"Jangan lupa bahagia, ya manteman."
Jargon yang sudah klise, apa sih susahnya bahagia?
Nyatanya, memang susah. Ada puluhan alasan untuk berbahagia, tapi ada ribuan alasan lainnya untuk tidak bahagia.
Karena jumlahnya ribuan, maka tentu lebih mudah mengingatnya. Sebutkanlah: bosan, bete, berang, dan be-be lainnya. Ini belum termasuk yang lebih ekstrim, seperti kondisi depresi hingga ingin bunuh diri.
Namun, tidak selamanya ketidakbahagiaan itu hadir. Tentu, kita juga berhak bahagia. Meskipun hanya "puluhan", tetap saja ada hal-hal di luar sana yang bisa bikin kita bahagia bukan?
Penderita Anhedonia
Sayangnya, hal ini tidak berlaku bagi penderita Anhedonia. Ini adalah kondisi medis yang diderita oleh seseorang yang tidak pernah merasakan kebahagiaan. Sebenarnya, dalam kondisi ringan, kita pun adalah pengidapnya.
Bayangkanlah sebuah situasi, dimana Anda merasa semua masalah telah berada di puncak. Makan tidak enak, tidur pun tak nyenyak.
Anda diselimuti rasa bosan karena merasa bahwa sedang berjalan di dalam angan. Jika diteruskan, bisa berakibatkan stres. Jika berlarut, jadilah depresi.
Untungnya, perasaan ini tidak akan selalu berada di sana. Pada akhirnya, Anda akan kembali ceria jika menemukan solusi permasalahan, atau melakukan aktivitas lainnya. Dengan demikian, Anda belum termasuk kategori Penderita Anhedonia.
Penyebab Anhedonia
Berbeda bagi penderita Anhedonia. Memang benar, mereka tidak selalu murung. Tapi, mereka juga tidak mengenal keceriaan. Perasaan bahagia baginya tidak terlalu berarti, selalu biasa-biasa saja.
Identifikasi ilmiahnya berkaitan dengan perubahan aktivitas sel saraf di otak. Kehilangan kemampuan untuk memproduksi hormon dopamin dan serotonin yang bertanggung jawab untuk kebahagiaan.
Depresi berkepanjangan memang salah satu penyebabnya. Tapi, ada juga gegara gangguan mental (skizofrenia, PTSD, OSD, dan lainnya).
Namun, penyakit umum lainnya juga bisa menjadi pemicunya. Diabetes, Parkinson, dan Demensia di antaranya. Atau bisa juga karena efek samping psikotropika atau alkohol. Â
Lantas, apakah yang dirasakan oleh para pengidap Anhedonia?
Apa yang dulu disukai sekarang sudah tidak lagi, meskipun itu hobi. Penderita tidak mau lagi bertemu siapa-siapa. Dia tidak semangat dalam bekerja. Tidak ada lagi makanan yang enak. Bahkan berhubungan seks pun enggan.
Secara umum, ada dua jenis Anhedonia.
Pertama adalah Anhedonia Sosial
Kehadiran orang lain bukanlah sebuah kegembiraan. Penderita mungkin selalu menunjukkan perasaan tidak nyaman kepada orang-orang sekitar. Dirinya tidak ingin berbicara, tidak ingin mendengarkan, dan tidak ingin berinteraksi.
Atau bisa juga dia hanya pura-pura senang, pura-pura tertawa, padahal apa yang diperlihatkan tidak sesuai dengan perasaan. Bahkan pada tahap-tahap tertentu mereka merasa sedang bermain sandiwara.
Kedua adalah Anhedonia Fisik
Pada tahap ini segala sentuhan fisik serasa tidak menarik lagi. Penderita tidak bisa mengartikan pelukan atau ciuman sebagaimana yang dirasakan orang lain. Pikirannya mungkin kosong pada saat itu.
Makanan pun menjadi tidak enak. Rasa asin, asam, manis, bisa saja pahit di lidah.
Lebih lanjut, pengidap Anhedonia biasanya mengalami beberapa gangguan kesehatan ringan, seperti sakit kepala, susah tidur, hingga sering merasa lemas.
Selain kedua jenis utama, ada satu lagi. Namanya Anhedonia Musikal.
Musik diyakini sebagai sumber kebahagiaan. Ada satu jalur di otak yang menghubungkn melodi dengan respons emosional. Penderita Anhedonia Musikal ini mengalami gangguan pada fungsi tersebut.
Untuk lebih jelasnya, sila klik artikel dari Kompasianer Yana Haudy di bawah ini,
Baca juga:Â Semelo dan Semetal apapun Lagunya, Pengidap Musical Anhedonoa Tetap Mati Rasa
Cara Pengobatan
Dilansir dari beberapa sumber, psikoterapi hingga pemberian obat-obatan sangat disarankan bagi penderita.
Selain itu, psikolog biasanya akan membantu para penderita untuk mencari supporting system. Biasanya dalam bentuk lingkungan sehat yang mendukung. Dalam tahap ekstrim, penderita juga disarankan untuk menekuni hal baru yang bisa memicu adrenalin.
Diet sehat dan olahraga ringan juga bagus. Kesehatan fisik yang prima akan mendukung kesehatan mental. Perbanyak istirahat dan menghindari lingkungan atau teman-teman yang toksik.
Banyak alasan untuk bersedih, tapi banyak juga hal yang bisa bikin gembira. Pengidap Anhedonia tidak bisa merasakan kebahagiaan, tapi bukan berarti mereka sedih.
Posisi mereka berada di tengah-tengah. Biasa-biasa saja. Mereka bisa dikategorikan sebagai "Mati Rasa." Ekspresi ramah pun akan terasa pudar. Tidak lagi tersenyum, dan ekspresinya selalu datar.
**
Terlalu banyak hal yang kita dengar tentang teori kebahagiaan. Sehingga jika disusun, ia bisa memenuhi seisi rumah. Pun halnya dengan manfaat berbahagia. Baik untuk kesehatan dan juga memudahkan pertemanan.
Intinya berbahagia itu memang penting.
Jadi, sulit membayangkan seseorang tidak bisa merasakan kebahagiaan, meskipun hal ini memang nyata. Saya tidak memiliki saran lagi, kecuali perasaan empati.
Bagi kita yang masih bisa merasakan kebahagiaan, ada patutnya bersyukur. Perasaan bahagia itu memang menular. Jadi tularilah kepada sekelilingmu, niscaya kebahagiaan dari semesta akan menulari Anda juga.
Hingga akhirnya, jargon klise pun tetap relevan hingga kini.
"Jangan lupa bahagia, ya manteman."
**
Makassar, 13 Desember 2021
Penulis: Rudy Gunawan untuk Grup Penulis MettasikÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H