Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Ajaran Buddha dan Relevansinya dengan Dunia Modern

7 Februari 2022   05:11 Diperbarui: 7 Februari 2022   05:22 3534
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dhamma mengajarkan bahwa untuk mencapai kebahagiaan kita harus bertanggungjawab atas diri sendiri. Kebahagiaan merupakan hasil usaha kemampuan diri sendiri. Manusia bertanggungjawab atas nasibnya sendiri, mampu memperbaiki hidupnya dan mencapai Pembebasan.

Dengan menyadari hal ini, kita tidak akan mudah menyalahkan kondisi atau pihak lain atas penderitaan yang sedang dialami. Namun, kita mampu menjadi orang yang bertanggung jawab dan mandiri atas setiap pikiran, ucapan dan perilaku yang kita lakukan agar kebahagiaan hidup dapat diraih.

Hal ini membuat Dhamma ajaran Buddha menjadi sumber nilai-nilai religiusitas yang mengajarkan nilai-nilai tata cara hidup bersosial dan nilai-nilai kemanusiaan. 

Untuk dapat hidup bahagia, setiap orang hendaknya memiliki pengertian yang benar tentang fenomena kehidupan ini, memiliki pemahaman tentang apa yang dinamakan "diri" dan memiliki pengetahuan tentang jalan menuju pada Kebahagiaan Sejati (Nibbana).

Semua ajaran Guru Agung Buddha berintikan pada : tidak melakukan segala bentuk kejahatan, senantiasa mengembangkan kebajikan dan sucikan hati dan pikiran. Serta memiliki tiga pokok latihan, yaitu : latihan susila (sila), latihan meditasi (samadhi), dan pengembangan kebijaksanaan (panna).

Dalam Digha Nikaya II, hal. 94, 123 disebutkan bahwa : "Barangsiapa terlatih dalam sila, meditasinya akan berkembang; barangsiapa terlatih dalam meditasi, kebijaksanaannya akan berkembang; berangsiapa terlatih dalam kebijaksanaan, batinnya akan terbebas dari kekotoran...".

Kenyataan yang ada dunia modern membuat manusia menjadikan kebahagiaan duniawi tujuan utama. Untuk memuaskan nafsu keinginannya, mereka tidak dapat membedakan antara kebutuhan dan keinginan. Aspek duniawi menjadi tujuan utama, sedangkan aspek spiritualitas dikesampingkan. Yang akhirnya berakibat pada permasalahan hidup yang makin kompleks.

Ajaran Buddha telah memberikan pemahaman yang sangat jelas bahwa kebahagiaan duniawi bukanlah kebahagiaan tertinggi. Nibbana lah yang menjadi Kebahagiaan Sejati.

Dengan dapat melatih dan melaksanakan semua ajaran Buddha secara tekun dan konsekuen, maka bukan hanya kebahagiaan duniawi yang akan dapat dicapai, tetapi pada akhirnya pula Kebahagiaan Sejati (Nibbana) akan dapat terealisasi.    

Berbagai kejadian dan peristiwa yang dialami dalam keseharian merupakan konsekuensi logis daripada kehidupan yang harus dihadapi. Kebahagiaan dan penderitaan timbul sebagai akibat dari pikiran seseorang dalam menyikapi kejadian dan peristiwa tersebut.

Sang Buddha menegaskan pentingnya pikiran, sebagaimana tertulis dalam Dhammapada Syair 1. Yaitu : "Pikiran adalah pelopor dari segala sesuatu, pikiran adalah pemimpin, pikiran adalah pembentuk. Bila seseorang berbicara atau berbuat dengan pikiran jahat, maka penderitaan akan mengikutinya, bagaikan roda pedati mengikuti langkah kaki lembu yang menariknya".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun