Secara singkat meditasi adalah mengubah cara kerja pikiran.
Pikiran seperti sebuah rumah yang dihuni oleh berbagai aktivitas pikiran, seperti perasaan, berbagai emosi, kenangan/ingatan/persepsi dan kesadaran.
Tetapi pikiran terlalu sibuk, pergi ke sana kemari, sehingga rumahnya dapat dimasuki oleh siapapun. Pikiran sibuk mengenang masa lalu, pikiran sibuk mengembara ke masa depan.
Padalah, mengenang masa lalu akan berakhir pada penyesalan. Jika masa lalu indah, menyesal, mengapa semua sudah berlalu. Jika masa lalu menyedihkan, menyesal mengapa terjadi.
Demikian juga mengembara ke masa depan, pada ujungnya hanyalah kekhawatiran. Andaikata masa depan adalah sebuah kebahagiaan, khawatir tidak terjadi. Sebaliknya, jika kesedihan, kekhawatiran akan terjadi.
Pikiran yang mengembara berujung kepada penyesalan dan kekhawatiran, juga membiarkan pikiran diisi oleh aktivitas yang tidak terkendali, seperti iri, dengki, mudah marah, serakah, cemburu, malas, gelisah, sombong dan banyak lagi lainnya.
Selama berlatih meditasi pikiran dilatih untuk kembali ke rumahnya, kembali pada saat ini.
Misalkan dengan mengamati nafas masuk dan keluar, mengamati objek tanpa menilai. Hanya mengetahui dengan jelas nafas masuk nafas keluar. Pikiran yang terbiasa menilai, akan berusaha membandingkan dengan masa lalu, apakah nafasnya begini, begitu dan banyak penilaian lainnya. Jika hal ini terjadi, kembali arahkan perhatian ke objek, cukup tahu kalau nafas masuk dan keluar.
Jika pikiran pergi mengembara apakah ke masa lalu atau ke masa depan, tidak perlu marah, kecewa akan hal ini, cukup mengarahkan kembali ke nafas masuk dan keluar. Selalu waspada agar pikiran tidak meninggalkan pengamatan nafas masuk dan keluar.
Ketika mampu mengamati nafas masuk dan keluar, maka pikiran sudah mulai berada pada saat ini, waspada akan keliaran pikiran yang sering mengembara, sehingga dapat dikatakan sati sudah hadir.
Sati adalah kata dalam bahasa Pali yang tidak ada padanannya dalam bahasa Indonesia. Untuk menjelaskan sati, dapat diumpamakan seperti menyapih seekor anak sapi (agar anak sapi tidak menyusui induknya), padahal induk sapi ada di sekitarnya. Anak sapi pasti akan menghampiri induknya untuk menyusui.
Untuk itu anak sapi diikat di sebuah tiang yang kuat, dengan tali yang tidak terlalu panjang. Jika anak sapi meninggalkan tiang tersebut ia akan tertahan oleh tali. Tetapi anak sapi itu akan terus menerus berusaha menghampiri ibunya, tetapi tetap tidak bisa. Akhirnya lama kelamaan ia lelah dan diam di sekitar tiang.
Dalam meditasi anak sapi adalah pikiran, tiang adalah objek meditasi (dalam contoh adalah nafas masuk dan keluar), tali adalah usaha terus menerus untuk mengembalikan pikiran ke objek meditasi. Kondisi anak sapi yang diam di sekitar tiang, adalah sati.
Ketika sati sudah hadir, maka aktivitas pikiran lainnya, seperti malas, lambat, gelisah, khawatir, benci, serakah, sombong secara perlahan berkurang, hal ini karena dalam pikiran hanya ada satu aktivitas dalam setiap saat, jika ada sati, maka yang lain tidak dapat hadir.
Ketika sati terus meningkat, sangat kuat lalu menyatu, maka semua aktivitas batin lainnya tidak dapat muncul sama sekali, kondisi ini disebut sebagai samadhi, biasa dikenal dengan nama jhana. Dalam kondisi demikian tercapai kedamaian dan ketenangan yang kuat.
Tetapi ketika keluar dari kondisi demikian, aktivitas lainnya tetap akan muncul, ketenangan dan kedamaian juga sirna. Keserakahan, iri, dengki, sombong dan lainnya akan muncul kembali.
Semua aktivitas pikiran ini muncul kembali karena pikiran memandang semua aktivitas tersebut adalah sesuatu yang indah, sesuatu yang dapat dipertahankan, sesuatu yang menyenangkan, dianggap milikku, dianggap sebagai diriku, dianggap sebagai aku, menganggapnya sesuatu yang tidak berbahaya.
Akibatnya pikiran mengejar kesana kemari dengan penuh gairah, yang disebut sebagai tanha, kegandrungan. Seperti anak kecil yang akan mengejar seseorang yang akan memberinya hadiah, padahal bukanlah hadiah hanyalah racun, tapi anak kecil itu terus menerus berlarian dengan riangnya mengejar.
Untuk itu pikiran harus dilatih untuk mengenali semua aktivitas batin dengan mengenalinya sebagaimana apa adanya, mengetahui dengan jelas bahwa semua aktivitas yang muncul tidak akan bertahan lama, muncul sejenak lalu lenyap, tidaklah kekal (anicca).
Segala yang tidak kekal tidak mungkin merupakan kebahagiaan, tetapi hanyalah ketidakpuasan (dukkha), silahkan simak penjelasan mengenai hal ini di sini: Kisah Bakmi yang Mengajari tentang Kehidupan.
Semua aktivitas yang tidak kekal, yang mengecewakan, kemunculan dan lenyapnya tidak mungkin dikendalikan, maka tidak dapat dianggap sebagai milikku, diriku, aku (anatta).
Ketika pikiran dapat melihat aktivitas ini sebagaimana apa adanya secara langsung, bahwa tidak indah, tidak kekal, mengecewakan, tidak dapat dianggap sebagai milikku, diriku, aku, maka secara otomatis akan menghindari, menjauhi dan meninggalkan.
Ketika pemahaman ini terjadi, maka aktivitas yang tidak berguna akan secara perlahan tidak muncul, sehingga kedamaian akan hadir, karena sudah ada pengertian benar, sudah ada pengetahuan benar, sudah muncul kebijaksanaan.
**
Jakarta, 11 Mei 2022
Penulis: Jayanto Chua untuk Grup Penulis Mettasik
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H