Mengacu kepada sikap seseorang untuk tidak menilai, tidak memihak, tidak menolak, dan juga tidak menerima.
Tujuannya untuk melepaskan diri dari perangkap emosional dalam batin. Semisalnya marah karena tidak lulus ujian, sedih karena kehilangan kepemilikan, atau gembira karena mendapat pujian.
Oleh sebab itu, tidak perlu terlalu larut dalam kesedihan, dan tidak terjebak dalam euforia kegembiraan. Berusaha tenang dengan menyadari bahwa segala sesuatu tidak kekal adanya (anicca). Serta menyadari bahwa ada sesuatu yang berada di luar kekuasaan kita (anatta).
Jika kita tidak bisa menerima kedua konsep ini, maka timbullah penderitaan (dukkha).
Sebagai output dari Upekkha, kita pun tidak menghakimi, tidak menilai, dan tidak membandingkan.
Jadi bersikap Upekkha adalah melihat segala sesuatu apa adanya. Melihat segala sesuatu dengan lebih objektif. Melihat semua orang setara, terlibat dalam percakapan yang saling menghargai, dan setiap momen itu sama pentingnya.
Kita dapat bersahabat dengan suka dan duka sekaligus. Karena duka tidak dibenci, dan suka tidak dimanja.
Pada akhirnya "Learn to Unlearn" memang hanyalah sebuah jargon. Setiap saat kita memang terus belajar. Namun, jangan sampai pelajaran-pelajaran baru kemudian merisak dan merusak kemurnian berpikir kita.
Bahwa segala sesuatu di dunia ini adalah apa adanya. Dia hanya akan berbeda dengan paradoks pemikiran yang ada.
**
Makassar, 30 Januari 2022