Kurang profesional. Itulah permasalahan utama dalam pembinaan sepak bola usia dini di Indonesia. Dua kata itu sudah mencakup banyak hal yang menjadi derivatif masalah lainnya, seperti pemain "titipan", disiplin pemain serta perilaku kasar pemain muda di lapangan.
Pelatih Timnas U-17, Nova Arianto, usai melakukan tiga kali seleksi nasional untuk bakal calon Timnas U-17, mengakui mendapatkan banyak pemain "titipan". Pemain titipan ini bukan mentah-mentah berarti buruk ya. Tetapi titipan ini adalah rekomendasi dari rekan pelatih sejawat.Â
Mengapa ini masih dianggap wajar? Karena data pemain sepak bola usia dini sangat minim sekali!Â
Ini ajakan untuk para orangtua dan agen pemain, untuk mulai mempromosikan anak-anak kebanggaannya. Paling tidak dibawa dahulu ikut ke level akademi atau SSB (Sekolah Sepak Bola). Dari situ pelatih tentu akan mengendus jika anak tersebut memang berbakat, dan "menitipkannya" ikut ke seleksi nasional.
Yusuf Kurniawan atau biasa dipanggil dengan Bung Yuke, pelaku aktif pembinaan sepak bola nasional, mengatakan masalah lain tentang perilaku kasar pemain sepak bola usia dini di lapangan.
"Sebagian besar pemain EPA ini tidak dikader dari usia dini. Mereka baru diambil dari SSB setelah memasuki usia remaja. SSB itu yang sekarang banyak ikut turnamen-turnamen yang menuntut menang-menangan. Jadi terbiasa menghalalkan segala cara: main kasar, tidak sportif, tidak respek. Ditambah lagi, mereka melihat perilaku senior-seniornya di liga Indonesia juga seperti itu,"Â kata Bung Yuke dikutip dari CNN Indonesia (24/10/23).
EPA sendiri merupakan singkatan Elite Pro Academy adalah turnamen kategori umur yang diselenggarakan oleh PSSI. Bung Yuke mengatakan hal tersebut, karena seyogyaya di usia dini, pemain bisa berkembang sesuai dengan nature-nya. Nature mereka adalah mengasah skill, kerjasama dan mulai memahami profesionalitas dalam berkarier di sepak bola.
Permainan keras yang menjurus kasar bisa mencederai fisik dan mental pemain muda ini. Sekali lagi, kemenangan bukan tolak ukur keberhasilan di kategori ini!
Pada akhirnya ini menjadi panggilan bagi seluruh pemerhati sepak bola nasional untuk menangkap peluang terbaiknya. SSB, akademi, atau klub usia muda yang menjadi grassroot pemain harus mendapat perhatian paling besar untuk memberlakukan profesionalitas sepak bola.
Para pemain yang akan dijaring ke level pro, harus diberi bekal disiplin, pemahaman taktik, komunikasi, leadership dan juga etika profesi sebagai pesepak bola. Ini menjadi penting, karena sepak bola adalah permainan tim dan akan banyak sekali masalah kedepannya bila satu poin saja terlewatkan.
Pelatih-pelatih tingkat SSB dan akademi harus diperlakukan layaknya pelatih klub profesional. Baik dari sisi gaji, pengetahuan ataupun komunikasi publik. Apa yang mereka sampaikan, niscaya akan menjadi acuan para pemain muda ini melangkahkan kakinya ke panggung dunia.