Mereka juga menatap kita seperti para peri-peri pohon tadi. Lukisan kedua aku melihat peri-peri laut yang berbentuk seperti putri duyung kecil. Kulit mereka berwarna kebiruan dan mata mereka seperti mata katak  yang berwarna kuning. Badan mereka penuh dengan sisik dan mereka memiliki sirip yang indah, yang warna seperti ikan cupang hias. Mereka tadinya bermain-main bersama binatang-binatang di rawa. Mereka juga datang ke kita dengan tatapan kecurigaan.
Lukisan berikutnya adalah lukisan peri-peri api yang berambut api yang menyala-nyala. Mereka tidak memiliki sayap seperti peri-peri pohon, tapi mereka bisa terbang. Mereka memiliki kemampuan berpindah tempat. Mereka juga menatap kami juga. Rasanya mereka terkurung di dalam lukisan. Aku rasa mereka dikurung dalam lukisan. Lukisan terakhir adalah lukisan peri-peri yang di langit.
Mereka bersembunyi di dalam awan. Tubuh mereka terbuat dari awan dan angin. Rambut mereka juga terbuat dari awan. Mereka tidak memiliki sayap, tapi mereka terlihat sangat ringan. Mereka juga menatap kita lagi. Salah satu dari mereka mengucapkan kata-kata yang susah aku tebak. Rasanya mereka ingin memberitahu aku sesuatu.Â
Tanpa sadar aku melihat lantai lorong gedung ini. Lantai ini memiliki pola yang sama seperti tempat raja dan ratu Axtraliz atau sang suami istri itu. Pola papan catur yang berwarna hitam putih.Â
"Con-con. Greenny."
"Yah, Melta?"
"Apakah kita kembali ke tempat awal? Tempat istana raja dan ratu Axtraliz."
"Saya sendiri bingung." Con-con menjawab.Â
"Apa mungkin ini Gunung Zenox adalah istana Axtraliz? Kita seperti keluar dari tempat itu dan kembali ke tempat yang sama."
"Rasanya tidak mungkin." Greenny mulai berkata.
Aku melihat di ujung lorong ada sebuah pintu lagi yang hendak dibuka. Kami semua menghampiri pintu tersebut dan melihat ruang itu lagi. Tebakan yang aku katakan ternyata benar.Â