Di dalam kamar, diriku merenung dan sangat menyesal. Kata-kata telah dilontarkan, memberikan hasil yang tidak menyenangkan. Tidak sesuai dengan tekadku untuk menghilangkan AKU, yang telah aku pelajari dari hasil "retreat meditasi."
Diriku telah banyak melakukan perubahan. Mengurangi kebiasaan bergadget, melepaskan keriangan yang tidak perlu. Tapi, AKU masih saja tetap muncul tanpa diundang.
Kecewa, penyesalan, sedih, bercampur menjadi satu.
Untungnya, tidak sempat berlarut. Ternyata usaha yang kulakukan tidak berarti nihil. Diriku baru tersadar, jika kesadaran yang kulatih selama ini melalui meditasi-lah yang telah meredakan AKU. Dan cukup cepat. Tidak ada kata terlambat, karena masih ada kata "Maaf."
Bukan penyesalan diri, karena itu hanya akan menimbulkan Shankara Buruk yang baru.
Malam itu juga, saya mengirimkan pesan singkat. Meminta maaf kepadanya. Disertai sebuah tekad dalam hati, besok pagi diriku akan memeluknya erat. Kembali meminta maaf dengan hati yang tulus.
Malam itu, saya pun tertidur dengan perasaan damai dan tentram.
**
Keesokan paginya, diriku membaca sebuah balasan pesan dari anakku.
"Ma, kadang orang cerita itu gak mau dikasih wejangan, Cuma mau didengerin, terus jangan memaksa, terlihat mama dominan banget dan aku gak enak denger nya, semoga mama ngerti."
Agak terkejut, tapi akhirnya bersyukur. Dengan permintaan maafku, anakku akhirnya berani mengeluarkan uneg-unegnya. Perasaan tidak happy-nya ia keluarkan dan tidak menjadi sampah dalam pikiran.