapilavatthu, India. Ayahnya adalah Raja Suddhodana dan ibunya bernama Ratu Maya.

Beliau bergelimang harta dan kekuasaan sebagai pangeran. Juga memiliki fisik dan kemampuan sempurna yang bisa dimiliki oleh seorang manusia kala itu. Lalu empat fenomena kehidupan yang dilihatnya, yaitu orang tua, orang sakit, orang mati, dan petapa, menjadi titik balik kehidupannya.

Beliau kemudian bertekad untuk mencari "obat" guna mengatasi usia tua, sakit, dan kematian. Beliau menginginkan agar mahkluk-makhluk dapat terbebas dari penderitaan yang berulang, yakni lahir, tua, sakit, dan mati. Di usia 29 tahun beliau meninggalkan kehidupan duniawinya yang gemerlap dan menjadi seorang petapa bernama Gotama.

Enam tahun Petapa Gotama hidup secara ekstrim menyiksa diri. Siang hari bertapa di bawah terik sinar matahari dan malam hari bertapa dengan berendam di air yang dingin. Akan tetapi "obat" yang dicari tidak jua ditemukan.

Ternyata dua kehidupan ekstrim yang pernah dijalaninya, yakni kehidupan glamor duniawi dan kepetapaan menyiksa diri, tidak mampu memenuhi misi pencariannya. Akhirnya, beliau sadar bahwa "Jalan Tengah"-lah yang seharusnya ditempuh, bukan salah satu dari dua ekstrim kehidupan yang pernah dijalani.

Tepat saat purnama sidhi di bulan Waisak, di usia 35 tahun, beliau mencapai pencerahan sempurna dan menjadi seorang Buddha. "Buddha" adalah "gelar" yang disematkan kepada seorang manusia yang mencapai pencerahan sempurna dengan usaha dan kekuatannya sendiri, tanpa bantuan makhluk lain.

Sebagai seorang Buddha, Beliau mengajarkan Dhamma. Ini adalah hukum kebenaran mutlak yang berlaku bagi siapa saja, kapan saja, dimana saja; tidak tergantung kepada orang, waktu, tempat, dan keadaan.

Dhamma diajarkan oleh Buddha Gotama kepada manusia dan para dewa. Dewa-dewa adalah makhluk yang lebih tinggi tingkatnya daripada manusia. Para dewa hidup dalam kesenangan di alam surga.

Buddha Gotama tidur rata-rata satu jam sehari dan sekitar enam kali sehari mengajar manusia dan para dewa. Selama 45 tahun dari sejak menjadi Buddha hingga mangkat (parinibbana), terkumpul lebih dari 80 ribu topik ajaran. Semuanya disatukan ke dalam Tipitaka/Tripitaka. Ini menjadi kitab suci agama Buddha, seluruh kitabnya mencapai satu lemari penuh.

Buddha Gotama parinibbana di usia 80 tahun saat purnama sidhi di bulan Waisak di tahun 543 SM. Kemangkatan Buddha Gotama menandai dimulainya perhitungan tahun buddhis (Buddhist Era/BE).

Waisak adalah peringatan atas tiga kejadian utama, yakni kelahiran Pangeran Siddhattha, pencapaian pencerahan sempurna Petapa Gotama, dan parinibbana Buddha Gotama.

Dalam kitab suci Dhammapada syair 182, Buddha Gotama mengatakan:

"Sungguh tidak mudah untuk dapat terlahir sebagai manusia,. Tidak mudah pula menjalani kehidupan dalam ketidakkekalan ini. Sungguh langka kesempatan untuk mendengarkan Kesunyataan (ajaran Dhamma). Langka pula munculnya seorang Buddha".

Terlahir sebagai manusia sangatlah sukar, terutama bagi makhluk-makhluk di alam-alam yang lebih rendah dari alam manusia. Kemungkinannya adalah seperti seekor kura-kura buta yang hanya muncul ke permukaan laut setiap seratus tahun sekali, dimana kemunculannya harus bertepatan dengan saat bulan purnama dan kepalanya harus tepat masuk ke dalam gelang-gelang.

Sungguh kemungkinannya teramat sangat kecil. Sesungguhnyalah, terlahir sebagai manusia normal merupakan buah dari perbuatan-perbuatan (karma-karma) baik yang telah dilakukan di kehidupan-kehidupan sebelumnya.

Saat ini kita sudah terlahir sebagai manusia, berarti kesulitan pertama sebagaimana tercantum dalam Dhammapada syair 182 kalimat pertama sudah terlampaui. Dengan potensi kita yang sudah menjadi "pemenang" dalam kejuaraan super sulit dari sejak awal kita terbentuk dari pertemuan benih ayah dan ibu, kita telah memiliki bekal untuk menghadapi berbagai tantangan dan kesulitan dalam kehidupan sebagai manusia.

Saat ini pun kita terlahir di bumi yang masih mengenal ajaran Dhamma dari Buddha Gotama, walaupun kita tidak terlahir di zaman yang sama dengan Beliau. Berarti kalimat-kalimat selanjutnya sebagaimana tercantum dalam Dhammapada syair 182 sudah cocok. Meskipun tidak bertemu langsung dengan seorang Buddha, tidak perlu mengecilkan hati kita untuk mengisi kehidupan ini dengan sebaik-baiknya.

Jika kita menyadari bahwa kelahiran kita sebagai manusia dalam kehidupan ini sebagai buah karma-karma baik, seharusnya mendorong kita untuk terus memupuk karma-karma baik yang baru. Caranya adalah dengan berbuat baik sebanyak mungkin melalui pikiran, ucapan, dan perbuatan badan jasmani.

Kita harus memanfaatkan sisa waktu dalam kehidupan sebagai manusia ini dengan sebaik-baiknya. Kita tidak tahu kapan kehidupan kita akan berakhir. Namun yang pasti, kematian dari setiap manusia yang pernah dilahirkan adalah tak terelakkan.

Laiknya seseorang yang sedang bersiap melakukan perjalanan, semisal keluar kota, keluar negeri atau pun hanya sekadar berkunjung ke rumah teman, umumnya kita menyiapkan "bekal" berupa pakaian, uang, makanan, dan lain sebagainya.

Akan tetapi, sudahkah kita menyiapkan sebaik-baiknya "bekal" kita bagi kehidupan dalam kelahiran-kelahiran yang akan datang? "Bekal" kehidupan nanti itu sama sekali bukan dalam bentuk benda fisik, akan tetapi berupa kumpulan karma baik yang akan berbuah di waktu-waktu atau kehidupan-kehidupan selanjutnya.

Buddha Gotama sama sekali tidak "gila hormat" sehingga Beliau mengatakan bahwa penghormatan tertinggi kepada seorang Buddha adalah dengan cara mempraktikkan apa yang sudah diajarkanNya (Dhamma).

Memiliki pengertian dan pemahaman benar dengan banyak belajar teori Dhamma adalah langkah benar yang pertama. Langkah ini harus diikuti oleh langkah benar berikutnya, yaitu mempraktikkan berbagai teori Dhamma dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini untuk mencicipi "rasa" yang sebenarnya sehingga bisa meningkatkan keyakinan yang lebih kuat melalui pengalaman langsung.

Sungguh menyedihkan orang yang tidak pernah mempraktikkan teori Dhamma yang sudah dipelajari. Meski dengan demikian dia tidak pernah berbuat salah dibandingkan orang yang berani mempraktikkan apa-apa yang sudah dipelajari. Orang yang berani mempraktikkan Dhamma jauh lebih bernilai atau berharga dibanding orang yang belajar Dhamma secara teori semata.

Jika kita hanya memuaskan keingintahuan intelek kita dengan banyak belajar teori Dhamma tetapi tidak pernah mempraktikkannya, kita ibarat sendok atau garpu yang walaupun terbuat dari emas permata, akan tetapi tidak mampu merasakan nikmatnya makanan. Tetapi jika kita mampu mempraktikkan berbagai pengetahuan Dhamma dalam kehidupan sehari-hari, kita seumpama lidah yang mampu merasakan nikmatnya makanan.

Buddha Gotama merupakan pembabar agama yang mengutamakan dan mengagungkan praktik dari ajaran yang sudah disampaikan. Ajaran setiap Buddha seperti ditemui dalam Dhammapada syair 183:

"Jangan berbuat jahat, berusahalah melakukan kebajikan, sucikan hati dan pikiran. Inilah ajaran para Buddha."

Ketiga inti ajaran dari para Buddha tersebut semuanya berbentuk praktik, praktik, dan praktik.

Praktik Dhamma bisa dilakukan melalui pikiran, ucapan, dan perbuatan badan jasmani. Memulai perbuatan baik dari yang kecil secara rutin akan menjadi awal yang baik. Lalu meningkat ke perbuatan-perbuatan baik menengah dan besar. Dalam Dhammapada syair 122, Buddha mengatakan:

"Jangan meremehkan kebajikan (meskipun kecil) dengan berkata, 'Itu tak akan berakibat apa-apa bagiku.' Seperti tempayan akan penuh oleh air yang jatuh menetes, begitu pula orang bijaksana memenuhi dirinya sedikit demi sedikit dengan kebajikan."

Selamat Memperingati Hari Trisuci Waisak 2022/2566 BE!
Sabbe satta bhavantu sukhitatta! Semoga semua makhluk berbahagia!

dokpri, mettasik, toni yoyo
dokpri, mettasik, toni yoyo

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun