Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Renungan Ulang Tahun: Si Tukang Lentera dan Jejak Kehidupan

16 April 2022   05:36 Diperbarui: 16 April 2022   05:47 61545
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Renungan Ulang Tahun: Si Tukang Menyalakan Lentera dan Jejak Kehidupan (wallpaperflare.com, diolah pribadi)

Pernahkah kita terpikir kenapa yang dipakai adalah "ultah" (ulang tahun) dan bukan "ulbul" (ulang bulan) atau "ulming" (ulang minggu), bahkan "ulhar" (ulang hari)? Akan muncul berbagai jawaban yang dapat memicu perdebatan tentang alasannya.

Jawaban netral yang kemungkinan dapat diterima oleh kebanyakan orang adalah supaya tidak terlalu sering pelaksanaannya. Momennya akan lebih terasa jika diperingati atau dirayakan tidak terlalu dekat waktunya. Lebih baik setiap tahun daripada setiap bulan, minggu, atau hari.

Berbeda orang dapat berbeda cara memperingati atau merayakan ultahnya. Ada yang tanpa perayaan, ada yang selebrasinya biasa-biasa saja, tetapi ada juga yang dengan pesta meriah.

Sebagian orang yang lain menggunakan momentum ultah untuk berefleksi. Mereka merenungkan apa-apa yang sudah lewat dan bersiap menyongsong apa-apa yang akan datang.

Sewaktu seseorang berulang tahun, apakah usianya bertambah atau berkurang? Tergantung kepada referensinya. Jika referensinya masa hidup yang sudah dijalani maka sewaktu ultah, usia bertambah. Namun jika referensinya sisa masa hidup yang akan dijalani maka sewaktu ultah, usia berkurang.

Orang-orang bijaksana mengatakan, "Dari waktu ke waktu, yang semakin jauh adalah kelahiran dan yang semakin dekat adalah kematian." Tentu saja bukan berarti sewaktu ultah kita harus bersedih hati bahkan takut karena kita semakin menuju ke kematian.

Salah satu renungan yang bisa menjadi refleksi terbaik sewaktu kita berulang tahun adalah cerita berikut. Renungan refleksi ultah ini berkaitan dengan "jejak kehidupan" yang seyogyanya kita tinggalkan sewaktu kita hidup.

Zaman dahulu ada seorang tukang menyalakan lentera yang tugasnya menyalakan lentera di rumah-rumah penduduk desa begitu hari beranjak malam. Zaman itu belum ada penerangan listrik. Antara rumah yang satu dengan yang lain juga tidak berdekatan.

Di bagian depan dari setiap rumah penduduk desa diletakkan sebuah lentera yang cukup besar. Lentera ini sekelilingnya diberikan pembatas sehingga nyala api lentera tidak akan padam tertiup angin. Pembatas sekeliling lentera itu transparan sehingga nyala api lentera bisa dilihat hingga kejauhan.

Lentera depan setiap rumah tersebut juga diletakkan sedemikian rupa sehingga tidak akan terkena air sekiranya hujan turun. Nyala api lentera akan cukup untuk menerangi bagian depan rumah hingga jarak beberapa meter ke depan.

Orang-orang dari kejauhan akan mudah melihat nyala lentera di kegelapan malam. Orang-orang dari kejauhan akan tahu dari nyala api lentera bahwa ada sebuah rumah di sana.

Tugas menyalakan lentera di rumah-rumah penduduk desa ini sudah dilakoninya lama dari sejak ia muda. Orang-orang menamakannya si "tukang menyalakan lentera".

Setiap sore menjelang matahari terbenam, ia akan berkeliling membawa tangga dan lenteranya sendiri. Ia lalu mampir di setiap rumah, menyandarkan tangganya di tiang lentera rumah tersebut, dan menyalakan lentera rumah tersebut menggunakan nyala api lentera yang dibawanya.

Demikianlah yang dia lakukan di setiap rumah. Berpindah dari satu rumah ke rumah yang lain. Menyalakan satu lentera rumah ke lentera rumah yang lain.

Tentu saja dia harus bergerak dan bertindak dengan gesit, sigap, dan cekatan. Kalau tidak, rumah terakhir akan terlalu malam dan gelap sampai ia tiba untuk menyalakan lentera rumah terakhir tersebut.

Orang-orang mengenali datangnya si tukang menyalakan lentera dari nyala lentera yang dibawanya. Orang-orang juga tahu akan ke arah mana si tukang menyalakan lentera pergi dari nyala lenteranya pula.

Si tukang menyalakan lentera juga meninggalkan "jejak" pada setiap rumah. Jejak tersebut berupa lentera-lentera rumah yang sudah dinyalakannya.

Cerita ini dapat menjadi motivasi untuk menjaga agar kehidupan kita berjalan di jalur yang tepat.

Sepanjang kehidupan, kita telah bertemu dan berinteraksi dengan banyak sekali orang. Berbagai orang tersebut memiliki dampak yang berbeda atas diri kita. Tentu saja kita pun memberikan dampak yang berbeda kepada orang-orang yang kita temui dan berinteraksi dengan kita sepanjang kehidupan.

Ada orang-orang yang "datang" dalam kehidupan kita dan segera "pergi". Mereka tidak meninggalkan "jejak" dalam hati dan pikiran kita.

Ada orang-orang yang "tinggal" untuk sementara waktu dalam kehidupan kita. Mereka meninggalkan sedikit "jejak" dalam hati dan pikiran kita. Jejak mereka ada namun tidak terlalu jelas dan kuat.

Ada pula orang-orang yang "tinggal" dalam waktu yang lama bahkan permanen dalam kehidupan kita. Mereka meninggalkan banyak "jejak" dalam hati dan pikiran kita. Jejak yang mereka tinggalkan sangat jelas dan kuat.

Demikian pula kitapun meninggalkan "jejak kehidupan" dalam hati dan pikiran orang-orang lain. Umumnya mereka adalah orang-orang yang pernah bertemu dan berinteraksi dengan kita sepanjang kehidupan kita.

Jejak yang kita tinggalkan dalam hati dan pikiran orang-orang lain berasal dari ucapan dan tindakan (perbuatan) yang kita lakukan. Bisa juga mereka tidak bertemu dan berinteraksi langsung dengan kita, namun terdampak oleh perbuatan-perbuatan kita.

"Jejak kehidupan" yang kita tinggalkan pada orang lain, ada yang baik atau positif. Namun pasti ada pula yang sebaliknya.

Tidak mungkin kita hanya mengoleksi "jejak kehidupan" yang baik atau positif saja. Pasti akan ada yang buruk atau negatif karena kita hanyalah orang biasa yang belum sempurna atau suci.

Di saat ultah berarti kita masih hidup. Kita masih memiliki sisa kehidupan yang kita tidak tahu berapa lama lagi.

Selagi masih ada umur, sebelum sakit mendera, sebelum usia tua menjelang, dan sebelum kematian menjemput, perhatikan dan jagalah agar "jejak kehidupan" yang kita tinggalkan kepada orang-orang lain, dari perbuatan-perbuatan yang kita lakukan, sebanyak mungkin adalah yang baik atau positif.

Jangan sampai timbul penyesalan di ujung kehidupan. Penyesalan biasanya datang terlambat. Penyesalan seringkali datang setelah segala sesuatunya sudah tidak bisa diperbaiki lagi.

**

Tangerang, 16 April 2022
Penulis: Toni Yoyo untuk Grup Penulis Mettasik

Dokpri, mettasik, toni yoyo
Dokpri, mettasik, toni yoyo

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun