Bagi mereka, Jogja berbeda dengan negara-negara lain di dunia yang memiliki fakta sejarah.
Dugaan saya waktu itu mungkin mereka ingin mengetahui peristiwa Geger Sepehi.
Thomas Stamford Raffles merupakan negarawan asal Britania yang sempat menjadi Gubernur Jenderal Hindia Belanda pada tahun 1811-1816 berkantor di Istana Gedung Agung tepat bersebarangan dengan Benteng Vredeburgh.
Perlu diketahui, Thomas Stamford Raffles, dulu pernah diceritakan sebagai tokoh heroik. Ia digambarkan sosok yang terhormat. Tapi, ternyata Raffles hanyalah seorang perampok.
Saat terjadi Geger Sepehi, Thomas Stamford Raffles, merampok harta milik Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat. Termasuk mencuri berbagai babad sejarah Mataram.
Teman saya manggut-manggut. Ia baru paham mengapa Jogja selalu menarik.
Semula teman saya berpikir Jogja hanyalah sebatas tempat tujuan wisata. Ternyata dugaannya kurang tepat.
Jadi, kalau setiap memasuki hari Juma't hingga Senin, jangan kaget lalulintas di Jogja sangat krodit.
Berkendaraan pribadi dari Titik Nol Kilometer ke tempat Mbah Maridjan di Kinahrejo, Cangkringan, Sleman, bisa sejam lebih. Apalagi ke Pasar Pakem ditempuh menggunakan bus Trans Jogja, wah!
Belum lagi jika ke arah pantai Parangtritis di pesisir Selatan, jalan bisa macet mengular.
Inilah salah satu istimewanya, lalulintas macet padat merayap setiap memasuki akhir pekan.