Sesampainya dikantor, pekerjaan serasa semakin berat. Dihadapkan dengan masalah serius dan jenis orang yang berbeda..
Ditempat kerja, kita dituntut untuk bekerja dengan cepat dan penuh konsentrasi, ada batas waktu (deadline) yang ditetapkan untuk menyelesaikan pekerjaan, sehingga pikiran ini benar-benar lelah.
Belum lagi menghadapi sikap dan perilaku teman-teman kerja yang berbeda-beda. Ada yang galak, ada yang tidak mau bekerjasama, ada yang sok pintar, dan juga ada yang sangat pintar.
Namun, tetap saja. Pikiran hanya memberikan respon baik atau buruk. Hanya dua jenis saja.
Pun halnya dengan atasan. Jika ia marah-marah, mudah dimaklumi. Beban kerjanya berat, lebih sulit ditangani. Terkadang emosi tersulut, itu sudah biasa. Tidak perlulah bereaksi secara berlebihan.
Tapi, kepada seseorang yang tidak memberikan kontribusi, lantas juga "sok marah-marah," maka pikiran kita tentu akan memberikan respon yang berbeda. Ingin marah rasanya, padahal tadinya tenang saja.
Cara kerja pikiran pun sama, memberikan respon yang baik atau buruk.
Tibalah petang menjelang. Tanpa terasa penulis sudah berada di rumah. Interaksi yang sangat padat sepanjang hari membuat pikiran bak "sisa-sisa perang." Bukan lagi es campur, tapi sudah jadi blender duren campur antigen.
Namun, tetap menjaga pikiran, bahwa ada yang baik dan buruk. Anak-anak bisa nakal, tapi kesabaran harus dituntut.
Seperti kata Andrie Wongso (Motivator No.1 Indonesia), "Lebih baik rumah kacau balau dengan keceriaan anak-anak, daripada sunyi senyap, tanpa keceriaan."
Namun, kutipan Andrie Wongso ini belum terasa cukup. Bagi penulis, pikiran itu berasal dari dalam. Dari diri sendiri.