Mohon tunggu...
arif tripada
arif tripada Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mengapa Cuma Sebatas Mimpi?

14 Juli 2016   10:13 Diperbarui: 14 Juli 2016   10:24 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Haruskah sebatas OBROLAN dalam MIMPI yang terus menegur kita ???

Meningkatnya suhu Politik jelang Pilgub DKI TP teringat kembali situasi kondisi jelang Pilpres pasca BJ. Habibi.  Ketika itu public Cuma terfokus kepada beberapa tokoh reformasi yang di anggap PANTAS menjadi Presiden RI ke 4 dengan asumsi macam-macam.  Dari anggapan, karena mereka berempat [Gus Dur, Amien Rais, Megawati, Sri Sultan] di anggap telah menjadi “motor” reformasi. 

Atau asumsi mereka berempat “terlanjur” menjadi figure yang di impikan public. Maupun anggapan mereka ber empat merepresentasikan konstituen yang komplimenter; Gus Dur dan Amien dianggap mewakili “tokoh” ormas Islam mayoritas negeri ini, sedang megawati mewakili Tokokh Nasionalis, dan Sri Sultan sebagai tokoh keratin.  

Namun, terlepas dari apapun asumsi yang dipakai oleh public dalam mengejahwantyakan apa yang sedang, telah maupun akan terjadi dalam peralihan era Orde Baru menunju Era Reformasi waktu itu, masyarakat kita memang terbiasa menggunakan kacamata kuda dalam menerjemahkan situasi dan kondisi [sikon] sehingga banyak hal komplimenter lainnya yang terlupakan semisal : redifinisi keadaan [bukan hanya figure].  Komperhensifitas membaca sikon sungguh dibutuhkan ketika terjadi perkembangan [baca; perubahan] sikon apapun yang akan, tengah, maupun telah terjadi pada suatu bangsa dfan Negara adalah merupakan daya akomodatif Thinking yang mutlak dibutuhkan untuk “mampu memahami” keadaan yang lengkap dengan “plus-minus” yang juga dibutuhkan dalam upaya meresolusikan “problem Solving” efektif bukan sajan efisiensinya.

Menyimak fenomena yang mengiringi Pilgub DKI periode kemarin dengan Pilgub DKI 2017 yang akan dating, masyarakat juga akan di “uji” dalam PERANGKAP SIKON yang sama seperti era peralihan Orba ke Era Reformasi dlm “konteks Obrolan Fiksi Mimpi Politik” di bawah, membuktikan bahwa apapun EFORIA public terasumsikan baik secara FOGUR maupun EGOSENTRIK lainya yang sifatnya “subyektif” maka akan tetap memicu lahirnya “subyektifikasi harapan” lainnya menjadi linbgkaran setan harapan Publik yang sesungguhnya tak pernah tersentuh tepat pada “ordinat” yang seharusnya.

Fenomena “hallo effect” Ahok yang sepertinya tampak begitu luar biasa dimata public “tertentu” di tambah dengan fenomena kelahiran “teman ahok” yang secar “jujur” menjadi sejarah baru harapan bahwa “politik” tidak sepenuhnya membutuhkan dikotomi kata ; senioritas-yunioritas, mayoritas-minoritas dan seterusnya, namun begitu perjalannnya tetap diwarnai ISU “duit [baca; dana] miliaran yang isunya teman ahok di danai oleh “oknum” pengembang yang saat ini sedang dipermasalahkan secara hokum.

ARTINYA APA [?]  Dalam perkembangan [baca; perubahan] dinamikan politik di Negeri ini semua identifikasi sikon subyektif masih butuh untuk dikompilasi menjadi bahan yang wajib dianalisis menjadi benang merah dalam evaluasi total mengenai System Demokrasi kita.  Dengan kata lain redefinisi System Demokrasi kita sudah TOP URGENT untuk dievaluasi TOTAL dengan mengakomodasi kembali nilai ; KULTUR, RELIGI, NASIONALISME serta ASPEK KOMPLIMENTER lainnya dipadukan dengan AZAS PANCASILA. KENAPA ?   Jika hal itu tidak dilakukan segera dan dirumuskan RUU nya maka jangan HERAN jika nanti yang akan menguwasai NEGERI ini sesungguhnya adalah PARA PEMILIK MODAL sementara Mereka yang terpilih dlm hajat Pemilu rentan / sebatas / taubahnya Robot2 yang sdh  diremot oleh SANG PEMODALnya.

Yuk nyimak perjalanan unik perpolitikan, FIGUR, kebiasaan serta dinamika lainya di negeri tercinta ini secara obrolan dalam MIMPI dalam  fiksi berikut :

[OBROLAN DALAM MIMPI] ;  KENAPA Perusahaan Negara rentan RUGI ?   JAWABANYA, DI WARTEG…

Meski dalam mimpi, Warteg memang tdk dpt ditebak. Banyak kisah bernilai bs disimak. Bahkan ‘kwalitas’ obrolannya bisajadi tidak lebih buruk dibanding tayangan nyata ILC ataupun acara DEBAT BALONKADA di TV dst.  Yang jelas  prnh suatu MIMPI siang terjadi  obrolan sopir2 para ‘big boss’ lg ngumpul nunggu BOS-nya acara temu komunitas sang ‘BOS’ disuatu kompleks villa elite. Si Paidul supir bos Hiu mengawali ocean; ”untung bos gue ngasih tips cukup untuk njajan”

Paijo supir bos Dodi menimpali; ”emange bos elo bisnisnye apa dul?”  

“Bos gue Cuma makelar” jawab Dul , enteng.

“lho koq bs ciamik ngasih tips ke elo?” kejar Paijo.

“iya makelar, yg selalu menyediakan brg kebutuhan perusahaan gede di Negara ini semisal kalo butuh brg A mk bos gue langsung ke Negara Z dan  Negara Y dan Negara P, lalu ngajukan pnawaran resmi ke perusahaan disini yg lg butuh ” jelas Dul meniru gaya pengamat di TV. 

“kalo Cuma makelar Lalu apa hebatnya bos elo Dul ?” desak Paijo penasaran. 

“ jelas hebat Jo, bayangin pejabat saja gak ada harganye dimana bos Gue, kalo lg nego harga brg di Negara asal , bos gue sdh dapat untung lebih dari 10% trus, setelah masuk Negara ini juga masih minta di naikan lagi sekian lipat oleh oknum pejabat dan bos gue msh dpt untung lg” ungkap Dul lebih serius.

Mendengar percakapan itu Bogel si pemuda kampung yg protolan perguruan tinggipun ikut nyeletuk ; ”pantes bang, Negara kita jadi aneh masa ada perusahaan Negara yg punya otoritas / monopoli suatu produk brg / jasa di Negara ini bisa dinyatakan selalu rugi padahal pelanggan yg telat membayar sehari saja dikenakan denda, ternyata Negara ini msh suka beli barang impor tdk lewat jalur langsungantar pejabat negara ya namun pakai ‘cukong’?”

Tak mau kalah cak To yg berasal dari kampung peternak bebektelor pun ikut terpancing;”jangankan barang yg penting dan harganya gede, lawong didesa saya saja peternak bebek untungnya jadi jauh lebih kecil dibanding mekelarnya yg selalu nyanggong dijalan masuk kampung… dan pembeli tdk bisa melakukan transaksi langsung kepada peternak… makelar yg lebih berkuasa. Hmm apa lagi urusan barang gedean kayak gitu bang?”

Dengan gaya  Jawa Timuran cak To pun mengumpat; “Dancok-i , akeh banget tikus jemblong nggek negoro iki” sambil ngeloyor,  pergi meninggalkan para sopir…

LAGI, [OBROLAN DALAM MIMPI] ;  

Dalam suatu MIMPI, pada suatu era, di berbagai warung kopi, terjadi Guyonan [baca; banyolan] Politik pernah marak terjadi dialog pojok kampong unik, terkisahlah di suatu pagi :

Setelah nyeruput Kopi yang mesih mengepulkan asap, seorang lelaki tegap berkumis membuka suwasana : “Kenapa Gus Dur dulu bisa menjadi Presiden ?” Si Brengos mengawali melempar isu. 

Disahut oleh si Jambang; “pasti, di bantu oleh Amien Rais, Megawati dan Poros Tengah bahkan Langitan, ya nggak, ya nggak .. ”   

Mendengar jawaban tersebut, Brengospun menggeleng, kalem.   Namun yang lain menimpali ; “Anu.. anu, Karena saat itu baik Amien Rais, Megawati mengalah” ujar Si Pesek gak mau kalah.   

Dengan jawaban inipun Brengos malah melotot; “Buuukannn” Tolak Brengos, keras dan tegas.

“Aku tahu, pasti karena Gus Dur sangat berambisi” Teriak Si Juling sok tahu.   

Brengospun menghela nafas ; “Wahh kalian semua payah gak becus nganalisa gesture dan perilaku politik seseorang” ujar Brengos berlagak kayak pakar kaliber Nasional yang sering nerocos di layar TV dan sedetik kemudian ; “lha nurutmu gimana Ngos???” Desak semua yg ada di warung.   Brengospun berdiri dan angkat bicara lagi :

“Dengar, ya kalian semua dengar. Itu terjadi karena hal sepele banget, yakuwi masalah beda nyata antara orang yg APA ADANYA dalam BERBICARA, BERSIKAP dengan orang yang ADA APANYA dalam tiap ucapan & tindakan”.  

Suasana di warungpun tambah memanas dengan ulasan Brengos gak mudah dicerna. Penjelasan Brengos menuai protes ; “Huhhh jawaban apa itu Ngos-Ngos ?”   Yang lain ikut menamabahi : “Ngawuuurrr”.   “Ya Brengos ngawurr” dan  “bla.. bla.. bla”

Namun dengan sangat tenang Brengos melanjutkan :

“makanya dengar dulu sampe tuntas, oke, hmm, begini, .. waktu terjadi dialog seriusnya MIMPI POLITIK  yang terjadi antara : Gus Dur, Amien Rais dan Megawati [Sebenarnya mereka bertiga sama-sama ingin menjadi Presiden, hanya saja cara dan gaya mereka berbeda-beda dalam memper tontonkan jatidirinya] .. nah suatu ketika mereka bertiga asyik berembug, tiba-tiba ada seorang wartawan memergokinya sehingga usil menggoda mereka bertiga dan menggodanya dengan pertanyaan “nakal” begini ; 

“wah para calon presiden lagi bikin resolusi ni yee” ledek si wartawan mengawali dialog, lalu dilanjutkan :  “siapa ya diantara anda bertiga yang berpeluang paling besar jadi RI Satoe ?” pancing wartawan.    

Menerima pertanyaan centil wartawan, mereka bertiga sepakat untuk tidak komentar, alias tutup mulut, titik.  

Audiens warungkopipun tersulut; “Lho kok titik Ngos, lalu, piye ending-e ??” desak mereka bersemangat.  Brengospun tanggap segera melanjutkan ;

“Oke. Oke.., simak yoo, setelah si wartawan berlalu dari hadapan mereka bertiga, ganti mereka bertiga yang saling penasaran dan nglempar Tanya ;

Mega memulai melempar Tanya ;  ‘iya bener  wartawan tadi, siapa yang enaknya menjadi Presiden, sampean ta Mas Amien ?” pancing Mega.

Mendengar pancingan Mbak Mega, Amien Rais pun sebagai seorang Politikus Ulung sedikit “GR” [paham kalou Gus Dur potensi lebih kuat] maka Amien nggak keburu menjawab pertanyaan mega tetapi justru menggelindingkan bola dengan ganti lempar tanya kepada Gus Dur dengan jurus khasnya [politik bola pantul] begini ; “Ahhh mbak mega Masak saya pantasss jadi presiden” sambil mengepal jari jempol yang terjulur ala etika Jawa kalau mau menunjuk,  Amien Rais nunjuk kearah Gus Dur yang tetep nyantai sambil sesekali beringsut hidung maupun bibirnya nya [ciri khas Gus Dur] Amienpun melanjutkan; “hmm…  sebaiknya Gus Dur saja yang lebih pantas, iyakan Gus ???”  Desak Amien sembari nunggu bolanya memantul kembali.   

Mendengar lemparan pertanyaan bola pantul tersebut Gus Dur [yang tidak suka bosa-basi] langsung menangkap Bola tersebut dengan menjawab tegas  “Iya benar Mas Amien, Mbak Mega, memang saya yang pantas menjadi Presiden. Terima kasih kalau kalian juga meng-inginkan demikian, AMANAT tersebut saya terima dengan Bismillah..”.  

Mendengar jawaban Gusdur yang mengalir datar namun tegas tersebut, bagai tersengat listrik 220 Volt, membuat Amien Rais maupun Mega  yang sejujurnya ingin mendengar jawaban yang sebaliknya dari mulut Gus Dur jadi kelabakan oleh gaya spontan Gus Dur, namun terlambat, karena sejak itu Gus Dur-lah akhirnya yang terpilih menjadi Presiden RI pasca BJ Habibie.

Kontan semua yang berada di warkop tersebut memonyongkan lulutnya “ Ooow gitu yo [?]” 

“Tuh-kan, makanya jadi orang itu enak yang ; APA ADANYA bukan yang ADA APANYA” komentar sloroh si Juling menutup obrolan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun