Mohon tunggu...
Shafira Andini
Shafira Andini Mohon Tunggu... Lainnya - English Department, Faculty of Humanities Universitas Airlangga

Arlinda Muthia, arlinda.muthia.khairunnisa-2018@fib.unair.ac.id, NIM 121811233141 Meilia A. Sulistyo, meilia.ayu.sulistyo-2018@fib.unair.ac.id, NIM 121811233149 Hillda Avista, hillda.avista.praxisca-2018@fib.unair.ac.id, NIM 121811233150 Nadia Nafisa, nadia.nafisa.kristianto-2018@fib.unair.ac.id, NIM 121811233158 Shafira Andini, shafira-andini-2018@fib.unair.ac.id, NIM 121811233159 Moza Salsabiil T, moza.salsabiil.thaffaylia-2018@fib.unair.ac.id, NIM 121811233160

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Larangan Muslim Sementara sebagai Kebalikan dari Definisi "Melting Pot" serta Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat

1 Juli 2021   22:52 Diperbarui: 1 Juli 2021   23:05 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Larangan muslim yang terjadi secara sementara ini bisa menjadi kebijakan imigrasi oleh Trump yang paling kontroversial. Trump beralih posisi pada waktu kampanye. Bulan Juni ia berkata bahwa pelarangan tersebut akan berlaku bukan berdasarkan agama namun berdasarkan wilayah geografis dengan tambahan hal tersebut hanya bisa dilakukan pada daerah yang berkaitan dengan "teror islam". Ia belum memberikan jawaban yang jelas terkait dengan bagaimana ia akan mengimplementasikan sistem pelarangan wilayah hingga perintahnya akan pelarangan muslim sementara tetap terpampang di situs web-nya. Fokus sekarang adalah untuk mencegah pengungsi Suriah memasuki wilayah negara.

Bagaimanapun juga, selain kebijakan ini tidak mencerminkan definisi melting pot, juga tidak mencerminkan tiga poin utama yang tertera pada deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat yang dideklarasikan pada 4 Juli 1776 yaitu; Life, Liberty, and The Pursuit of Happiness atau dengan arti kata lain hidup, kemerdekaan, dan usaha mencapai kebahagiaan. Tiga poin utama yang tertera pada deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat seharusnya merepresentasikan negara tersebut.

Seharusnya dengan berlakunya tiga poin penting ini sebagai landasan suatu negara, pengunjung atau imigran juga berhak merasakan dan mendapatkan hak yang sama. Hak mereka sebagai pengunjung ataupun imigran harus dijaga dan dilindungi apapun latar belakang agamanya. Karena dengan menggunakan istilah "Muslim Ban" atau larangan muslim untuk masuk ke negara Amerika ada suatu hal yang sangat janggal dan tidak masuk akal. 

Sudah seharusnya kebijakan Amerika serikat yang mencerminkan istilah 'Melting Pot' untuk menerima dan menghargai segala perbedaan yang ada, ditambah lagi dengan tiga poin penting yang seharusnya lebih mencerminkan sifat penduduk Amerika.

Eksistensi dari kebijakan Muslim Ban justru melanggar prinsip moral dimana tindakan diskriminasi atas dasar agama adalah hal yang tak sepatutnya dilakukan. Tujuh negara yang warganya dilarang masuk ke Amerika Serikat adalah warga negara dengan mayoritas penduduk beragama Muslim yang cukup besar. Tak hanya itu, kebijakan Muslim Ban ini dianggap telah melanggar hukum yang telah ditetapkan sebelumnya. 

Dalam penetapan kebijakan Muslim Ban, Trump menyinggung sebuah undang-undang imigrasi tahun 1952 dimana undang undang itu mengatur untuk menangguhkan masuknya warga yang tidak memiliki dokumen ke Amerika serikat dan pada revisi undang-undang tahun 1965 yang menyatakan bahwa individu tidak dapat didiskriminasikan dalam penerbitan visa imigran karena ras, jenis kelamin, kewarganegaraan, tempat lahir, atau tempat tinggal mereka. Dengan ini dapat disimpulkan bahwa Trump secara implisit mengakui bahwa penetapan kebijakan Muslim Ban adalah tindak diskriminasi atas dasar agama yang ia tunjukan secara spesifik kepada umat Muslim. 

Toleransi seharusnya menjadi pegangan pokok para warga Amerika, mengingat Amerika Serikat mayoritas penduduknya adalah pendatang. Semakin banyak pendatang, semakin beragam pula latar belakang kehidupan masing-masing pendatang. Hal tersebut tidak bisa dipisahkan dari masing-masing individu. Selayaknya manusia adalah makhluk sosial, tidak etis jika ada aturan yang melarang salah satu umat di Amerika Serikat, karena manusia pasti saling berkaitan dan saling membutuhkan, tidak memandang suku ras dan agama. Menurut data yang diambil dari Republica.co.id, di negara super power, Amerika Serikat, agama Islam dipeluk oleh sekitar 2,5 juta orang. Bahkan, di lokasi sekitar reruntuhan World Trade Center (WTC) itu akan di bangun sebuah Masjid. Sementara itu, di Kanada jumlah pemeluk Islam mencapai 700 ribu orang. Hal tersebut menunjukkan sangat tidak mungkin jika peraturan "Muslim Ban" diberlakukan mengingat manusia sejatinya makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain. 

Selain itu, semua manusia diciptakan setara (All men are created equal) adalah sebuah frasa terkenal dari Deklarasi Kemerdekaan AS yang pertama kali dicetuskan oleh salah satu bapak pendiri Amerika Serikat yaitu Thomas Jefferson. Ungkapan inilah yang sering menjadi kutipan tentang kesetaraan martabat, anti-rasisme dan berbagai hak-hak asasi lain. Beberapa tokoh dunia pun pernah mengutip kalimat ini ke dalam pidatonya adalah Benjamin Franklin, John F. Kennedy, Martin Luther King Jr. Seharusnya dengan adanya hal tersebut, poin penting dalam naskah Deklarasi Kemerdekaan AS diterapkan dengan baik.

Muslim ban banyak merugikan warga Amerika yang memiliki keturunan dari bangsa-bangsa yang masuk ke dalam list tidak diperbolehkan memasuki wilayah negara Amerika. Berdasarkan rapat Kongres AS yang diselenggarakan setelah kurang lebih dua tahun sejak diberlakukannya muslim ban, terdapat warga Amerika keturunan Yaman yang mengaku bahwa ia belum pernah bertemu dengan putranya sama sekali, warga tersebut menceritakan pilunya ia yang hanya bisa melihat anaknya melalui foto dan video saja. 

Sebuah penelitian yang dikutip dari Huffington Post menyatakan bahwa telah terkumpul 549 kasus, yang mana menyebutkan 26 persen adalah anak-anak yang terpisah dari orang tuanya, sedangkan 37 persen lainnya adalah pasangan yang terpisah. Setelah hampir tiga tahun sejak larangan muslim ban diberlakukan, DPR AS memproses tindakan-tindakan untuk membatalkannya. 

Yang menjadi titik fokus pada tindakan ini adalah RUU Anti Diskriminasi berbasis Asal Negara bagi Non-Imigran, dikenal sebagai No Ban Act yang juga dimaksudkan untuk mengakhiri Muslim Ban. Legislasi tersebut didukung oleh 170 anggota DPR, ratusan , organisasi dan puluhan perusahaan ternama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun