Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Kosong, Pasar Baru Kini Tidak Ada Apa-apa

10 Desember 2021   05:34 Diperbarui: 12 Desember 2021   06:17 1060
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kosong, Pasar Baru Kini Tidak Ada Apa-apa (sumber: kieraha.com)

"Pasar Baru sekarang tidak ada apa-apa."

Tetiba istri saya menggumam ketika sedang mengenang masa kuliah. Sayapun larut dalam kenangan. Menyetujui apa yang ada dalam ungkapan.

Saat itu sekitar pertengahan tahun delapan puluhan. Setiap kali ingin beli pakaian, Pasar Baru Jakarta adalah tempatnya. Maklum, belum ada mal, pasar Baru selalu ramai. Apalagi menjelang lebaran, tak terbayangkan penuhnya.

Waktu itu, saya hanya dapat beli sehelai baju atau celana. Setiap toko dimasuki, dicari yang bagus, model yang paling cocok dan tentu saja yang termurah.

Jika belum ada yang ditemukan, balik lagi. Mulai dari toko yang pertama, hingga mata berjodoh dengan hati. Biasanya akan ketemu dengan sendirinya.

Setelah 10 tahun berlalu, kami sempat ke Pasar Baru lagi. Tapi, semuanya sudah berubah. Pakaian yang dicari tidak ada yang cocok. Model juga tidak sesuai umur. Tidak pas untuk kami yang sudah bekerja.

"Pasar Baru sekarang tidak ada apa-apa."

Tetiba istri saya membantah. Pasar Baru ternyata masih ada. Menurutnya Pasar Baru sekarang telah berubah. Bukan lagi pakaian jadi, tapi bahannya.

Penjual pakaian telah berubah menjadi tempat menjual bahan pakaian. Saya pun larut dalam kenangan. Berselisih pendapat terhadap apa yang ada dalam ungkapan.

"Pasar Baru sekarang tidak ada apa-apa, Kosong."

Itulah yang ada dalam bayangan saya. Karena yang saya harapkan, tidak ada di sana. Tapi, tidak bagi istri saya. Masih ada isinya, karena menyediakan apa yang ia inginkan.

**

Bagaimanapun juga semua akan berakhir, kebahagiaan akan berakhir. Ketika kebahagiaan berakhir, muncul kesedihan. Kesedihan jika tiba saatnya juga akan berakhir.

Semuanya akan terulang, kebahagiaan berakhir, muncul kesedihan. Kesedihan berakhir, muncul kebahagiaan, kebahagiaan berakhir, muncul kesedihan. Terus, terus, dan terus, berputar-putar. Tidak ada habisnya. Lingkaran abadi yang menjemukan, yang tidak memuaskan.

Ketika kebahagiaan didapat, tetap saja tidak dapat kita kendalikan. Kita tidak dapat mengendalikan agar kebahagiaan tetap ada. Demikian juga kesedihan, tidak dapat memerintahkan kesedihan agar segera lenyap.

Tubuh yang kita anggap milik kita, tidak dapat diperintahkan untuk selalu sehat. Perasaan yang dianggap milik kita, tidak dapat diperintahkan untuk selalu senang. Baik tubuh dan perasaan tidak dapat dianggap sebagai ini milikku, ini diriku, ini aku.

**

Ketika seseorang melihat kehidupan yang fana ini tidaklah kekal, tidak memuaskan, bukan milikku, bukan diriku, bukan aku, maka ia enggan akan semua ini, jengah akan semua ini.

Ketika melihat semua ini, maka tidak ada satupun di dunia yang fana ini menarik bagi dirinya. Dunia ini tidak ada apa-apa. Kosong.

Seperti Pasar Baru, ketika tidak menyediakan yang diinginkan, maka Pasar Baru tidak ada apa-apa. Kosong.

**

Dikisahkan dalam Suataloka Sutta, suatu ketika Buddha Gautama ditanya oleh murid beliau Bhante Ananda:

"Yang Mulia, apa yang dimaksud dunia itu kosong?"

Buddha Gautama menjawab:

"Karena kosong dari ini miliki, ini diriku, ini aku, maka dunia ini kosong".

Sunnata (dibaca sunyata), kekosongan merupakan sebuah pencapaian ketika seseorang telah enggan pada dunia yang fana. Keengganan bukan karena menolak atau membenci, bukan juga karena menginginkan kedamaian, bukan karena menginginkan kekosongan, tetapi karena pemahaman atas kebenaran, karena berkembangnya kebijaksanaan.

Kebijaksanaan yang berkembang karena adanya pemahaman bahwa dunia yang fana ini tidaklah kekal (anicca), yang tidak kekal tidak memuaskan (dukkha), semua yang tidak kekal, yang tidak memuaskan, tidak dapat dikendalikan, tidak dapat dikatakan sebagai ini milikku, ini diriku, ini aku (anatta).

Ketika tidak lagi tertarik pada dunia yang fana ini, maka tidak ada lagi benci, tidak ada cinta, tidak ada kesedihan, sirnanya nestapa, yang ada hanyalah kekosongan. Kedamaian yang sulit dibayangkan, kedamaian yang hanya dapat dipahami oleh mereka yang mencapainya.

**

Catatan:

Dalam bahasa Indonesia berdasarkan KBBI, sunyata diartikan sebagai kebenaran atau kenyataan

**

Jakarta, 10 Desember 2021

Penulis: Jayanto Chua untuk Grup Penulis Mettasik

dokumen pribadi
dokumen pribadi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun