Mohon tunggu...
grover rondonuwu
grover rondonuwu Mohon Tunggu... Buruh - Aku suka menelusuri hal-hal yang tersembunyi

pria

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Natal yang Bukan Natal

23 Desember 2019   13:19 Diperbarui: 23 Desember 2019   21:26 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyak orang Muslim Indonesia merasa tidak nyaman masuk ke Mall diminggu-minggu menjelang Natal. Disetiap ruang mereka mendengar lagu-lagu Natal. Dimana-mana mereka melihat atribut dan hiasan Natal.

Padahal apa yang mereka lihat dan dengar itu umumnya tidak mencerminkan Natal seperti yang diyakini orang Kristen.

Atribut Natal yang bukan Natal

Tahukan anda,  topi merah dan jubah tebal berwarna merah yang dikenakan Santa Klaus itu adalah iklan Coca-Cola yang diterbitkan pada tahun 1931. Figur Santa Klaus berkostum merah itu sangat menarik konsumen di Amerika.  Sejak itu Coca-Cola menjadi simbol  kapitalisme  dari USA .

Mall-Mall sering mengadakan atraksi Santa Klaus  bagi-bagi hadiah pada anak-anak kecil. Santa Klaus  didampingi asistennya  si Piet Hitam. Tugas si Piet Hitam ini untuk menakut-nakuti anak-anak kecil. Si Piet Hitam mengancam kalau sianak main game terus akan dimasukkan kedalam karung.

Di Eropa tokoh Piet Hitam tidak dipakai lagi dalam atraksi. Alasannya, pertama tidak mendidik. Karena merubah karakter anak tidak boleh dengan cara menakut-nakuti. Kedua, Piet Hitam dipandang sebagai rasisme. Anak-anak mendapat image buruk melalui Piet Hitam,  bahwa orang hitam itu jahat. Sedang orang putih itu baik. Mengeksploitasi Piet Hitam untuk menakut-nakuti anak, sama saja kita menyemai bibit-bibit rasisme kepada anak-anak kecil. 

Sebenarnya pohon Natal yang dijual di Mall-Mall juga tidak dikenal dalam alkitab. Hiasan-hiasan dipohon Natal yang warna-warni juga tidak. Perhatikan apa yang tergantung pada pohon Natal. Aneka model lampu hias, dan macam-macam hiasan yang tidak terkait dengan kelahiran Yesus. Jadi Pohon terang juga adalah produk kapitalisme.

Lagu Natal yang bukan Natal.

Banyak orang Muslim terganggu telinganya ketika mendengar lagu-lagu Natal di Mall dan pertokoan. Padahal banyak sekali lagu Natal yang sangat populer, sebenarnya tidak mencerminkan tentang kelahiran Yesus.

Misalnya Blue Christmas, White Chrismas, Last Christmas. dan yang paling sering diidengar di mall-mall adalah lagu All I want for Christmas (yang kuinginkan di hari Natal hanya kamu) dari Meriah Carey.

Lagu-lagu tema Natal itu adalah lagu-lagu percintaan disaat musim dingin atau percintaan pada momentum Natal

Sebenarnya bukan hanya saudara Muslim yang tidak sadar bahwa lagu-lagu Natal dijaman moderen ini tidak mencerminkan tentang kelahiran Yesus seperti yang diceritakan alkitab.

Banyak orang kristen juga tidak menyadarinya. Mereka pikir dalam lagu ada kata Christmas,  pastilah lagu itu tentang Yesus yang lahir. Tidak jarang lagu-lagu natal yang liriknya tidak berbeda dengan lagu-lagu Ed Sheeran itu , dinyanyikan dalam ibadah Natal. 

Nikmati Saja Suasananya

Natal di negara Barat,  dirayakan bukan hanya oleh orang Kristen, tapi juga oleh kalangan agnotisme dan ateisme, yang jumlahnya  juga sangat banyak. 

Natal adalah hari libur bagi semua, baik bagi yang kristen maupun yang bukan Kristen.  Natal adalah suasana musim dingin. Suasana libur dimusim dingin inilah yang dieksploitasi kapitalisme untuk menggandakan produk-produknya. Atribut dan lagu-lagu adalah alat perangsang mendorong konsumerisme. 

Tapi setiap tahun di Indonesia, ada saja larangan supaya Mall-Mall jangan menggunakan atribut Natal dan jangan  memutar lagu-lagu Natal. Motif larangan, bukan karena alasan anti kapitalisme melainkan ketakutan tanpa dasar pada agama Kristen.

Padahal atribut Natal yang dihias di Mall-Mall banyak yang tidak khas Kristen. Misalnya topi merah dan jubah merah penemuan Coca-Cola yang saya terangkan  diatas  itu.

Banyak atribut Natal itu,hanyalah strategi bisnis belaka,  tidak ada sangkut pautnya dengan Kelahiran Yesus seperti yang disaksikan alkitab.

Atribut Natal di Mall-Mall Indonesia, bisa kita temukan juga dikota-kota besar  dinegara-negara  Arab, seperti di Dubai, Ryad, Cairo,Damaskus, Istanbul. Dikota-kota itu kita akan menemukan pohon natal menjulang dengan lampu warna-warni yang spektakuler.

Hiasan Natal dikota-kota besar didunia Arab, bukan suatu indikasi bahwa Kekristenan telah mewabah disana. Sama sekali tidak. Yang benar adalah kapitalisme sudah mencengkram kehidupan masyarakat didunia Arab. Natal adalah perayaan mereka juga. Tentu perspektive mereka merayakan Natal berbeda dengan orang Kristen merayakannya. Mungkin mereka merayakannya sebagai hari libur saja. 

Makanya kalau anda melihat atribut Natal, nikmati saja warna-warninya. Jika anda mendengar lagu Natal di Mall nikmati saja, kalau perlu ikut bergoyang supaya hati riang. Jangan takut,  akidah anda tidak akan terganggu karena anda ikut bernyanyi atau ikut bergoyang.  Karena banyak lagu bertema Natal itu, bukan tentang kelahiran Yesus.

Natal sebenarnya

Sebenarnya orang-orang kristen belum merayakan Natal sebelum tanggal 25 Desember. Empat minggu sebelum Natal, orang kristen sementara kusuk dengan minggu-minggu Advent. Dalam minggu Advent orang kristen mempersiapkan diri menanti kedatanganNya. Mempersiapkan diri itu sama dengan mengoreksi diri, mawas diri, bertobat.  Makanya gereja-gereja di Eropa di minggu-minggu Advent belum menyanyikan lagu Natal dan belum memasang pohon terang.

Yang merayakan Natal sebulan sebelum tanggal 25 Desember adalah toko-toko, reataurant dan tempat-tempat hiburan.  Mereka mengeksploitasi Natal untuk menjual produk-produknya. Itulah kapitalisme. Logika kapitalisme adalah mendorong konsumerisme tanpa batas.

Kapitalisme merayakan Natal dengan gegap-gempita, sementara Yesus lahir ditempat yang sangat sederhana dan disaksikan oleh orang-orang paling sederhana. Natal yang sebenarnya adalah suasana damai sejahtera yang sederhana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun