Mohon tunggu...
Grhastha PratyantaraSasongko
Grhastha PratyantaraSasongko Mohon Tunggu... Lainnya - SMAN 28 Jakarta

Murid SMAN 28 Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Bahagia Pada Akhirnya

1 Desember 2020   22:01 Diperbarui: 1 Desember 2020   22:05 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Nama saya Davino, namun saya lebih sering dipanggil Vino. Saya adalah anak dari ibu saya yang bernama Bintang dan ayah saya yang bernama Rendi, saya hidup bersama paman yang bernama Juda karena kedua orangtuaku meninggal saat saya masih kecil, menurut cerita paman orangtuaku meninggal karena kecelakaan mobil. Paman sendiri merupakan seorang pengusaha yang sukses, hidupku elegan, namun saya sendiri kurang komunikasi dengannya karena ia sibuk. 

Dalam keseharian saya lebih sering bermain dengan supir di rumah, ia bernama Pak Handa dan menurutku dia satu-satunya manusia di dunia ini yang paling mengertiku, karena sejak kecil segala hal yang saya bias saat ini diajarkan olehnya dan semua masalah yang saya alami di sekolah saya ceritakan padanya. Saya sendiri tidak mempunyai sahabat atau teman di sisiku, karena saya orangnya terlalu memilih dalam berteman dan cenderung pendiam.

Suatu ketika saya sedang bermain bola di rumah dengan Pak Handa dan beliau tiba-tiba terjatuh dan tidak bisa terbangun. Ia segera dilarikan ke rumah sakit dan ternyata ia mengedap stroke, karena ia sudah menjadi salah satu kepercayaan paman saya sehingga seluruh biaya ditanggung oleh paman. Namun keadaan Pak Handa tetap mencemaskan dan saya sendiri merasa ketakutan karena saya berpotensi kehilangan satu-satunya teman berbincang saya.

Berbulan-bulan telah terlewat dan kondisi kesehatan Pak Handa sangat labil, terkadang membaik dan terkadang semakin parah. Seminggu setelah Penilaian Akhir Semester (PAS) dan saat itu sedang libur, Pak Handa meninggal dunia dan saya berada di dekatnya pada masa-masa terakhirnya bersama keluarganya dan paman saya. Pak Handa sebelum menghembuskan nafas terakhirnya berkata pada saya untuk mencari teman dekat siapapun itu, agar saya tidak menyendiri apabila paman sedang sibuk.

Libur telah berlalu dan saya kembali masuk sekolah, dengan situasi hati saya yang masih sedih, saya tetap ingin memenuhi permintaan terakhir Pak Handa, namun saya bingung untuk mulai suatu hubungan pertemanan yang sejenis seperti saat bersama Pak Handa. 

Saat itu saya sedang duduk sendiri dan merenung, tiba-tiba ada anak yang saya tidak kenal masuk ke dalam kelas dan duduk di sebelah saya. Saya berasumsi bahwa ia adalah anak baru, dia terlihat pendiam, mungkin memang itu efek menjadi murid baru di sekolah ini. Saya memulai pembicaraan dengannya, hanya basa basi untuk mencairkan suasana.

"Halo, nama kamu siapa? Saya Davino."

Dia membalas "Saya Alfi, salam kenal Davino."

Saya merasa Alfi ini adalah anak baik dan saya bisa berteman dengannya seperti keinginan Pak Handa. Saya mengajak Alfi ke kantin dan ia mengangguk. Semua murid di kelas melihat kami berdua, terutama saya, karena sebelumnya saya tidak pernah ke kantin, dan kebetulan saat ini saya ke kantin dengan teman baru saya, Alfi.

Waktu pulang sekolah telah tiba dan saya dijemput oleh supir baru, saya mengajak Alfi untuk ikut dengan saya untuk mengantarnya pulang, namun ia menolak. Saya tidak berpikir terlalu banyak sehingga saya hanya mengucakan selamat tinggal dan saya pulang. Sampai di rumah saya berbicara dengan diri saya sendiri, namun saya membayangkannya seolah-olah sedang berbicara pada Pak Handa.

"Hari ini aku punya temen baru, namanya Alfi. Kalau Pak Handa sempat ketemu dengannya pasti akan suka dengannya."

Keesokan harinya di sekolah saya bertemu dengan Alfi lagi dan saya mengajaknya untuk bermain di rumahku nanti setelah pulang sekolah sekaligus mengerjakan Pekerjaan Rumah (PR) bersama. Alfi sempat berpikir cukup lama namun berujung setuju. Saat pulang sekolah kami berdua naik ke dalam mobilku dan berangkat menuju rumahku.

Ketika sampai di rumahku, saya melihat ekspresi muka Alfi seolah-olah kaget dan juga kagum dengan bentuk rumahnya, namun saya hanya berasumsi bahwa itulah reaksi wajar teman apabila diajak ke rumahku karena sebelumnya saya tidak pernah mengajak siapapun ke rumahku. Karena kebetulan kita dapat PR kami berdua langsung ke kamarku untuk mengerjakan PR.

Tidak terasa telah terlewat lebih dari 3 jam, dan Alfi berkata bahwa ia ingin pulang. Memang saat itu langit sudah gelap dan saya menawarkan untuk mengantarnya pulang. Alfi menolak dan berkata ia akan pulang sendiri. Saya menawarkan untuk memesankan ojek online untuk mengantarnya pulang, dan dengan pasrah Alfi setuju. 10 menit kemudian ojeknya datang dan Alfi segera pulang.

Keesokan saya menyapa Alfi, namun ia hanya mengabaikanku. Disitu saya merasa kebingungan namun saya mencoba untuk tetap berpikir positif. Selama satu hari ini Alfi mengabaikanku, saya merasa sedih namun saya berharap keesokan harinya akan membaik.

Ternyata tidak, Alfi tetap mengabaikanku. Selama 3 hari Alfi mengabaikanku, saya merasa ada sesuatu yang tidak benar. Saya berniat mengunjungi rumah Alfi keesokan harinya, alamat rumahnya berada di riwayat pemesanan ojek online di HP saya. Saya berharap bisa mendapat jawaban dari kedinginan sikapnya padaku beberapa hari ini.

Pada saat keesokan harinya saya ke rumahnya saya tidak menyangka bahwa rumahnya kecil dan jauh dari kota. Saya bertemu dengan Alfi dan saya bertanya kepadanya terkait dengan kedinginan sikapnya beberapa hari ini. 

Alfi menjelaskan bahwa dia adalah anak yatim piatu dan dia hidup sendirian di rumah kecil ini, ketika kemarin ia ke rumahku dia merasa tidak pantas berteman denganku karena ekonominya. Mendengar itu saya langsung meneteskan air mata dan berkata,

"Aku selama ini tidak pernah punya teman selain almarhum supir lamaku Pak Handa, dan ketika ia meninggal ia mengatakan bahwa saya harus mencari teman di sisiku siapapun itu, agar aku tidak selalu sendiri, dan ketika kamu saat itu ingin berteman denganku saya merasa senang, saya tidak memandang kondisi ekonomimu, saya hanya ingin berteman baik denganmu, fi."

Kami berdua berjabat tangan dan memeluk satu sama lain, kami berdua merasa bahagia sebab senang dapat menjadi teman baik semenjak itu.

Beberapa hari kemudian saya berbicara kepada pamanku tentang keadaan Alfi dan pamanku berniat untuk menawarkan Alfi untuk diadopsi olehnya untuk memperbaiki kondisi Alfi serta menjadi peneman saya di rumah saat sendirian. 

Mendengar itu saya segera mengabari Alfi dan ia kaget seperti ditikam macan, namun ia juga bahagia sekali dan menerima tawarannya. Dalam waktu singkat Alfi pindah rumah dan tinggal bersamaku dan paman.

Semenjak saat itu saya dan Alfi menjadi saudara akrab. Kami setiap hari melakukan banyak hal bersama, disaat itu saya merasa puas karena dapat memenuhi permintaan terakhir Pak Handa dan akhirnya saya tidak sendiri lagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun