Sebagai seorang ibu dari tiga orang anak, saya sering sangat ambisius dengan masa depan anak-anak saya.
Seperti banyak orangtua yang lain, saya ingin memberikan yang terbaik untuk mereka dan memastikan bahwa ketiga anak saya akan bahagia, berhasil, dan sukses menjadi "orang" dalam kehidupan mereka nanti.
Selain sangat ambisius, saya juga sering merasa cemas dan khawatir tentang masa depan anak-anak saya. Apalagi kalau saya membayangkan bagaimana mereka nanti kalau saya sudah tidak bersama mereka lagi (saya meninggal dunia)
Karena ambisi dan kecemasan saya untuk melihat anak-anak saya berhasil "menjadi orang", maka saya berusaha menyiapkan semua fasilitas yang menurut pikiran saya adalah yang terbaik untuk masa depan mereka.
Saya ikutkan dan daftarkan anak-anak ke sekolah terbaik dan semua les terbaik yang saya pikir akan membantu mereka untuk siap berkompetisi di dunia yang keras ini. Saya berusaha sekuat tenaga untuk memastikan dan mengendalikan masa depan mereka.
Sekeras apapun saya memastikan, tapi tetap saja saya masih merasa tidak aman dan cemas. Apakah semua yang sudah saya lakukan ini cukup untuk masa depan mereka? Apakah mereka akan baik-baik saja kalau saya ibunya tidak ada?
Semakin saya cemas dan khawatir, semakin keras saya bekerja, dan berakrobat dalam bekerja istilahnya sampai "kaki di kepala kepala di kaki" dalam bekerja mencari "uang" untuk membiayai kebutuhan pendidikan terbaik anak-anak saya.
Saya menjadi orang yang sangat sibuk bekerja dengan alasan demi masa depan anak-anak. Saya menjadi ibu yang tidak punya waktu untuk berbahagia dan menikmati waktu bersama anak-anak saya.
Saya menjadi orang yang selalu terburu buru, lelah lahir dan batin dan menjadi ibu yang hampir selalu tidak punya waktu saat anak-anak mencari dan membutuhkan saya.
Kalau anak anak protes, selalu saya tekankan ke anak-anak untuk mengerti bahwa ini semua adalah demi untuk masa depan mereka!
Saya benar-benar hanyut dalam kendali kecemasan dan keruwetan pikiran saya tentang masa depan anak-anak saya. Saya sama sekali lupa bahwa anak-anak saya tidak hanya membutuhkan materi untuk menyambut masa depan mereka.
Semesta Maha Baik...
Di tengah kecemasan dan keruwetan pikiran saya tentang masa depan anak-anak saya, "Invisible Hands" menuntun saya bisa bertemu dengan Ajaran Dhamma. Tuntunan pembabaran yang luar biasa tentang Hukum Alam yang Universal dari beberapa Bhante di Youtube membuka realita saya tentang "Kesunyataan Hidup"
Salah satu pembabaran Hukum Alam yang berkaitan dengan kecemasan saya mengenai masa depan anak-anak saya adalah Hukum Sebab Akibat / Hukum Karma / Hukum Tabur Tuai yang berlaku mutlak dan pasti di alam ini.
Pemahaman ini benar-benar membuka realita saya tentang kenyataan hidup dan menghantam juga menghancurkan kesombongan saya yang selalu berpikir bahwa "Masa depan anak anak saya semua berada di dalam kendali tangan saya, ibu mereka!"
Dari pembabaran para Bhante pemahaman saya dituntun untuk menyadari bahwa setiap anak membawa karmanya masing masing, dan juga setiap anak memiliki kehendak bebas untuk memutuskan kehidupan seperti apa yang akan mereka jalani nantinya.
Sebagai orangtua mereka, kita sama sekali tidak berhak dan tidak bisa mencoba mengatur atau mengendalikan masa depan mereka.
Sebagai orangtua, tugas dan tanggung jawab kita hanyalah :
Sebaik mungkin mengajarkan dan membekali pemahaman tentang Hukum Alam / Hukum Karma / Hukum Tabur Tuai / Hukum Sebab Akibat kepada anak anak kita.
Bahwa dalam hidup ini berlaku satu Hukum Alam yang pasti yaitu: Hukum Sebab Akibat, bahwa "Ada sebab ada akibat dan akibat itu pula yg menciptakan sebab"
Hukum Sebab Akibat yang disebut juga Hukum Karma / Hukum Tabur Tuai
"Apapun yang kita tabur, pasti akan kita tuai!"
Sebagai orangtua, kita wajib mengajarkan pemahaman ke anak-anak kita bahwa "Apapun yang mereka ingin petik, mereka harus menanam itu!"
Dengan pemahaman tentang Hukum Alam ini dan mengajarkannya kepada anak-anak saya, sekarang saya bisa menjalani peran saya sebagai Ibu dengan lebih ringan dan penuh percaya diri.
Kecemasan dan kekhawatiran saya juga jauh berkurang saat membayangkan jika nantinya anak anak saya harus hidup terpisah dari saya.
Karena TERNYATA bukan saya. "pelindung" mereka! Saya terlalu sombong , saya salah!
Bukan... Bukan saya pelindung anak- anak saya!
Karena sebetulnya hanya karma "kebaikan" anak-anak saya sendirilah yang akan menjadi pelindung mereka di manapun mereka berada.
"Hanya kebaikan yang mereka tabur itulah pelindung sejati mereka!"
Sekarang anak-anak saya sudah bertumbuh semakin besar, dengan kesadaran dana pemahaman Hukum Tabur Tuai yang saya ulang-ulang ajarkan ke mereka, mereka bertumbuh dengan belajar untuk "mengamati" tentang kesunyataan hidup dan kebenaran Hukum ini.
Bahwa di alam ini berlaku satu Hukum yang mutlak berlaku adil untuk semua dan tidak bisa ditawar...
Bahkan kalau anak-anak saya berbicara tentang pekerjaan impian mereka, kriteria pasangan hidup seperti apa yg mereka harapkan... tentang apapun mimpi mereka...
Saya hanya kembalikan ke mereka tentang Hukum Alam yang berlaku, Hukum Tabur Tuai.
"Apa yang ingin kamu petik, tanamlah itu!
That's it! Itu saja!
Dengan bimbingan ajaran Dhamma pula saya mengajarkan kepada anak-anak saya, untuk tidak hanya menabur tapi juga menabur dengan hikmat dan kebijaksanaan; tahu musim yg tepat untuk menabur, memilih benih yang baik, merawat benih/tanaman yang ditabur sebaik mungkin...
Tetapi jangan pernah melekat kepada hasilnya. Serahkan ke Alam! Alamlah yang akan menumbuhkan tepat sesuai dengan semua upaya yang sudah kita lakukan.
Alam dengan keadilannya akan menentukan waktu kapan dan seperti apa hasil dari benih yang kita tabur.
Tidak semua hasil ada di tangan kita! ... Ada banyak faktor yg mempengaruhi taburan kita.
Tugas kita hanyalah menanam dan melakukan semua dengan usaha yg terbaik... dan hasilnya serahkan ke Alam, kapan kita akan menuai dengan tuaian seperti apa!
Karena sebuah benih membutuhkan waktu untuk bisa bertumbuh dan menghasilkan, tidak ada yang "instant" di alam ini! Semua butuh waktu dan proses!
Dengan berbekal pemahaman Hukum Tabur Tuai ini, dan mengajarkan kepada anak-anak saya,hidup saya menjadi lebih ringan dan pasti...
Tidak perlu cemas dan ruwet karena Alam itu Maha Adil! Siapa menabur dia menuai!
Sekarang saya bisa optimis dengan masa depan anak-anak saya, karena dengan memahami Hukum Tabur Tuai dan melakukan, mereka bisa menentukan sendiri hidup seperti apa yang mereka inginkan. Mereka adalah penentu dari masa depan mereka sendiri melalui apa yang mereka tabur, baik melalui pikiran, ucapan dan tindakan mereka.
Sekarang saya bisa penuh percaya diri berkata.. kapanpun saya harus "pulang" saya akan bisa menutup mata saya dengan tenang karena warisan paling berharga yaitu pemahaman tentang Hukum Tabur Tuai telah saya ajarkan dan wariskan kepada permata-permata hati saya...
Dengan segala kerendahan hati saya, saya sangat bersyukur dengan kesadaran dan pemahaman saya di level ini, sehingga saya bisa memahami sebuah ayat yang selama ini ada di Alkitab dengan lebih dalam dan tepat.
"Karena apa yang ditabur orang itu juga yang dituainya" Galatia 6:7
"Terima kasih Dhamma, Tuhan Semesta Alam untuk semua tuntunanmu dalam langkah hidupku!"
"Semoga semua mahluk berbahagia dan bisa bertemu jalan pencerahan!"
**
Jakarta, 28 April 2022
Penulis: E.P. untuk Grup Penulis Mettasik
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H