Awal tahun biasanya musim penghujan. Di beberapa daerah, termasuk daerah tempat tinggal saya Jakarta Utara, sudah menjadi runtinitas, kalau hujan akan banyak genangan, kalau lebih lama akan banjir.
Kalau hujan berhari-hari, banjir akan lebih lama lagi. Apalagi pada sekitar bulan purnama. Dimana air pasang laut naik, sehingga air tidak dapat mengalir ke laut, maka banjir akan betah di darat.
Saat-saat demikian, hujan dibenci. Walau dibenci, hujan tidak peduli, ia tetap saja akan turun, meski tidak diharapkan.
**
Kalau bulan Juli, Agustus sampai September, tentu saja hujan ditunggu-tunggu. Bulan-bulan itu adalah bulan dimana matahari lebih sering terlihat, sehingga udara menjadi panas, berdebu, kualitas udara tidaklah baik.
Kadang walau dirindukan, hujan tetap saja tidak datang, bahkan setitik pun tidak.
**
Hujan pada musim banjir sama dengan hujan pada musim kemarau, air yang turun dari langit. Hujan terjadi sesuai hukum alam.
Hujan dibenci, hujan dirindukan adalah sama, air yang turun dari langit.Hujan dibenci bukan karena berbeda dengan hujan yang dirindukan, tetapi karena hujan tidak sesuai dengan keinginan.
Hujan dibenci karena, saat itu ingin hujan tidak turun, tetapi hujan turun. Hujan dibenci karena tidak sesuai keinginan.
Hujan dirindukan, karena saat itu benci dengan udara yang panas, pengap, ingin agar hujan turun, supaya udara lebih sejuk.
Hujan yang dibenci, hujan yang dirindukan bukan karena turun atau tidaknya hujan, tapi karena keinginan. Benci dan rindu hanya karena keinginan.
Jika suatu saat hujan yang dibenci benar-benar berhenti dan hujan yang dirindukan turun, apakah nanti kebencian dan kerinduan pada hujan akan berakhir ?. Tidak, karena keinginan akan terus berulang-ulang, tiada hentinya, tidak ada habisnya.
**
Banyak hal di dunia ini, selain dibenci juga dirindukan, bukan karena berbeda, tapi karena keinginan. Benci dan rindu hanyalah ciptaan keinginan.
Hidup terasa penuh beban, hidup menyakitkan atau segala macam kesulitan hidup, harapan tidak tercapai, jika melihat kembali, tidak ada bedanya seperti hujan, diciptakan oleh keinginan yang tidak tercapai, keinginan yang tidak pernah ada hentinya.
Jika memaknai hujan hanyalah sebagai proses yang berjalan sesuai hukumnya, tanpa mengaitkan apa yang diinginkan, maka tidak ada lagi benci, tidak ada lagi rindu. Karena saat tidak ada keinginan untuk mengatur hujan.
**
Jakarta, 18 Januari 2022
Penulis: Jayanto Chua untuk Grup Penulis Mettasik
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H