Mohon tunggu...
Greg Satria
Greg Satria Mohon Tunggu... Wiraswasta - FOOTBALL ENTHUSIAST. Tulisan lain bisa dibaca di https://www.kliksaja.id/author/33343/Greg-Satria

Learn Anything, Expect Nothing

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Anak Bukan Aset Hari Tua (?), Bisa Jadi Layanan "Seperti Panti Jompo" Dibutuhkan

5 Juni 2024   10:31 Diperbarui: 5 Juni 2024   10:41 344
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pasien lanjut usia di Panti Jompo. sumber : (Shutterstock/FamVeld) via kompas.com

Satu hal yang menyusahkannya tentu adalah ayahnya tidak akan pernah mau dititipkan di tempat penampungan lansia. 

Sekali lagi, ayahnya merasa sehat (bahkan paling sehat sedunia), tidak akan pernah mau meninggalkan rumah yang dimiliki dan dipunyainya, serta menuntut kepada Rudi bahwa dia adalah aset untuk menjaga orang tua hingga uzur, sementara kakak-kakaknya adalah aset yang berperan secara finansial.

Itulah penggalan cerita Rudi, teman saya. Yang mungkin jarang terjadi di masyarakat umum, anomali. Namun berkaca dari kasusnya, saya rasa memang penting untuk menyediakan "layanan seperti Panti Jompo" bagi para oknum lansia keras kepala yang tetap menganggap anak adalah asetnya seumur hidup.

Anak Bukan Aset di Hari Tua (?)

Saya lebih merefleksikan saja kalimat Anak Bukan Aset di Hari Tua (?) sebagai pertanyaan. Karena dalam proses mematenkan hal ini sebagai self-theory masing-masing, butuh jutaan kalori yang terbuang dalam wujud, pengalaman.

Pengalaman setiap lansia berbeda-beda. Ada yang membangun keluarga dengan basis komunikasi egaliter, ada pula yang membangun berpondasikan otoritarian. Mereka yang otoriter pun ada yang sadar, bahwa anak bisa menentukan keputusan sendiri semisal di umur 17, 20 atau ketika sudah melepas masa lajang.

Kebetulan, teman saya Rudi, punya ayah yang otoriter sepanjang segala abad. Dengar-dengar sih dia pensiun dini dari dunia militer. Ya sudahlah, kita kembali ke laptop.

Mindset mengenai anak "aset/bukan" ini, suatu saat akan dipahami oleh anak yang bersangkutan di fase dewasanya. Ia bisa membandingkan dengan lingkungan sekitar, teman, rekan kerja, atau yang teraparah adalah calon pasangan. Sebagai manusia, ia akan mencari jalan keluar terbaik baginya dahulu.

Beberapa anak yang orangtuanya punya mindset "Anak adalah aset", mungkin berani berdialog dan mengcounter pernyataan ayah-ibunya tersebut. Tetapi mereka yang cenderung introvert, mungkin hanya bisa memendamnya saja.

Jalan keluar yang dipikirkan bisa pula beragam. Ada yang memilih nikah cepat seperti kakak-kakak Rudi, ada pula yang memilih bekerja di luar kota atau luar negeri. Bagus bila apa yang dilakukannya itu atas dasar cinta terhadap keluarga (baru) ataupun cinta pada pekerjaan. Tetapi tidak sedikit loh yang melakukan karena "Mau Kabur Saja".

Akhirnya tersisa sesosok caregiver di dalam rumah induk. Bisa anak bontot ataupun anak yang belum menikah. Banyak sudah kita dengar mengenai kisah ini. Mereka ada yang sepenuh hati menjaga ortu hingga ajal menjemput, tetapi ada pula yang tertekan dengan sifat negatif bawaan orang tua, seperti Rudi.

Sedikit normatif, muaranya adalah Cinta. Anak tidak akan melupakan kasih sayang yang diberikan orangtuanya ketika masih kecil. Orangtua juga sewajarnya menerima balasan cinta dari anaknya ketika ia membutuhkan. Tetapi ada syarat khususnya nih, sepadan. Semakin dewasa, kita secara naluriah akan menakar sesuatu, termasuk cinta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun