Performa terkini Girona cukup mengkhawatirkan, karena mereka gagal menang di lima laga terakhir. Selain kekalahan di Paris, Girona ditaklukkan Barcelona dan Valencia, dilanjutkan hasil seri melaan Rayo Vallecano serta Celta Vigo.
Melawan Celta Vigo (29/9/2024), gol Yangel Herrera hampir saja memberikan tiga poin. Namun gol balasan Iago Aspas menit 81' membuyarkan usaha Girona merangkak ke papan atas La Liga. Kini, Abel Ruiz dkk tertahan di peringkat 12 klasemen sementara.
Di kubu tim tamu, cedera Santiago Gimenez memperparah musim buruk mereka di bawah asuhan Brian Priske. Di level domestik, Feyenoord masih menempati urutan ke-6 usai dua kali menang dan empat kali imbang. Memang belum pernah kalah, tapi pola permainan Brian Priske meninggalkan lubang di mana-mana.
Ini berkaca dari laga melawan Bayer Leverkusen dua minggu lalu. Formasi 4-4-2 double pivot yang hendak dikembangkan Priske ternyata menghasilkan ruang kosong yang luas di lini tengah. Akibatnya, Florian Wirtz bisa mengacak-acak ruang luas di depan bek, bahkan Die Werkself bisa cetak 4 gol di babak pertama!
Jadi, merupakan kewajiban Quinten Timber serta Hwang In-beom untuk lebih padu di laga ini. Kebetulan bagi mereka, Girona jarang mengandalkan area tengah untuk menyerang. Keunggulan jumlah pemain di sektor ini harus dimanfaatkan benar.
Estadio Montilivi dipastikan sangat bergairah menyambut laga kandang pertama Girona di Liga Champions. Meskipun akhir-akhir ini performanya menurun, Gironistes mungkin bisa mengalahkan Feyenoord dengan skor tipis. Satu amunisi mereka, adalah lawan belum cukup familiar dengan gaya main Tsygankov dkk.
Perkiraan Formasi :
Girona (4-2-3-1) : Gazzaniga; Frances, Krejci, David Lopez, Gutierrez; Ivan Martin, Herrera; Tsygankov, Abel Ruiz, Danjuma; Miovski
Feyenoord (4-3-3) : Wellenreuther; Lotomba, Beelen, Hancko, Smal; Milambo, Hwang, Timber; Osman, Ueda, Igor Paixao
Prediksi Girona vs Feyenoord : 55 - 45
Shakhtar Donetsk vs Atalanta, Menjaga Kewibawaan Kampiun Europa League
Permainan man-to-man marking ala Gian Piero Gasperini mengundang decak kagum banyak pihak. Strategi itu diterapkan sang allenatore, kala musim lalu hempaskan Bayer Leverkusen 3-0 di Final Europa League, serta saat menahan imbang Arsenal tanpa gol di matchday 1 lalu.
Alasan ia melakukannya, adalah karena tim lawan lebih unggul dari sisi kerja sama tim. Lalu bagaimana Gasperini memilih taktik kalau lawannya selevel atau bahkan di bawah La Dea?