Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Yoniso Manasikara, Cara Ampuh Menjauhkan Distraksi FOMO

21 Februari 2022   05:43 Diperbarui: 21 Februari 2022   07:23 2946
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Yoniso Manasikara, Cara Ampuh Menjauhkan Distraksi FOMO (diolah pribadi, gambar: indonesiaimaji.com)

Seberapa sering anda mengecek berita atau akses ke media sosial favorit dalam sehari? Masih dalam hitungan jari kah? Bisa dipastikan sebagian besar orang, termasuk saya, akan menjawab "terlalu banyak untuk dihitung".

Tebakan saya tidak salah. Hasil laporan "Digital 2021: The Latest Insights Into The State of Digital" yang dilansir Kompas.com menunjukan hal yang sama. Rata-rata orang Indonesia menghabiskan tiga jam 14 menit sehari untuk mengakses media sosial.

Artinya tanpa kita sadari distraksi sudah begitu jauh mempengaruhi aktivitas kita. Distraksi telah menjadi bagian dalam kehidupan modern yang serba tergesa-gesa.

Ada paradoks yang sedang terjadi. Di satu sisi, kita merasa kekurangan waktu untuk mengerjakan aktivitas. Pada saat yang sama banyak waktu terbuang percuma hanya untuk pantau medsos.

Kita semua tahu distraksi dapat merusak konsentrasi. Pekerjaan menjadi tidak selesai karena gagal fokus. Banyak target dan rencana tidak tercapai. Bergeser dari skedul yang telah ditetapkan.

Namun, pada kenyataannya kita sulit melepaskan diri dari jeratan distraksi. Kecanduan digital yang akut membuat kita lagi, lagi dan lagi menghabiskan waktu pada media sosial.

National Bureau of Economic Research mengungkapkan fakta bahwa kita menghargai media sosial, tetapi kita menggunakan lebih banyak media sosial melampaui dari apa yang kita pikir baik untuk kita. Lebih lanjut, studi tersebut menunjukan 31 persen pengguna media sosial mengalami kesulitan kontrol diri.

Penelitian lain pada Nottingham Trent University menemukan bahwa FOMO merupakan faktor utama yang menyebabkan kecanduan sosial media.

Baca Juga: Dari 100 Kekhwatiran Berapa Banyak yang Kejadian?

FOMO sendiri merupakan istilah baru. Kepanjangan FOMO adalah Fear of Missing Out. Artinya suatu kondisi dimana seseorang takut ketinggalan kabar atau berita terkini. Akibatnya mereka terus berupaya mengikuti trend agar tidak ketinggalan.

Dilansir VerywellMind FOMO bisa meningkatkan perasaan tidak bahagia. Lebih lanjut dapat mengarah seseorang pada perilaku yang tidak sehat.

Penelitian pada Computers and Human Behavior mengungkapkan FOMO juga dapat menyebabkan distraksi berkendaraan. Malahan dalam kasus tertentu bisa berakibat fatal. Berujung pada kematian.

Misalnya peristiwa kecelakaan yang merengut nyawa artis Vanessa Angel dan suaminya. Joddy, si supir, asik membuat dan melakukan posting Instagram Story saat mobil melaju dengan kecepatan tinggi.

Yoniso Manasikara dan Ayoniso Manasika

Kita dapat memilih menjadi tuan bagi pikiran kita atau membiarkan pikiran menguasai kita. Menjadi tuan bagi pikiran kita adalah kemampuan mengembangkan faktor mental perhatian yang baik (yoniso manasikara).

Sebaliknya, perhatian tidak baik (ayoniso manasika) menyebabkan kita lepas kontrol. Kita tidak bisa memilah informasi. Mana yang baik, mana yang buruk. Akibatnya terjebak dalam kecanduan digital.

Perhatian yang baik mengarahkan batin untuk condong ke objek yang baik. Mengatur dan menyatukan kesadaran ke dalam objek. Agar dapat hadir setiap momen, faktor mental ini perlu dilatih dan dikembangkan agar menjadi kuat dan trampil.

Yoniso Manasikara membuat pikiran mudah fokus pada aktivitas yang sedang dilakukan. Distraksi tidak gampang mempengaruhi kita. Pekerjaan dapat diselesaikan tepat waktu tanpa kekeliruan maupun kesalahan.

Baca Juga: Fenomena Kehidupan itu Adalah "Tak Bisa Mengelak"

Tanpa kita sadari, sebenarnya kita sudah menggunakan faktor mental ini dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya saat ibu merawat bayi. Bayi yang baru lahir biasanya pola tidur terbalik. Pagi dan siang hari lebih banyak tidur. Malam hari lebih banyak terjaga.

Pada saat itu seorang ibu bagai bekerja 24 jam. Sepanjang pagi hingga sore hari melakukan aktivitas rutin. Sepanjang malam menjaga bayinya. Kondisi yang letih dan lelah membuatnya tertidur pulas malam hari. Bahkan hujan lebat dengan suara petir menggelegar pun tidak mampu mengusik tidurnya.

Namun, saat si kecil terbangun dan hanya menangis lirih, si ibu bisa langsung terbangun dari tidur nyeyaknya. Mengapa bisa terjadi? Ibu tersebut telah memfokuskan perhatiannya pada anak bayinya.

Sehingga saat dalam kondisi tertidur pun batin dan pikiran bawah sadarnya akan bereaksi terhadap kejadian yang berhubungan dengan bayinya. Sebaliknya kejadian yang tidak berhubungan akan akan diabaikan oleh pikiran bawah sadar.

Jadikanlah perhatian yang baik ini menjadi sahabat kita. Agar dapat hadir dalam setiap momen kehidupan kita. Niscaya kemanapun kita melangkah, yang dijumpai hanya ada kebaikan dan kebahagiaan.

Dhammapada

Pikiran sangat sulit untuk dilihat, amat lembut dan halus, pikiran bergerak sesuka hatinya.

Orang bijaksana selalu menjaga pikirannya, seseorang yang menjaga pikirannya akan berbahagia.

**

Jakarta, 21 Februari 2022

Penulis: Joe Hoey Beng untuk Grup Penulis Mettasik

Dokumen Pribadi
Dokumen Pribadi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun