Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Maya yang Mencari, Syukur yang Selalu Pergi

12 Desember 2021   16:40 Diperbarui: 12 Desember 2021   16:50 523
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Maya yang Mencari, Syukur yang selalu Pergi (freepik.com)

Kalau dihitung, semua jari tangan akan terangkat saat Maya berpikir sudah berapa tahun ia mencari Syukur. Bagi Maya, Syukur adalah sosok ideal yang mampu mengisi kekosongan hati. Keberadaan Syukur di dekatnya akan membuat hidupnya lebih baik.

Namun, Syukur terlalu sibuk untuk Maya. Ia sulit dicari, datang dan pergi seenak hati.

Maya mencari ke berbagai tempat. Bertanya kepada setiap orang yang ia sempat. Dimanakah gerangan Syukur? Maya mencoba mengikuti arahan temannya, namun semuanya masih terasa kabur.

Maya telah mempraktekkan beragam tips dan trik, hingga sulap jenaka pun dilirik. Tetap saja, tidak ada Syukur di sana. Maya menerjang badai, melawan abai, mengasah andai. Namun, tetap saja, Syukur tidak ada di sini.

Puluhan purnama terlewati, rasa bingung, lelah, dan putus asa tidak terkira. Maya akhirnya menyerah, berpasrah.

Hingga pada suatu hari yang cerah, tidak ada angin dan hujan, Syukur tiba-tiba datang! Maya terkejut. Seribu kata tidak bisa mengungkapkan perasaannya. Sejuta asa yang telah lama hilang, kini kembali terngiang.

Terusik dengan rasa penasaran bagaimana Syukur menemukan dirinya, Maya bertanya

"Aku sudah lama mencarimu, Syukur. Setelah aku tidak lagi mengharapkanmu, kenapa engkau tiba-tiba datang?"

Dengan sorot matanya yang bening, Syukur menatap Maya.

"Akhir-akhir ini, kamu telah mengundangku, Maya." Syukur menjawab dengan tenang.

"Tidak!" Maya menjawab yakin. Bahkan ia sudah tidak bisa mengingat lagi kapan terakhir ia mencari Syukur.

"Semuanya sudah lewat, Syukur. Bertahun-tahun lalu, iya. Tapi sekarang tidak lagi"

Masih tetap tenang, Syukur kembali bertanya "Bagaimana dulu kamu mencariku, Maya?"

Maya menghela napas. Pikirannya melayang kepada kejadian-kejadian yang lalu. Bayang demi bayang terkilas, menunjukkan masa lalu yang sudah lama tergilas.

"Beragam cara, Syukur. Aku bertanya kepada setiap orang yang mengaku mengenalmu. Tapi, tidak seorang pun yang bisa menunjukkannya."

"Aku menyusuri setiap sudut jalan, Syukur. Aku mencarimu hingga malam menjelang. Menelusuri setiap kata dan kalimat dalam remang. Hingga waktuku terbuang."

"Aku tidak kemana-mana, May. Aku ada, namun mungkin engkau tidak rasa." Syukur menjawab sambal tersenyum.

"Maksud kamu? Aku bingung, Syukur."

"Syukur, kamu justru hadir pada saat aku tidak lagi mencarimu. Aku bahkan enggan memikirkanmu. Di saat aku menjalani hariku apa adanya,"

"Aku tidak pernah mencari sebab kenapa aku tidak bisa menemukanmu. Orang lain bisa, tetapi aku? Tidak. Bertahun-tahun aku merasa diri seperti orang tolol. Sampai akhirnya aku berhenti dan hanya berfokus melakukan hal yang bisa aku kontrol..." Maya mengucapkan kalimat terakhir sambil tertegun.

Melihat perubahan di raut wajah Maya, Syukur bergerak maju, "Sudah paham? Sudah ingat apa yang kamu lakukan?"

Raut wajah Maya berubah drastis. Perasaan campur aduk surut dalam sekejap. Tergantikan dengan perasaan lega, hanya senyum yang terpatri.

"Ya ampun, I knew it!", ujar Maya. Dia telah berhasil menyambungkan titik yang selama ini terpencar.

"Akhir-akhir ini aku hanya mencoba fokus menjadi pribadi yang lebih baik, fokus dengan kegiatan sehariku, tidak membandingkan diri dengan yang lain, aku bertemu dengan guru yang baik, aku belajar bagaimana berlaku selaras dengan kehidupan.

"Aku juga pergi konseling menyelesaikan trauma sejak aku kecil. Aku merayakan hal biasa terjadi dalam hidupku. Di atas atau di bawah, untung atau rugi, senang atau sedih, aku menerima semuanya" ada rasa haru saat Maya menyelesaikan kalimatnya, bagaimana dia bisa melihat dirinya sendiri berproses.

Syukur tersenyum, "Aku sebenarnya selalu hadir dalam diri manusia, namun tidak semua orang bisa merasakannya. Aku ikut berbahagia kamu sudah dapat menemukanku sekarang."

"Jadi, benar kan akhir-akhir ini kamu mengundangku, Maya?" Syukur bertanya kembali.

"Tentu" jawab Maya, tersenyum seraya menutup percakapan mereka yang singkat tapi berkesan.

**

Jakarta, 12 Desember 2021

Penulis: Jess Vandana untuk Grup Penulis Mettasik

dokumen pribadi
dokumen pribadi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun