Ternyata saya baru menyadari kalau diriku masih terlalu melekat pada sosok AKU yang dulu. AKU yang Powerful, AKU yang selalu bekerja dengan target tinggi dan perencanaan ke depan. Pengalaman lama bekerja di satu perusahaan swasta besar yang telah melahirkan AKU.
Saat ini saya sudah pensiun. Saatnya menjadi diriku yang harus sadar dan hidup pada SAAT INI dan SEKARANG.
Namun, pengalaman dengan anakku membuat diriku menjadi orang yang berbeda. Menjadi AKU yang dulunya pernah berjaya.
Biasanya ada saat -saat di malam hari sebelum tidur, kami duduk berbincang-bincang santai. Anakku bercerita tentang kerjaan, anak buah serta atasannya. Pada momen-momen seperti ini, diriku sudah terbiasa menjadi pendengar. Sesekali memberikan saran atas apa yang kuketahui. Tidak lebih dari itu.
Kebetulan anakku baru saja pindah ke perusahaan baru. Masih dalam tahap penjajakan, atau penyesuaian istilah anak-anak muda sekarang.
Tapi, entah kenapa, percakapan pada hari itu membuat diriku tidak lagi menjadi diriku. Ia telah berubah menjadi seperti AKU yang dulu. Penuh ambisi dan menggebu-gebu.
Padahal, anakku hanya berbicara santai dan tidak bermaksud menjadikan pembicaraan tersebut sebagai sesuatu yang serius.
Ia berkisah tentang rencana bisnis dengan seorang teman baiknya. Masih dalam rencana dan tahapan awal. Tapi, bagi diriku itu adalah "mengambang."
Sebenarnya, rencana ini telah lama saya ketahui. Anakku telah lama membicarakannya. Telah lama, tapi bagiku terlalu lama. Entahlah.
AKU pun mulai greget. Rencana tersebut sangatlah brilian. Memberikan prospek yang bagus dan kebebasan waktu. Sayangnya, AKU yang muncul adalah AKU yang menilai: Rencana sudah ada, eksekusinya terlalu lambat!