Saya merasakan ada sedikit perasaan bersalah bercampur segan dari diri sang mahasiswi. Namun, sesaat kemudian sikapnya langsung berubah ketika ia balik menuduh sang dosen atas sikapnya yang tidak pantas.
"Tapi, kan dia tidak bisa bersikap kasar sama muridnya, pak." Ungkap sang mahasiswi, masih dalam perasaan sakit hatinya. Saya pun terdiam sesaat.
"Baiklah, kalau begitu, saya mewakili si dosen untuk minta maaf kepada kamu, dan juga ayahmu."Â Jelasku tegas, meskipun saya tidak bermaksud untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan sederhana. Tidak sesederhana itu. Â
Ayah sang mahasiswi tampak puas. Bagaimana pun ia tahu, permintaan maafku layak mewakili si dosen. Tapi, sang mahasiswi tampaknya masih belum terima.
"Saya masih sakit, pak." Ia berkata masih dengan nada tersedu-sedu.
"Kalau begitu, apamu yang sakit. Coba kamu jelaskan. Kepala, tangan, kaki, atau jantung?" Jawabku dengan nada yang datar-datar saja.
Sang mahasiswi gelagapan. Ia tidak bisa menjawab dengan pasti. Berharap diriku memahami rasa sakit "di hatinya."
Ia membandingkan perlakuan sang dosen dengan sikap ayahnya yang bagaikan bumi dan langit. Merasa jika sang dosen tidak berhak mengasarinya, karena ayahnya sendiri tidak pernah memarahinya kasar.
"Baiklah, kalau begitu apa yang bisa dilakukan oleh sang dosen, agar 'sakit' mu bisa disembuhkan?" Saya kembali bertanya, masih dengan suara datar.
Sang mahasiswi kelihatan canggung. Ia sebenarnya mengharapkan diriku memberi hukuman atau paling tidak teguran atas sikap sang dosen yang menyakiti dirinya.
Tapi, tentu tidak demikian penyelesaiannya. Saya pun kembali menanyakannya lebih lanjut.
"Andaikan temanmu yang disakiti, apakah dirimu juga akan sakit?"
"Tentu tidak, pak. Temanku kan bukan AKU." Ia menjawab.
"Menurutmu, apakah temanmu akan tersakiti?"Â Saya bertanya lagi.
"Tidak tahu pak. Temanku kan bukan AKU." Ia menjawab lagi.
"Nah, andaikan kamu yang jadi dosen tersebut, apakah kamu akan menyesal?"
"Tidak tahu pak, dia kan bukan AKU." Ia menjawab pertanyaanku.
"Kalau begitu, saya akan memanggil sang dosen untuk meminta maaf kepada-MU. Apakah "AKU" akan tenang?"