Banyak orang yang memiliki prestasi tinggi dalam catatan sejarah manusia. Meskipun mereka datang dari berbagai latar belakang dan bidang, seringkali orang-orang ini dicirikan oleh pikiran yang terbuka (open-minded).
Keterbukaan pikiran orang-orang berprestasi tinggi memungkinkan mereka belum merasa puas dengan hal terbaik meski sudah diterima oleh khalayak umum.
Keterbukaan pikiran orang-orang berprestasi tinggi memungkinkan mereka terbuka dengan alternatif atau kemungkinan lain atas pakem umum yang sudah dijalankan.
Keterbukaan pikiran orang-orang berprestasi tinggi juga memungkinkan mereka menerima pendekatan lain dalam menghadapi persoalan yang ada.
Keterbukaan-keterbukaan pikiran seperti itulah yang memungkinkan munculnya terobosan revolusioner dari orang-orang berprestasi tinggi.
Berikut adalah salah satu terobosan revolusioner dalam bentuk lompatan revolusioner di bidang atletik khususnya lompat tinggi. Dikatakan revolusioner karena apa yang dilakukan, sangat berbeda dengan standar yang sudah diterima secara umum saat itu.
Hasil dari terobosan revolusioner tersebut sangatlah mengagumkan. Terobosan tersebut kemudian menjadi standar baru dalam dunia lompat tinggi.
Jika kita berpikir tentang seorang manusia yang sedang melompat, yang terbayang kemungkinan adalah manusia tersebut mengangkat kaki setinggi-tingginya untuk melewati suatu halangan.
Tentu setinggi-tingginya manusia melompat, tidaklah akan terlalu tinggi. Paling tinggi juga tidak akan melebihi tinggi tubuhnya sendiri. Tentu saja terkecuali orang tersebut menggunakan ilmu meringankan tubuh seperti dalam cerita-cerita silat hehehe.
Demikian juga awalnya untuk dunia olah raga lompat tinggi. Orang-orang dulunya melakukan lompat tinggi dengan melewati tongkat pembatas secara langsung. Caranya adalah dengan mengangkat satu lengan dan satu kaki duluan, lalu diikuti dengan lengan dan kaki lainnya.
Tentu saja cara seperti itu membuat lompatan yang dibuat takkan bisa terlalu tinggi. Sampai ada seseorang yang memiliki keterbukaan pikiran tentang lompat tinggi. Dia merasa tidak puas dengan keterbatasan pencapaian tinggi lompatan menggunakan teknik yang sudah biasa digunakan.
Orang tersebut menganggap seharusnya ada cara lain untuk membuat lompatan manusia bisa lebih tinggi dari yang tertinggi saat itu. Setelah melalui banyak pengamatan dan percobaan, akhirnya dia menyimpulkan satu teknik yang revolusioner di tahun 1960an.
Olahraga lompat tinggi lalu mengalami perubahan besar dalam teknik melakukannya. Teknik baru ini memungkinkan para atlit melompat jauh lebih tinggi dari sebelumnya.
Teknik baru tersebut adalah dengan cara melewati tongkat pembatas dalam posisi membelakangi. Menakjubkan melihat ketinggian yang bisa dilewati olehnya maupun oleh orang-orang lain yang mengikuti tekniknya.
Orang yang merevolusi teknik lompat tinggi tersebut bernama Dick Fosbury. Tekniknya disebut "Lompatan Fosbury" (Fosbury Loop).
Tidak mudah bagi Fosbury untuk mengembangkan teknik lompat tinggi yang baru ini. Lebih sulit lagi membuat teknik ini untuk diterima oleh umum karena memang sangat berbeda dengan yang umum dilakukan saat itu.
Fosbury mengatakan, "Saya berulang-ulang diberitahu bahwa saya takkan berhasil dengan teknik baru yang saya temukan. Saya dinasihati bahwa saya takkan dapat bersaing dengan cara melompat seperti itu. Saya hanya mengangkat bahu dan berkata 'Lihat saja nanti'".
Fosbury terus mengembangkan dan melatih teknik barunya. Akhirnya, Fosbury mampu memenangkan medali emas dalam Olimpiade Mexico City tahun 1968 dengan memecahkan rekor Olimpiade sebelumnya.
Sejak saat itu, hampir semua atlit lompat tinggi menggunakan teknik "Lompatan Fosbury". Teknik ini menjadi salah satu teknik lompat tinggi yang populer hingga saat ini.
Jika saja ketidakpuasan terhadap teknik yang ada berlalu begitu saja, jika saja cemooh dan kata-kata pesimis menjadi pemenang atas diri Fosbury, niscaya teknik lompat tinggi dan prestasinya hanya akan begitu-begitu saja.
Di saat kita akan menyerah dalam upaya baru yang akan kita lakukan, ingatlah akan Dick Fosbury dengan "Lompatan Fosbury"nya yang revolusioner.
Cobalah untuk tidak mudah puas meski suatu metode atau cara sudah diterima secara umum. Jangan lantas menganggap sesuatu yang dianggap sudah standar, pastilah tak bisa dilakukan dengan lebih baik lagi.
Dengan membuka pikiran, memungkinkan kita untuk membentangkan prestasi, meraih hasil yang lebih baik lagi.
**
Jakarta 08 Desember 2021
Penulis: Toni Yoyo untuk Grup Penulis Mettasik
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H