Restu dari Tetua kepada Keluarga Pasien
Sungai Lowolele terlihat cukup keruh dengan tanah akibat hujan yang sering turun di daerah Nagekeo belakangan. Namun demikian, air terlihat cukup dangkal dengan kedalaman kira-kira maksimal 1.5 meter.
Di bibir sungai yang penuh dengan bebatuan, keluarga pasien menjalani prosesi awal meminta restu kepada tetua dan beberapa keluarga sedarah. Satu per satu mereka berpelukan, dan tangan dari tetua di keluarga itu ditumpangkan sembari membisikkan doa pemberian restu mengikuti ritual Zio Ae.
Selanjutnya kami semua meletakkan barang bawaan di atas bukit, dan mencari tempat rindang untuk menggelar tikar beserta perlengkapan memasak. Jangan diperkirakan kami membawa kompor portable ya, sebab cara memasak di sini masih tradisional menggunakan kayu bakar.
Kurban yang dibawa untuk Ritual Zio Ae kali ini adalah seekor anak babi dan seekor ayam, sesuai "petunjuk" yang didapatkan pada proses penyembuhan beberapa hari sebelumnya.Â
Di titik ini penulis meminta maaf sebelumnya apabila ada pembaca yang kurang berkenan dengan pengorbanan hewan babi hingga mengkonsumsinya.
Api unggun lalu disiapkan di sekitaran bukit, dengan pembatas di keempat sisi kira-kira 3x3 meter luasnya. Pembatas dari dahan pohon ini nantinya akan disandarkan salah satu menu favorit dalam upacara ini, yakni nasi bambu.Â
Bambu dipotong dengan satu sisa terbuka se panjang 50 centimeter. Beras dengan rempah lalu dimasukkan ke dalamnya bersama setakar air. Lalu pada sisi terbuka, kulit bambu disumpalkan untuk menutup ujung bambu tersebut dan disandarkan pada penyangga api unggu hingga masak.
Prosesi Penyembelihan Kurban dan Doa Keluarga
Setelah persiapan memasak usai dilakukan, kami lantas melanjutkan prosesi dengan penyembelihan korban yang di bawa. Pertama adalah anak babi yang dibunuh dengan (mohon maaf) memukulkan parang tepat di batok kepalanya. Darah yang mengalir lalu ditampung dalam satu mangkok wadah.
Berikutnya adalah penyembelihan ayam, yang darahnya juga ditampung di dalam mangkok wadah.