Mohon tunggu...
Grischa Jovamka
Grischa Jovamka Mohon Tunggu... Mahasiswa - Seorang mahasiswi

Hello everybody!!

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Pentingnya Budaya Risiko terhadap Kemungkinan Naiknya Kembali Kasus COVID-19

18 September 2021   16:14 Diperbarui: 18 September 2021   16:33 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Merujuk pernyataan dari Menkom, Luhut Binsar Panjaitan, yang menyatakan bahwa penurunan level PPKM di Jawa-Bali menyebabkan masyarakat euforia berlebihan yang mulai abai protokol kesehatan lagi, dapat dikatakan bahwa warga ada makhluk yang dinamis. Seorang manusia tentu tidak dapat 100% dibatasi, tidak pergi kemana-mana, mereka mempunyai aktivitas sosial ekonomi yang merupakan bagian dari kehidupannya. Proses pembatasan kegiatan masyarakat itu merupakan langkah untuk menekan penularan, tetapi para warga juga harus bisa berkegiatan sosial-ekonomi. Bagaimana caranya? Secara perlahan, jangan sampai kegiatannya terlalu cepat lalu menimbulkan penularan, kegiatan warga tidak dapat hanya diartikan sebagai euforia semata.

menko-marves-luhut-binsar-pandjaitan-meminta-jangan-ada-kerumunan-lagi-6145b1870101900234180872.jpg
menko-marves-luhut-binsar-pandjaitan-meminta-jangan-ada-kerumunan-lagi-6145b1870101900234180872.jpg
Namun, para warga harus bisa mengendalikan diri bersama dengan pemerintah sehingga betul-betul kegiatannya itu produktif namun tetap aman dari penularan virus COVID-19, inilah yang diharapkan dari penekanan dan pengetahuan akan budaya risiko yang ada. Untuk tahu produktif aman COVI-19, diadakanlah level 1, 2,3, 4, sehingga sesuai dengan laju penularannya. Pemeintah juga harus mengurangi dan membatasi aktivitas warga jika semakin tinggi laju penularannya, otomatis pemerintahharus mengurangi aktivitas lebih banyak.

Produktif namun aman COVID-19, tetapi kalau kita lihat data yang menunjukan adanya 3.800 orang berkeliaran di ruang publik, terbuka juga opsi untuk menindak tegas. Namun menurut pemerintah, proses tersebut perlu diterapkan secara bertahap, hubungan antara pemerintah dan masyarakat harus harmonis dan saling mendukung. Untuk masyarakat yang tahu bahwa dirinya sedang positif jangan beraktivitas di luar rumah, segera melakukan isolasi mandiri atau perawatan, sehingga tidak menular yang lainnya dan segera sembuh supaya bisa beraktivitas dengan baik, dan masyarakat yang punya kontak erat mengetahui dirinya punya kontak erat, juga melakukan karantina, memastikan bahwa dirinya tidak terinfeksi. Kesadaran seperti itu perlu dimiliki oleh masyarakat, apabila pemerintah sudah melakukan banyak penangan serta kebijakan dan masyarakat yang sedang sakit atau punya kontak erat tetap berpergian ke tempat umum, maka tindakan pemerintah akan terasa cukup sia-sia. Karena itu, pemerintah akan mengingatkan warga dan pasti akan menegakkan akhirnya apabila itu terus terjadi, sehingga bisa disimpulkan bahwa hal ini merupakan suatu proses supaya kesadaran dimiliki oleh kedua belah pihak, yaitu pemerintah dan masyarakat.

Kesadaran harus dimiliki kedua belah pihak, tetapi artinya masih dilevel mengingatkan, belum akan ada upaya menindak tegas. Sebagai masyarakat yang abai protokol kesehatan, sudah tahu kontak erat atau positif namun masih berkeliaran di ruang publik, pemerintah tidak bisa langsung menindak tegas karena masyarakat berkemungkinan belum tentu tahu tentang aturan ini, sehingga diperlukan suatu proses untuk masyarakatnya tahu tentang kondisinya, konsekuensinya. Lain skenarion, tidak terlepas dari kemungkinan bahwa beberapa warga tahu mengenai segala aturan terkait COVID-19 namun tidak tahu harus melakukan apa. Jadi ini adalah proses edukasi (sosialisasi) yang harus berjalan bersamaan, tetapi pemerintah juga tidak boleh lambat dalam penanganan atau melakukan tindakan karena penularan juga bisa cepat terjadi. Diperlukan kerjasama, menangani COVID-19 bukan hanya tugas pemerintahs saja, bukan hanya tugas masyarakat saja, namun semua komponen bangsa harus memiliki etika dalam budaya risiko yang ada, bekerjasama, gotong royong saling mengisi. Krena hal ini akan menyelamatkan semua warga Indonesia, bukan hanya masyarakat, namun juga pemerintah, sehingga dapat bekerja bersama-sama untuk menjalankan kehidupan sosial ekonomi yang baik.

Perlu kesadaran bersama, ancaman varian baru, varian MU yang sudah terdeteksi di 48 negara. Update terkini soal hal tersebut adalah varian MU belum ditemukan di Indonesia, namun perlu diingatkan bahwa kebijakan di Indonesia ini berlapis, menjaga dengan membatasi perjalanan internasional dan membatasi perjalanan dalam negeri. Pemerintah memiliki kebijakan PPKM micro, adanya satgas posko di tingkat kelurahan desa yang fungsinya juga sebagai upaya pencegahan, penanganan, pembelaan dan pendukung, selain itu ada juga kebijakan untuk satgas prokes 3M di fasilitas publik, sekolah, pabrik, dan seterusnya. Dengan keadaan seperti itu, apapun variannya, selama semua warga ketat 3M, varian MU yang ditakutkan tidak akan mempunyai ruang untuk menularkan. Namun, jika terdapat titik lengah di dalem lapisan kebijakan itu yang tidak didukung oleh masyarakat atau tidak dijalankan oleh masyarakat semuanya, tentunya akan rusak apapun variannya, varian yang tidak berbahaya pun pasti akan membahayakan warga karena diberi kesempatan untuk menular dan varian-varian baru bisa muncul karena adanya penularan.

5fd1fc26e5ccc813828328-6145b26c06310e5ea1188573.jpeg
5fd1fc26e5ccc813828328-6145b26c06310e5ea1188573.jpeg
Langkah strategis telah disiapkan pemerintah untuk mengantisipasi varian MU, termasuk kebijakan pembatasan perjalanan internasional, jika kebijakan itu dijalankan dengan ketat, importasi kasus atau varian baru ke Indonesia, potensinya hampir nol atau bahkan nol jika pemerintah betul-betul tegas dan masyarakatnya juga patuh, sehingga dengan menjalankan kebijakan satu saja sudah mengurangi probabilitas. Masih terdapat lapisan berikutnya karena kebijakannya berlapis. Perjalanan dalam negeri juga dibatasi, sehingga jika diandaikan masuk pada 1 titik entry, kemudian warga lakukan karantina dengan baik, kasus akan selesai hingga disana. Jika sampai tidak terjadi dengan baik, maka potensi menyebar ke daerah lain, jika menyebar ke daerah lain, potensinya akan tercegat juga oleh pengetesan perjalanan dalam negeri. Jika lapisan tersebut sampai mengalami kerusakan juga, penularan hingga ke suatu daerah, di situ ada PPKM mikro, ada satgas kelurahan desa yang dapat mendeteksi jika terjadi penularan. Kebijakan berlapis, pembatasan perjalanan, PPKM mikro dan juga prokes ketat merupakan kunci dari semua ini. Warga juga harus bisa memastikan dirinya gara tetap taat akan tata tertib yang berlaku, prokes dan lainnya, karena dalam budaya risiko sendiri juga diperlukan komitmen dari semua pihak untuk mencapai tujuan dan sukses mengimplementasi manajemen risiko.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun