Atau masih sibuk menjaga pikiran, agar apa yang dituangkan tidak menimbulkan perdebatan? Entahlah...
Seiring waktu berjalan, Satu persatu tulisan mulai bermunculan. Ruang yang dulunya senyap mulai ada bisik-bisik.
Karya yang dihasilkan awalnya masih terasa gamang. Saya berjibaku, mengubah kata, merapikan kalimat, dan memenggal paragraf. Lalu bisik-bisik pun berubah menjadi berisik. Para sahabat kebajikan ini belajar dari apa yang kusunting.
Setelah belasan karya mereka tuliskan, kini diriku tidak melakukan terlalu banyak gubahan. Benar kata para penulis handal, keahlian menulis itu berproses. Yang terpenting adalah rajin membaca.
Rajin membaca tentu harus ada penyulutnya. Membaca tulisan di Kompasiana adalah yang terbaik. Sebabnya tulisan-tulisan kita ada di sana. Masalahnya, tidak semua penulis adalah Kompasianer.
Untuk itulah, maka kami mengundang beberapa penulis tamu untuk berkontribusi. Berbagi kebaikan dan juga memberi contoh tentang gaya kepenulisan.
Sederet nama senior sudah berpartisipasi. Ada Om Katedrarajawen, Romo Bobby, Mbah Ukik, Mba Ari Budiyanti, dan Mba Muthiah Alhasany.
Kami masih menunggu para Kompasianer lainnya yang juga berkenan. Pintu kami selalu terbuka lebar. Sepanjang kebaikan yang dituliskan, tiada sekat atau pun ruang yang terpisah.
Lalu proses ini pun harus diasah. Sejak grup ini terbentuk, sudah empat kali pelatihan menulis diadakan.